55 Saham Terancam Delisting! Analis Ungkap Strategi Aman untuk Investor

Avatar photo

- Penulis Berita

Selasa, 1 Juli 2025 - 20:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Waspada! 55 Saham Ini Berpotensi Delisting dari BEI per Juni 2025, Investor Harus Cermati Dampaknya

JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali merilis daftar terbaru saham-saham yang terancam dihapus paksa (delisting) dari perdagangan. Per 30 Juni 2025, sebanyak 55 emiten berisiko tinggi menghadapi delisting karena suspensi sahamnya telah berlangsung enam bulan atau lebih, memicu kekhawatiran besar bagi para investor di pasar modal.

Puluhan emiten yang masuk dalam ‘radar merah’ ini mencakup perusahaan-perusahaan dengan kode saham seperti ALMI, ARMY, ARTI, BIKA, BOSS, BTEL, CBMF, COWL, CPRI, DEAL, DUCK, ENVY, ETWA, GAMA, GOLL, HKMU, HOME, HOTL, IIKP, INAF, IPPE, JSKY, KAYU, KBRI, LCGP, LMAS, MABA, MAGP, MKNT, MTRA, NUSA, PLAS, POLL, POOL, POSA, PPRO, PURE, RIMO, SBAT, SIMA, SKYB, SMRU, SRIL, SUGI, TDPM, TECH, TELE, TOPS, TOYS, TRAM, TRIL, TRIO, UNIT, WMPP, dan WSKT. Spektrum sektornya pun sangat luas, meliputi finansial, infrastruktur, konsumer, teknologi, energi, properti, kesehatan, barang dasar, hingga industrial, menunjukkan bahwa risiko ini tidak pandang bulu.

Dari deretan nama tersebut, sorotan tajam tertuju pada PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex. Emiten tekstil raksasa ini telah dinyatakan pailit usai didera gagal bayar utang dan penurunan kinerja signifikan akibat tekanan industri. Menurut Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, kasus SRIL menjadi contoh klasik “forced delisting” di mana sahamnya telah memenuhi syarat untuk dihapus paksa.

Ekky menjelaskan, dalam situasi seperti ini, investor publik, terutama ritel, berada pada posisi paling rentan. Mereka menjadi prioritas terakhir dalam urutan pembagian aset saat likuidasi, setelah para kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Ini berarti potensi kerugian investor sangat besar, sebab *buyback* saham kemungkinan tidak dilakukan mengingat kondisi keuangan perusahaan yang sudah tidak memungkinkan. Saham-saham ini bisa menyusut nilainya mendekati nol dan tidak dapat diperjualbelikan di pasar reguler. Meskipun ada opsi menjual melalui pasar negosiasi, pasar tersebut sangat tidak likuid dan tanpa jaminan adanya pembeli. Bahkan, jika emiten pailit dan asetnya dikuras kurator, pemegang saham publik hampir tidak memiliki prioritas untuk mendapat bagian dari sisa aset tersebut.

Tak hanya swasta, beberapa emiten BUMN atau anak usaha BUMN turut ‘tersangkut’ dalam daftar potensi delisting ini, seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Indofarma Tbk (INAF), dan PT PP Properti Tbk (PPRO). Khusus untuk WSKT, manajemen telah menyiapkan dua rencana restrukturisasi ambisius demi mencabut suspensi sahamnya. Restrukturisasi utang perbankan ditargetkan rampung pada Oktober 2024 dan telah mencapai 100% progres efektif per 17 Oktober 2024. Sementara itu, restrukturisasi utang obligasi ditargetkan tuntas Desember 2025 dengan progres 75% dari empat seri obligasi non-penjaminan yang direstrukturisasi. WSKT sendiri telah disuspensi sejak Mei 2023 akibat gagal bayar empat seri utang obligasi non-penjaminan yang jatuh tempo.

Meskipun demikian, ada beberapa emiten yang berjuang keras untuk lepas dari jerat delisting, layaknya WSKT yang menjalani proses restrukturisasi dengan dukungan pemerintah. Ekky Topan menilai, WSKT masih memiliki peluang lolos dari ancaman delisting jika proses restrukturisasi berjalan lancar dan tepat waktu. Namun, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengingatkan bahwa investor yang ‘nyangkut’ di saham berpotensi delisting berada dalam posisi serba sulit. Peluang kerugian sangat besar, sehingga fokus utamanya adalah meminimalisir kerugian investasi tersebut.

