28 Juta Rekening Diblokir PPATK, Kebijakan Gagal?

Avatar photo

- Penulis Berita

Kamis, 31 Juli 2025 - 20:53 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PPATK Cabut Blokir 28 Juta Rekening Dormant: Kebijakan Kontroversial yang Menguji Kepercayaan Publik

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengambil langkah mengejutkan dengan mencabut pemblokiran terhadap 28 juta rekening bank yang mereka kategorikan sebagai *dormant* atau tidak aktif. Pengumuman pencabutan blokir massal ini pada Kamis (31/07) sontak memicu kritik pedas dari berbagai pihak, khususnya para analis ekonomi yang menilai kebijakan pemblokiran awal PPATK ini sudah problematik sejak diluncurkan.

Sebelumnya, sejak Mei lalu, PPATK telah memblokir sekitar 31 juta rekening *dormant* dengan total nilai fantastis mencapai Rp6 triliun. Kebijakan ini, menurut klaim PPATK, bertujuan untuk melindungi rekening dari potensi penyelewengan dan kejahatan finansial, seperti penipuan dan pencucian uang. Juru Bicara PPATK, Natsir Kongah, menjelaskan bahwa pembukaan kembali 28 juta rekening tersebut didasarkan pada keluhan nasabah yang diajukan melalui formulir keberatan. PPATK kemudian melakukan verifikasi mendalam satu per satu, memastikan rekening tersebut tak berkaitan dengan tindak pidana.

“Kami ketahui dia pemilik sah dan transaksinya tidak terindikasi tindak pidana, ya, PPATK minta bank untuk membuka rekeningnya,” jelas Natsir kepada BBC News Indonesia. Ia menambahkan bahwa dari jumlah rekening yang diblokir, sekitar 140 ribu di antaranya tidak melakukan transaksi selama lebih dari sepuluh tahun dengan nilai mencapai Rp428 miliar. Natsir juga menepis tudingan bahwa kebijakan ini diambil secara serampangan, menekankan bahwa “PPATK itu niatnya lurus, melindungi kepentingan masyarakat dan nasabah,” bahkan mengklaim banyak nasabah yang justru bersyukur karena merasa dilindungi.

Namun, pandangan PPATK ini jauh berbeda dengan analisis para pakar ekonomi. Eko Listiyanto dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut pemblokiran ini sebagai “strategi yang salah.” Menurut Eko, PPATK “gagal memahami pola bisnis keuangan yang berbasis kepercayaan,” terutama kebiasaan masyarakat menjadikan rekening *dormant* sebagai dana darurat atau cadangan. “Mereka kan orang keuangan yang seharusnya mengerti bagaimana bisnis keuangan berjalan,” kritik Eko, menambahkan bahwa kebijakan ini problematik karena masyarakat kerap menabung untuk bisa diambil sewaktu-waktu. Senada, Ekonom Universitas Indonesia, Telisa Falianty, menilai keluhan masyarakat adalah bukti nyata bahwa kebijakan PPATK “tidak sejalan dengan prinsip *know your customer* di perbankan,” karena terkesan melakukan generalisasi tanpa verifikasi mendalam yang memadai.

Di tengah polemik ini, sejumlah bank enggan berkomentar secara detail, namun menegaskan kepatuhan mereka terhadap kebijakan dan regulasi otoritas keuangan. EVP Corporate Communication & Social Responsibility PT Bank Central Asia, Hera Haryn, menyatakan bahwa BCA “mematuhi kebijakan dan arahan dari otoritas dan regulator.” Hal serupa disampaikan Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo, yang mendukung penuh langkah PPATK dalam mencegah penyalahgunaan rekening perbankan untuk aktivitas ilegal, seraya mendorong nasabah agar menjaga keaktifan rekening mereka demi penguatan sistem keuangan nasional yang aman dan sehat.

Meskipun demikian, tidak semua pihak menolak sepenuhnya urgensi pemblokiran rekening *dormant*. Ekonom Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), David Sumual, mengakui bahwa rekening pasif memang kerap menjadi sasaran empuk tindak pidana seperti korupsi, narkotika, judi *online*, dan peretasan digital. Ia melihat pemblokiran ini sebagai langkah positif dalam upaya pemerintah menekan penyalahgunaan rekening dan menjaga transparansi industri perbankan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap *good governance* di pemerintahan. Data PPATK sendiri menunjukkan adanya 2.000 rekening instansi pemerintah senilai Rp500 miliar dan 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang tidak aktif selama tiga tahun dengan dana mengendap Rp2,1 triliun, yang turut diblokir. David Sumual juga menilai pemblokiran dana bansos yang mengendap ini sebagai langkah positif agar dana tersebut dapat berputar dalam perekonomian dan mencapai targetnya.

Namun, Eko Listiyanto kembali menekankan perlunya ketelitian. Ia sepakat bahwa pemblokiran dapat menangkal pidana, namun mendesak PPATK untuk lebih mendalami “sejarah pergerakan rekening” agar masyarakat yang tidak bersalah tidak turut terdampak. “Jangan dipukul rata semua rekening dormant yang dibekukan,” tegas Eko. Ia berharap PPATK memahami fenomena masyarakat Indonesia yang kerap mengendapkan uang di rekening sebagai dana cadangan atau darurat, sehingga pemblokiran salah sasaran dapat dihindari.

