Ragamharian.com – Harga minyak mentah global menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 2 persen pada hari Rabu (25/6). Lonjakan ini utamanya dipicu oleh penilaian investor terhadap stabilitas gencatan senjata yang terjadi antara Iran dan Israel, serta kuatnya ekspektasi pasar akan potensi pemotongan suku bunga acuan di Amerika Serikat dalam waktu dekat.
Menurut laporan Reuters, harga minyak mentah berjangka jenis Brent melonjak USD 1,31, setara dengan 2 persen, mencapai level USD 68,45 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga mengalami kenaikan sebesar USD 1,24 atau 1,9 persen, ditutup pada angka USD 65,61 per barel.
Sebelum kenaikan ini, harga minyak Brent tercatat di level terendah pada penutupan perdagangan hari Selasa (24/6), tepat sebelum serangan mendadak Israel terhadap fasilitas militer dan nuklir utama Iran pada 13 Juni. Namun, setelah insiden serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran pada akhir pekan lalu, harga minyak mentah justru melambung tinggi, mencapai puncaknya dalam lima bulan terakhir.
Kenaikan harga minyak juga tidak lepas dari ekspektasi kebijakan moneter AS. Suku bunga yang lebih rendah secara umum memang dikenal sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan minyak global. Malam sebelumnya, serangkaian data ekonomi makro dari AS dirilis, termasuk data kepercayaan konsumen yang mengindikasikan potensi pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Indikasi tersebut semakin memperkuat proyeksi pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat pada tahun ini. Lebih lanjut, kontrak berjangka di pasar keuangan telah mencerminkan proyeksi pelonggaran suku bunga hingga hampir 60 basis poin yang diperkirakan akan terjadi pada bulan Desember.
Sebelumnya, kedua belah pihak, baik Iran maupun Israel, telah memberikan sinyal bahwa konflik udara di antara mereka telah mereda, setidaknya untuk sementara waktu. Perkembangan ini terjadi setelah Donald Trump secara terbuka memberikan teguran kepada kedua negara tersebut atas pelanggaran gencatan senjata yang telah disepakati.
Meskipun ada indikasi meredanya tensi, kekhawatiran terkait pasokan minyak dari Timur Tengah belum sepenuhnya sirna. Analis dari ING menyatakan dalam catatan mereka, “Meskipun kekhawatiran mengenai pasokan Timur Tengah telah berkurang untuk saat ini, kekhawatiran tersebut belum sepenuhnya hilang, dan masih ada permintaan yang lebih kuat untuk pasokan segera.” Hal ini menunjukkan bahwa pasar masih sensitif terhadap dinamika geopolitik di kawasan tersebut.
Ke depan, harga minyak diperkirakan akan cenderung terkonsolidasi, bergerak di kisaran USD 65-70 per barel. Konsolidasi ini diprediksi terjadi seiring dengan penantian para pelaku pasar terhadap rilis lebih banyak data ekonomi makro dari Amerika Serikat dalam pekan ini, serta antisipasi terhadap keputusan suku bunga dari Federal Reserve.
Selain itu, perhatian investor juga tertuju pada data pemerintah AS terkait persediaan minyak mentah domestik dan bahan bakar yang akan segera diumumkan. Sebagai indikasi awal, American Petroleum Institute (API) sebelumnya telah memperkirakan bahwa data industri akan menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah AS sebanyak 4,23 juta barel untuk pekan yang berakhir pada 20 Juni.