Nafan menambahkan, jika emiten terpaksa delisting, mereka wajib menggelar aksi *buyback*. Namun, bagi emiten yang ingin terbebas dari suspensi, komitmen untuk memperbaiki kinerja fundamental adalah kunci utama. Risiko ‘nyangkut’ di saham terancam delisting memang merupakan bagian tak terpisahkan dari konsekuensi berinvestasi di pasar modal, terutama pada emiten berlikuiditas rendah, utang tinggi, atau kondisi fundamental yang memburuk.

Dari sisi regulasi, BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah menunjukkan transparansi dan keaktifan dalam menyampaikan informasi mengenai emiten berisiko delisting. Daftar emiten potensial delisting yang diperbarui berkala setiap semester menjadi bentuk keterbukaan informasi yang patut dicermati. Meski begitu, upaya edukasi terhadap investor ritel harus terus diperkuat agar mereka lebih memahami risiko pada saham-saham berisiko tinggi. Pasalnya, banyak emiten yang terancam delisting adalah perusahaan yang sudah lama melantai di bursa (IPO) namun mengalami tekanan bisnis dan gagal memenuhi kewajibannya.

Untuk melindungi diri dari potensi kerugian besar, Nafan Aji Gusta menyarankan investor untuk fokus pada saham dengan pertumbuhan kinerja fundamental yang jelas dan konsisten dalam penerapan *Good Corporate Governance* (GCG). Kondisi fundamental yang kuat pada akhirnya akan berkorelasi positif dengan pergerakan harga saham, sehingga investor berpeluang memperoleh keuntungan. Sementara itu, Ekky Topan menekankan pentingnya selektivitas dalam memilih saham. Investor tidak boleh hanya tergiur harga murah atau potensi *rebound* semata, melainkan harus mencermati kondisi keuangan, utang, arus kas, dan catatan dari BEI atas saham yang diminati. Pada akhirnya, kehati-hatian dan pemahaman menyeluruh atas risiko adalah perisai terbaik bagi investor di tengah ketidakpastian pasar.

Berita Terkait

Ada BBRI dan BBCA, Simak Saham-Saham yang Banyak Dijual Asing Kemarin
IHSG Berpeluang Konsolidasi pada Rabu (2/7), Cek Rekomendasi Saham Berikut Ini
Intip Saham-Saham yang Banyak Dikoleksi Asing Saat IHSG Terkoreksi Kemarin
Daftar 52 BUMN yang Dilarang Rombak Direksi oleh Danantara
Saham Pilihan Asing: Daftar Teratas Juli 2025, Potensi Cuan!
The Fed Pangkas Suku Bunga? Dampak Tarif Trump Jadi Penentu!
Garuda Indonesia Catat Kenaikan Pendapatan Operasional di Kuartal 1 2025
Rotasi Sektor 2025: Peluang Investasi Semester II, Investor Wajib Tahu!

Berita Terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 07:18 WIB

Ada BBRI dan BBCA, Simak Saham-Saham yang Banyak Dijual Asing Kemarin

Rabu, 2 Juli 2025 - 06:52 WIB

IHSG Berpeluang Konsolidasi pada Rabu (2/7), Cek Rekomendasi Saham Berikut Ini

Rabu, 2 Juli 2025 - 06:30 WIB

Intip Saham-Saham yang Banyak Dikoleksi Asing Saat IHSG Terkoreksi Kemarin

Rabu, 2 Juli 2025 - 04:11 WIB

Daftar 52 BUMN yang Dilarang Rombak Direksi oleh Danantara

Rabu, 2 Juli 2025 - 03:56 WIB

Saham Pilihan Asing: Daftar Teratas Juli 2025, Potensi Cuan!

Berita Terbaru

Family And Relationships

7 Cara Suami Bisa Bantu Istri Tanpa Diminta tapi Tetap Dihargai, Makin Disayang!

Rabu, 2 Jul 2025 - 07:47 WIB

Food And Drink

6 Peralatan Dapur yang Perlu Diganti Secepatnya

Rabu, 2 Jul 2025 - 07:40 WIB