## Super League 2025/2026: Regulasi 11 Pemain Asing Picu Kekhawatiran Pengamat
Kompetisi sepak bola tertinggi di Indonesia, kini bernama Super League 2025/2026, akan bergulir mulai 1 Agustus mendatang dengan gebrakan baru: peningkatan kuota pemain asing menjadi 11 orang. Kebijakan ini, yang sebelumnya membatasi pemain asing hanya delapan orang, memicu kekhawatiran dari berbagai pihak, terutama soal dampak finansial bagi klub-klub peserta.
Pengamat sepak bola, Erwiyantoro, mengungkapkan potensi beban finansial yang sangat besar bagi klub. Dengan asumsi kontrak pemain asing senilai Rp 4 miliar per orang, dan lima pemain lokal dengan kontrak Rp 2 miliar per orang, total biaya yang dibutuhkan bisa mencapai Rp 54 miliar. “Siapa yang bisa memastikan klub-klub memiliki uang tunai sebesar itu?” tanyanya retoris, mengungkapkan keraguannya akan kemampuan finansial klub dalam menghadapi regulasi baru ini.
Erwiyantoro menekankan bahwa sepak bola profesional adalah bisnis, sebuah investasi berisiko tinggi. Pertanyaannya, lanjut dia, apakah klub-klub Indonesia siap dengan investasi sebesar Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar per musim? Menurutnya, PSSI harus berperan aktif dalam mengawasi keuangan klub agar terhindar dari masalah finansial yang berpotensi menimbulkan dampak negatif, termasuk pengaturan skor. “Jika klub terlilit hutang akibat perekrutan pemain asing yang tidak terkontrol, ancaman pengaturan skor akan semakin nyata,” tegasnya.
Super League 2025/2026 memang memberikan keleluasaan bagi klub untuk merekrut pemain asing dari berbagai negara. Dari 11 pemain asing yang didaftarkan, maksimal delapan pemain dapat dimainkan dalam satu pertandingan. Regulasi ini juga mewajibkan klub mendaftarkan minimal lima pemain U-23 (kelahiran 2003 atau setelahnya), dengan satu di antaranya wajib bermain minimal 45 menit per pertandingan. Meskipun ada upaya menyeimbangkan penggunaan pemain asing dan pembinaan pemain muda, Erwiyantoro tetap mempertanyakan kemampuan finansial klub untuk menjalankan regulasi ini.
Berbeda dengan klub-klub Eropa yang memiliki pendapatan besar dan pengawasan federasi yang ketat, klub-klub Indonesia menurut Erwiyantoro, seringkali menghadapi masalah finansial. Ia mencontohkan klub Eropa yang mampu menggelontorkan dana hingga Rp 100 miliar untuk transfer pemain dalam satu musim, dengan federasi yang mengawasi ketat pendapatan dan pengeluaran klub. “Federasi harus mengontrol pengeluaran dan pemasukan setiap klub,” katanya.
Erwiyantoro menyoroti beberapa permasalahan yang kerap terjadi di sepak bola Indonesia, seperti pemecatan pemain secara sepihak, masalah pembayaran kontrak yang tidak profesional, hingga sanksi dari FIFA. Ia mempertanyakan bagaimana klub-klub yang minim dana bisa memenuhi kewajiban finansial akibat perekrutan pemain asing dalam jumlah besar.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (kini ILegue) menyatakan bahwa peningkatan kuota pemain asing bertujuan meningkatkan daya saing klub Indonesia di kancah Asia. Namun, Erwiyantoro justru melihat potensi masalah yang lebih besar daripada peningkatan daya saing tersebut. Menurutnya, regulasi ini harus diimbangi dengan kontrol ketat terhadap keuangan klub agar tidak menimbulkan masalah baru di industri sepak bola Indonesia. Jika tidak, ancaman pengaturan skor dan masalah finansial yang lebih besar akan menjadi bayang-bayang Super League 2025/2026.