5 Film yang Jelas Dibuat Hanya Demi Menang Oscar, Tertarik Nonton?

Avatar photo

- Penulis Berita

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:45 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dalam industri perfilman yang kompetitif, tak semua karya sinema diciptakan semata untuk menyentuh hati penonton atau menyampaikan pesan mendalam. Ada kategori film tertentu yang sejak awal dirancang khusus untuk memikat perhatian di musim penghargaan, terutama ajang bergengsi seperti Academy Awards atau yang akrab disebut Oscar. Mereka kerap dibekali formula yang terkesan sempurna: jajaran aktor kelas A, adaptasi kisah nyata yang dramatis, tema-tema berat yang menggugah, serta sinematografi yang memesona dan elegan.

Namun, di balik gemerlap kemasan dan potensi piala, tak jarang film-film ini justru terasa hampa saat ditonton. Ada kesan dibuat-buat atau terlalu memaksakan diri agar terlihat penting, sering kali mengorbankan kedalaman narasi. Fenomena inilah yang dikenal dengan istilah populer “Oscar bait“—karya yang sengaja dikonstruksi untuk memenuhi selera juri, meskipun substansi ceritanya mungkin belum sepenuhnya matang atau autentik.

Meski beberapa “Oscar bait” sukses meraih piala idaman, banyak pula yang justru menuai kritik tajam karena dianggap lebih fokus memburu pujian ketimbang menghadirkan pengalaman sinematik yang utuh dan berkesan. Berikut adalah lima contoh film yang, menurut pandangan kami, terlalu gamblang dalam mengejar Oscar hingga melupakan esensi inti penceritaan.

1. Maestro (2023)

Proyek biopik musikal tentang Leonard Bernstein, Maestro, adalah wujud ambisi besar Bradley Cooper yang digarap selama delapan tahun. Cooper tak hanya menyutradarai, tetapi juga menulis naskah, memproduseri, dan membintangi film ini. Dengan visual yang memanjakan mata, penampilan akting yang kuat, serta niat yang terlihat tulus, sulit untuk menampik kesan kuat “Oscar bait” yang begitu terasa di setiap adegannya.

Meskipun Cooper menunjukkan totalitas luar biasa, tetap ada nuansa bahwa film ini dibangun dengan tujuan utama meraih pengakuan di musim penghargaan. Ironisnya, terlepas dari pujian atas teknis dan kedalaman emosinya, Maestro gagal meraih piala utama di ajang Oscar. Ini menjadi ilustrasi nyata bagaimana obsesi terhadap penghargaan terkadang membuat sebuah film kehilangan sentuhan esensial untuk benar-benar terhubung dengan audiensnya.

2. The Whale (2023)

Brendan Fraser memang berhasil tampil memukau dalam The Whale, mengundang simpati luas dan disebut-sebut sebagai salah satu penampilan comeback paling menyentuh di Hollywood. Namun, di balik akting brilian tersebut, film ini terasa seperti eksploitasi yang terang-terangan terhadap penderitaan karakter utamanya, dirancang khusus untuk memancing empati dan perhatian juri Oscar.

Dengan narasi yang cenderung klise dan gaya penyampaian yang terkesan menghakimi, sutradara Darren Aronofsky terlihat lebih fokus memanipulasi emosi penonton daripada menggali kedalaman karakter dan ceritanya. Meskipun Fraser mendedikasikan emosi yang tulus, keseluruhan film justru terasa hambar, seolah hanya menjual penderitaan tanpa benar-benar menyuarakan empati yang otentik. Sulit untuk menepis pandangan bahwa proyek film drama ini dibuat semata-mata sebagai kendaraan bagi Fraser untuk meraih piala Oscar.

3. Oppenheimer (2023)

Christopher Nolan memang diakui sebagai sutradara visioner dan berbakat, namun film Oppenheimer terasa lebih seperti sebuah upaya kolosal untuk meraih Oscar ketimbang sebuah eksplorasi mendalam tentang sisi kemanusiaan J. Robert Oppenheimer. Meskipun bercita-cita menjadi karya serius yang menyoroti sejarah dan moralitas, film ini justru terasa dangkal dalam menyelami kompleksitas psikologis sang ilmuwan.

Dengan durasi yang panjang dan gaya penceritaan yang dipenuhi efek dramatis, biopik sejarah ini kurang berhasil menyentuh inti batin tokoh utamanya. Padahal, tema sebesar penciptaan bom atom semestinya diolah dengan kedalaman dan refleksi yang lebih kaya. Kendati demikian, berkat basis kisah nyata yang epik dan kemasan yang megah, Oppenheimer berhasil memikat para juri penghargaan dan meraih banyak piala, meskipun esensi makna yang disampaikan terasa kurang menggigit.

