Dominasi Disney di Jagat Remake Live Action Mulai Terusik: 5 Film Animasi Non-Disney yang Layak Diadaptasi
Tren film animasi yang diadaptasi menjadi *live action* terus berlanjut, dan Disney selama ini menjadi rajanya. Dari *Snow White* hingga *Lilo & Stitch*, studio tikus ini telah menggarap sejumlah *remake* dari film-film animasi klasiknya. Walaupun tidak semuanya sukses secara kritis, Disney telah berhasil membentuk pasar *remake* yang kini semakin ramai. Namun, dominasi tersebut mulai terguncang.
Keberhasilan *How to Train Your Dragon* versi *live action* dari DreamWorks, yang tayang di Indonesia pada 11 Juni 2025, menjadi bukti nyata. Disutradarai kembali oleh Dean DeBlois, *remake* ini dipuji karena kesetiaannya pada versi animasi dan efek visualnya yang spektakuler. Performa para aktor juga dinilai berhasil menghidupkan dunia Berk dengan nuansa yang lebih emosional dan dramatis. Sukses ini membuka peluang bagi studio lain untuk bereksperimen dengan *live action* dari film-film animasi mereka. Banyak film animasi di luar Disney yang menyimpan potensi cerita dan visual memikat yang layak dikembangkan.
Berikut lima film animasi non-Disney yang pantas diadaptasi ke layar lebar dalam format *live action*, terinspirasi oleh keberhasilan *How to Train Your Dragon*:
1. The Iron Giant (1999): Robot Raksasa dengan Pesan Moral yang Kuat
Meskipun kurang sukses secara komersial saat rilis, *The Iron Giant* karya Warner Bros. telah menjelma menjadi *cult classic*. Cerita yang menyentuh hati dan pesan moral yang kuat menjadi daya tarik utamanya. Berlatar tahun 1957 di tengah ketegangan Perang Dingin, film ini mengisahkan persahabatan antara bocah bernama Hogarth Hughes dan robot raksasa dari luar angkasa. Robot tersebut justru menunjukkan sisi kemanusiaan yang lebih baik daripada banyak orang dewasa di sekitarnya.
Versi *live action* dengan teknologi CGI modern dapat menampilkan skala dan kekuatan robot raksasa secara lebih realistis, sekaligus mempertahankan nuansa tahun 1950-an. Alur cerita pun dapat diperdalam, terutama konflik batin sang robot dan kritik sosial terhadap perang dan politik yang tetap relevan hingga saat ini.
2. Coraline (2009): Horor Surealis yang Menyeramkan
Laika, studio animasi asal Oregon, Amerika Serikat, memiliki sejumlah karya yang berpotensi untuk diadaptasi menjadi *live action*. Salah satunya adalah *Coraline*, film adaptasi novel karya Neil Gaiman. Dunia surealis dan atmosfer mencekamnya menyimpan potensi untuk menghadirkan horor yang lebih intens dalam versi *live action*.
*Coraline* menceritakan kisah Coraline Jones, gadis kecil yang menemukan pintu rahasia menuju dunia paralel yang tampak sempurna. Namun, “ibu” di dunia paralel tersebut menyimpan rahasia mengerikan. Versi *live action* dapat mengeksplorasi sisi gelap cerita dengan lebih mendalam, khususnya sosok “Other Mother” yang menyeramkan. Sutradara seperti Guillermo del Toro atau Jordan Peele dapat menjadi pilihan menarik untuk menggarap proyek ini.
3. Anastasia (1997): Musikal Sejarah yang Menawan
Meskipun bergaya seperti film Disney, *Anastasia* sebenarnya adalah produksi Fox Animation Studios (kini 20th Century Studios). Film ini mengisahkan Anastasia, putri bungsu keluarga Romanov yang kehilangan ingatan setelah melarikan diri dari Revolusi Rusia. Kisah pertemuannya dengan dua penipu yang mencari gadis mirip dirinya untuk mengelabui sang nenek, serta ancaman dari Rasputin, menawarkan alur cerita yang kaya.
Campuran musikal, sejarah, dan fantasi dalam *Anastasia* menjadikannya kandidat kuat untuk diadaptasi menjadi *live action*. Lagu-lagu ikonik seperti “Once Upon a December” dan “Journey to the Past” akan semakin magis dengan aransemen orkestra modern.
4. The Last Unicorn (1982): Dongeng Fantasi dengan Nuansa Gelap
Dibuat oleh Topcraft, studio animasi Jepang yang dianggap sebagai pendahulu Studio Ghibli, *The Last Unicorn* menawarkan cerita dongeng dengan nuansa gelap yang unik. Seekor unicorn yang menyadari dirinya mungkin yang terakhir dari jenisnya memulai petualangan panjang yang penuh dengan pertemuan dengan berbagai makhluk mitos.
Tema kehilangan, keabadian, dan pengorbanan yang terselubung dalam cerita fantasi ini menawarkan kedalaman emosional. Teknik *CGI-live action hybrid* seperti yang digunakan dalam *The Jungle Book* (2016) atau *The Lion King* (2019) dapat menjadi solusi ideal untuk menghidupkan kembali pesona *The Last Unicorn*.
5. Song of the Sea (2014): Dongeng Rakyat Irlandia yang Magis
*Song of the Sea*, film animasi nominasi Oscar 2015 karya Cartoon Saloon, mengadaptasi dongeng rakyat Irlandia menjadi kisah petualangan yang magis dan menyentuh. Gaya animasi 2D dan nuansa melankolisnya menjadikan film ini salah satu animasi non-Disney paling berkesan.
Kisah Ben dan Saoirse, dua bersaudara yang menemukan rahasia mistis keluarga mereka, menawarkan tantangan tersendiri untuk adaptasi *live action*. Menciptakan atmosfer magis dan visual yang memikat, serta menemukan aktor cilik yang mampu memerankan dinamika hubungan kakak-adik yang kompleks, merupakan kunci keberhasilan *remake* ini.
Kelima film di atas membuktikan bahwa dunia *live action* tidak hanya bergantung pada Disney untuk menghadirkan cerita magis dan emosional. Dari petualangan robot raksasa hingga dongeng rakyat Irlandia, semua punya potensi untuk memikat penonton. Menurut Anda, film animasi non-Disney apa lagi yang layak diadaptasi menjadi *live action*?