Kekhawatiran terbesar para ekonom adalah potensi penurunan minat masyarakat untuk menyimpan uang di bank. Eko Listiyanto mengingatkan, “Jangan sampai judi *online* bisa diberantas, tapi dampak buruknya adalah masyarakat jadi malas menyimpan uang di bank.” Ia khawatir jika mekanisme pemblokiran tidak dievaluasi dengan detail, kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional akan tergerus, yang pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. INDEF mencatat pengelolaan dana pihak ketiga oleh bank per Mei 2025 turun menjadi 4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8%. “Indonesia sedang membangun reputasi keuangan, tapi pemblokiran yang tidak teliti ini justru dapat menimbulkan ketidakpastian di masyarakat dan menurunkan minat menabung di bank,” ujar Eko. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyuarakan kekhawatiran serupa, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan ini dan menetapkan mekanisme yang tidak mempersulit konsumen. “Kami meminta pemerintah turun tangan memfasilitasi permasalahan dan jangan mempersulit konsumen,” kata Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priyambodo. Telisa Falianty menambahkan, masyarakat seolah dipaksa melakukan “pembuktian terbalik” untuk membuktikan kepemilikan dan ketiadaan indikasi pidana pada rekening mereka.

Di balik data dan analisis, ada cerita nyata nasabah yang terpukul oleh kebijakan ini. Tia, seorang Warga Negara Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di Inggris, dibuat masygul mendapati tiga rekeningnya—satu bank digital, satu swasta, dan satu BUMN—diblokir tanpa pemberitahuan beberapa hari lalu. “Saya berasa dikerjain. Ini antara *prank*, teror, atau sabotase,” keluhnya. Rekening-rekening itu sengaja didiamkan karena ia tidak akan bertransaksi menggunakan rupiah selama berada di luar negeri. Tia semakin kesal karena tautan formulir keberatan PPATK tidak bisa diakses dari luar negeri, dan layanan pelanggan salah satu bank memintanya untuk datang langsung ke kantor bank. “Sebagai warga Indonesia yang tinggal di luar negeri, saya merasa ini kesenjangan geografis. Sabotase yang tidak ada solusinya,” ujarnya, menyoroti pula masalah aplikasi beberapa bank daerah yang memang tidak bisa digunakan di luar negeri, yang otomatis membuat rekening menjadi *dormant*.

Nasib serupa menimpa Citra, mahasiswa di Jerman, yang rekening BUMN-nya tak bisa digunakan sejak 29 Juli lalu. Meskipun beruntung akan pulang ke Indonesia akhir Agustus nanti sehingga bisa mengurus rekeningnya, ia tetap mengungkapkan kekesalannya. “Kalau mau blokir, ya, diberitahu dulu lah,” ucapnya. Kesusahan Tia, yang terhambat tugas akhir kuliah dan tidak bisa kembali ke Tanah Air, menjadi simbol dampak tak terduga dari kebijakan yang diklaim sebagai “perlindungan” namun justru dirasakan sebagai “disrupsi kehidupan.”

Kontroversi seputar pemblokiran rekening *dormant* oleh PPATK ini menegaskan pentingnya keseimbangan antara upaya pemberantasan kejahatan finansial dan perlindungan hak-hak nasabah. Tanpa mekanisme yang lebih transparan, selektif, dan mempertimbangkan realitas pola hidup masyarakat, kebijakan yang niatnya baik ini justru berisiko mengikis kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional.

Berita Terkait

PPATK Blokir Rekening Tanpa Bukti? Celios Kritik Keras!
SMGR: Laba Semen Indonesia Melonjak Rp 40 Miliar di Semester I-2025!
Kominfo & PPATK Sikat Judi Online: Rekening Diblokir!
IHSG Hari Ini 1 Agustus: Melesat! BRPT, TOWR, MBMA Raja Saham LQ45
BURUAN! Saham Pilihan Asing Diborong di Akhir Juli 2025
Tarif AS Ancam IHSG Agustus 2025: Waspada Investor!
Rekening Dormant Diblokir? Ini Kata Kepala PPATK Soal Kontroversi!
PPATK Bekukan Rekening Dormant? Dasco: Selamatkan Uang Nasabah!

Berita Terkait

Jumat, 1 Agustus 2025 - 11:14 WIB

PPATK Blokir Rekening Tanpa Bukti? Celios Kritik Keras!

Jumat, 1 Agustus 2025 - 11:00 WIB

SMGR: Laba Semen Indonesia Melonjak Rp 40 Miliar di Semester I-2025!

Jumat, 1 Agustus 2025 - 09:50 WIB

Kominfo & PPATK Sikat Judi Online: Rekening Diblokir!

Jumat, 1 Agustus 2025 - 09:36 WIB

IHSG Hari Ini 1 Agustus: Melesat! BRPT, TOWR, MBMA Raja Saham LQ45

Jumat, 1 Agustus 2025 - 08:54 WIB

BURUAN! Saham Pilihan Asing Diborong di Akhir Juli 2025

Berita Terbaru

Sports

Chelsea Nego Garnacho! 2 Pemain Ditawarkan ke Man United?

Jumat, 1 Agu 2025 - 12:38 WIB

Society Culture And History

Indomaret Tak Ada di Padang? Ini 3 Alasan Mengejutkannya!

Jumat, 1 Agu 2025 - 11:43 WIB