4. Pieces of a Woman (2020)

Pieces of a Woman sempat mencuri perhatian publik dan kritikus berkat penampilan luar biasa Vanessa Kirby, khususnya dalam adegan persalinan one-take yang sangat emosional dan intens. Namun, sayangnya, setelah momen pembuka yang begitu mengguncang itu, alur film ini terasa kehilangan arah dan cenderung hanya bertumpu pada kekuatan akting Kirby semata.

Dengan perkembangan cerita yang minim dan fokus yang terus-menerus berputar pada penderitaan tokoh utamanya, film ini kerap terasa hampa. Ada kesan kuat bahwa seluruh drama keluarga ini dibentuk semata untuk memamerkan kapasitas akting yang hebat, bukan untuk menyuguhkan kisah yang benar-benar solid dan berkembang. Karya Kornél Mundruczó ini menjadi ilustrasi lain dari sebuah film yang tampak lebih menyerupai ajang unjuk kebolehan akting demi penghargaan, alih-alih pengalaman sinematik yang menyeluruh dan memuaskan.

5. A Complete Unknown (2024)

Film biopik tentang legenda musik Bob Dylan ini hadir dengan ekspektasi besar, apalagi dengan kehadiran Timothée Chalamet yang memerankan sang ikon. Namun, alih-alih memberikan wawasan baru atau nuansa mendalam tentang kehidupan Dylan, A Complete Unknown justru terjebak dalam naskah yang datar dan penggambaran karakter yang cenderung satu dimensi.

Meskipun Chalamet menampilkan performa yang menjanjikan, terlihat jelas bahwa proyek biopik musisi ini dirancang sebagai formula klasik “Oscar bait“: kisah hidup figur ikonik dengan aktor muda berbakat sebagai daya tarik utamanya. Bukannya menggali esensi jiwa Bob Dylan, film ini hanya menyajikan fragmen-fragmen kisah yang terasa kurang menarik dan membosankan. Apabila tujuannya adalah mendulang nominasi penghargaan, strategi film ini terasa terlalu transparan dan sayangnya, kurang berhasil mencapai tujuannya.

Pada akhirnya, fenomena “Oscar bait” menunjukkan bahwa tidak sedikit film yang diciptakan bukan untuk menyampaikan narasi yang menyentuh jiwa, melainkan lebih dominan untuk mengejar pengakuan dan piala bergengsi. Kombinasi bintang-bintang ternama, kisah nyata yang dramatis, dan akting intens memang bisa menjadi formula yang sangat menggoda. Namun, pertanyaannya tetap sama: apakah semua elemen tersebut cukup jika di balik kemegahannya, cerita yang disajikan terasa hampa dan tanpa jiwa?

Baca juga: 5 Aktor Pemenang Oscar yang Kariernya Langsung Meredup

Berita Terkait

Jangkrik Masuk Rumah? Jangan Dibunuh! Ini Kata Feng Shui & Artinya
Listrik Desa Merata: Janji Prabowo Terangi Indonesia dalam 4 Tahun!
Rinjani: Keindahan Memukau & Bahaya Maut yang Wajib Diketahui!
Charles Oliveira Murka! Balas Sesumbar Topuria: UFC 317 Jadi Saksi!
Cara Membasmi Kecoak dengan Baking Soda
Jaws: Trauma Mengerikan Aktor Cilik di Balik Layar Film Hiu!
Nuklir Iran: Intel AS Akui Gagal, Israel Klaim Kemenangan!
Pasha Ungu Apresiasi Kiesha Alvaro yang Maafkan Dimas Anggara

Berita Terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:45 WIB

5 Film yang Jelas Dibuat Hanya Demi Menang Oscar, Tertarik Nonton?

Jumat, 27 Juni 2025 - 02:50 WIB

Jangkrik Masuk Rumah? Jangan Dibunuh! Ini Kata Feng Shui & Artinya

Jumat, 27 Juni 2025 - 01:05 WIB

Listrik Desa Merata: Janji Prabowo Terangi Indonesia dalam 4 Tahun!

Kamis, 26 Juni 2025 - 17:30 WIB

Rinjani: Keindahan Memukau & Bahaya Maut yang Wajib Diketahui!

Kamis, 26 Juni 2025 - 16:34 WIB

Charles Oliveira Murka! Balas Sesumbar Topuria: UFC 317 Jadi Saksi!

Berita Terbaru

Travel

Liburan Seru & Anti-Mainstream? Cobain Bounce Street Asia!

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:37 WIB

Autos

Mobil Modifikasi vs Pabrik: Kenapa Harga Selisih Jauh?

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:29 WIB

Entertainment

Kevin Woo: Suara Misterius di Balik Lagu Mystery Boys

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:15 WIB

Finance

Aset Rp 1,27 Triliun Diserahkan Kemenkeu: Detailnya di Sini

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:02 WIB