Kekalahan Telak Inter Milan di Final Liga Champions, Giovanni Capuano Sebut sebagai “Penghinaan Olahraga”
Ragamharian.com – Panggung akbar final Liga Champions 2024-2025 yang dihelat di Allianz Arena, Munich, pada Sabtu (31/5/2025) malam waktu setempat atau Minggu dini hari WIB, berakhir tragis bagi Inter Milan. Wakil Italia itu harus menelan kekalahan memalukan 0-5 dari Paris Saint-Germain (PSG), sebuah hasil yang memicu gelombang kritik tajam, salah satunya dari pengamat sepak bola Italia terkemuka, Giovanni Capuano.
Pertandingan puncak tersebut tak hanya menjadi mimpi buruk bagi skuad asuhan Simone Inzaghi, tetapi juga menorehkan rekor kelam dalam sejarah kompetisi. Kekalahan 0-5 ini tercatat sebagai kekalahan terburuk dalam sejarah final Liga Champions, sekaligus menjadikan Inter sebagai tim pertama yang kebobolan lima gol di partai puncak sejak format Piala Champions berubah menjadi Liga Champions.
Melalui akun media sosialnya, Capuano tak segan melontarkan kecaman keras terhadap performa *Nerazzurri*. Ia menyebut kekalahan Inter Milan sebagai “penghinaan olahraga,” sebuah pelajaran tanpa banding yang harus diterima klub. “Itu adalah penghinaan olahraga, sebuah pelajaran tanpa banding,” tulis Capuano dengan tegas di platform X (sebelumnya Twitter), menggambarkan betapa parahnya kekalahan tersebut.
Menurut pandangannya, Inter Milan datang ke laga terpenting musim ini dalam kondisi yang jauh dari ideal. Capuano menilai para pemain tampak kelelahan total, sehingga PSG dapat dengan mudah mendominasi pertandingan. “Inter datang ke malam terbesar dalam hidup mereka dalam keadaan kelelahan total. PSG menang dengan mudah, seakan bermain-main,” imbuhnya, menyoroti perbedaan mencolok dalam kondisi fisik dan mental kedua tim.
Meskipun secara keseluruhan musim Inter Milan tetap dianggap sebagai pencapaian hebat, terutama dengan keberhasilan mereka menembus final Eropa dan capaian domestik, Capuano menegaskan bahwa kekalahan telak dari PSG akan meninggalkan luka yang mendalam. Baginya, masalahnya bukan soal nihil gelar, melainkan “puing-puing yang ditinggalkan oleh malam di Munich,” merujuk pada dampak psikologis dan struktural dari kekalahan telak tersebut.
Dominasi PSG dalam final Liga Champions itu memang tak terbantahkan. Mereka membuka keunggulan melalui Achraf Hakimi pada menit ke-12, yang kemudian digandakan oleh talenta muda Prancis, Desire Doue, delapan menit berselang. Doue kembali mencatatkan namanya di papan skor pada menit ke-63, sebelum Khvicha Kvaratskhelia dan pemain pengganti Senny Mayulu menambah dua gol lagi, menyempurnakan kemenangan telak *Les Parisiens* dengan skor akhir 5-0.
Kemenangan bersejarah ini menjadi yang pertama bagi PSG di ajang Liga Champions, sekaligus mengakhiri penantian panjang klub milik Nasser Al-Khelaifi untuk mengangkat trofi paling bergengsi di level antarklub Eropa. Sementara itu, kritik tajam Capuano tak hanya mewakili kekecewaannya pribadi, tetapi juga mencerminkan perasaan serupa yang dirasakan oleh banyak *tifosi* dan pengamat di Italia.
Inter Milan, yang telah dua kali mencapai final Liga Champions dalam tiga musim terakhir namun selalu gagal membawa pulang trofi, kini menghadapi tantangan besar. Capuano menutup kritiknya dengan menekankan bahwa untuk kembali bersaing di level tertinggi, Inter harus segera membangun kembali—baik secara mental maupun teknis—dari “reruntuhan malam” yang memilukan di Munich. Malam itu bukan hanya kekalahan, melainkan sebuah panggilan untuk evaluasi dan perubahan mendalam.