Pernahkah kamu membayangkan seekor hewan liar yang beraroma persis seperti popcorn hangat yang baru matang dengan mentega? Kenalanlah dengan binturong (Arctictis binturong), mamalia eksotis asal Asia Tenggara yang menyimpan segudang keunikan — dari penampilannya yang menyerupai gabungan beruang dan kucing, hingga bau khasnya yang sangat mirip camilan bioskop.
Binturong, yang kerap dijuluki bearcat, sejatinya bukanlah beruang maupun kucing. Hewan ini termasuk dalam famili Viverridae, satu kelompok dengan musang dan luwak. Tubuhnya tergolong besar, dengan panjang sekitar 60 hingga 90 cm dan berat yang bisa mencapai 36 kg. Seluruh tubuhnya diselimuti bulu hitam tebal, dilengkapi kumis panjang dan ekor yang sangat kuat serta prehensil — berfungsi layaknya “lengan kelima” yang membantunya bergerak lincah di kanopi hutan. Menariknya, hanya ada dua mamalia karnivora yang memiliki ekor prehensil penuh, dan binturong adalah salah satunya.
Habitat alami binturong tersebar tersembunyi di hutan tropis Asia Selatan dan Tenggara, termasuk di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Mereka adalah hewan nokturnal yang sangat aktif di malam hari dan lebih suka tinggal di bagian atas pohon yang rapat (kanopi hutan) untuk menghindari predator sekaligus mencari makan.
Pola makan binturong tergolong omnivora oportunistik, artinya mereka memakan apa saja yang tersedia di lingkungannya. Menu mereka meliputi mamalia kecil, burung, ikan, cacing tanah, serangga, dan berbagai jenis buah-buahan. Di siang hari, binturong akan tidur meringkuk di dahan pohon, lalu saat malam tiba, mereka menjelajahi hutan dengan penglihatan malam yang tajam dan penciuman yang sangat kuat.
Salah satu keunikan paling mencolok dari binturong adalah aroma khasnya yang mengingatkan pada semangkuk popcorn hangat. Banyak peneliti dan pengunjung hutan mengaku mencium aroma popcorn bermetega ketika berada di sekitar binturong. Ternyata, bau unik ini berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline (2-AP) — senyawa yang memang identik dengan aroma yang dihasilkan saat memasak popcorn atau memanggang roti.
Bau ini tidak hanya membuat binturong menjadi spesies yang unik, tetapi juga memiliki fungsi penting dalam komunikasi antar sesama. Melalui kelenjar di bawah ekornya dan urin, binturong menandai wilayahnya di dahan dan daun yang dilalui. Ini menjadi sinyal bagi binturong lain bahwa area tersebut sudah “ditempati”, sekaligus mengirimkan pesan kepada calon pasangan. Menurut sebuah studi tahun 2016 yang dipublikasikan di The Science of Nature, kadar senyawa popcorn ini cenderung lebih tinggi pada binturong jantan, yang mungkin berfungsi untuk menunjukkan status hormonal dan menarik perhatian betina.
Fenomena aroma popcorn tanpa proses pemanasan ekstrem ini membingungkan para ilmuwan. “Bagaimana bisa hewan ini menghasilkan aroma yang identik dengan popcorn, padahal tidak ada proses pemanasan ekstrem dalam tubuh mereka?” tanya Christine Drea, profesor antropologi evolusi di Duke University yang memimpin studi tersebut. Dua hipotesis utama muncul untuk menjelaskan misteri ini: pertama, bau ini mungkin berasal dari makanan tertentu yang dikonsumsi binturong — namun hingga kini belum ditemukan makanan yang secara konsisten menghasilkan aroma tersebut. Kedua, bau ini kemungkinan timbul karena reaksi antara urin binturong dan bakteri tertentu, baik dari kulit atau ususnya. Hipotesis kedua ini dinilai paling mungkin, mengingat bakteri juga diketahui menghasilkan bau khas pada hewan lain.
Sebagai perbandingan, bau kaki anjing seringkali mirip keripik jagung karena adanya bakteri Proteus yang bercampur dengan kelembaban dan ragi di sela-sela jari. Bau ini umumnya tidak berbahaya, kecuali jika berubah menjadi bau keju busuk yang menandakan adanya infeksi.
Binturong bukanlah satu-satunya hewan yang mengandalkan urin sebagai alat komunikasi utama. Banyak spesies lain — mulai dari kucing liar hingga serigala — meninggalkan jejak aroma untuk menyampaikan berbagai informasi penting. Pesan-pesan ini bisa berupa tanda kepemilikan wilayah, peringatan bahaya, sinyal untuk menarik pasangan, atau bahkan menunjukkan kondisi hormonal dan tingkat kesuburan. Dengan indra penciuman yang sangat tajam, hewan-hewan ini dapat memahami pesan dari sesamanya hanya lewat aroma, tanpa harus berhadapan langsung. Hal ini membantu mereka bertahan hidup, menemukan pasangan, atau menghindari konflik yang tidak perlu.
Selain komunikasi melalui bau, binturong juga memiliki simfoni suara di malam hari. Mereka bisa mendengkur, mendesis, bersin, bahkan mengeluarkan suara seperti tertawa kecil ketika sedang santai atau merasa puas. Namun, jika merasa terancam, mereka bisa mengeluarkan jeritan atau raungan keras sebagai peringatan atau bentuk pertahanan diri. Meskipun terkesan menyeramkan, binturong sebenarnya bukan hewan agresif. Mereka cenderung soliter dan pemalu, lebih suka menjauh dari manusia dan menghindari konflik.
Sayangnya, binturong kini masuk dalam daftar hewan yang terancam punah. Ancaman utama bagi kelangsungan hidup mereka adalah hilangnya habitat akibat deforestasi, perburuan liar, dan perdagangan satwa eksotis. Keberadaan mereka sangat penting dalam ekosistem karena binturong berperan sebagai agen penyebar biji-bijian dari buah yang mereka makan, sehingga berkontribusi vital dalam regenerasi hutan tropis. Memahami keunikan mereka, mulai dari bau khas hingga perilaku sosial dan perannya di alam, bukan hanya soal kekaguman, tetapi juga menjadi bentuk kesadaran akan pentingnya konservasi satwa liar.
Bagi para peneliti, binturong masih menyimpan banyak misteri, terutama soal bagaimana mereka bisa menghasilkan bau yang seharusnya hanya muncul saat proses memasak. Bagi kita, hewan ini adalah pengingat bahwa alam semesta ini penuh kejutan, bahkan dari aroma yang tak kita sangka berasal dari makhluk liar di rimba.