OTORIDER – Saat di lintasan balap, motor melaju kencang di jalur lurus dan harus melakukan pengereman kuat serta deselerasi saat hendak memasuki tikungan.
Penunggang motor melakukan penurunan gigi transmisi untuk membantu pengereman. Namun, putaran roda yang cepat, membuat mesin meraung untuk menyesuaikan putaran yang disalurkan oleh rantai dari roda.
Efeknya, roda belakang malah seperti terkunci karena tertahan sesaat oleh putaran mesin, sehingga menyulitkan penunggangnya.
Terutama pada motor dengan mesin empat langkah yang efek engine brakingnya lebih besar dibandingkan mesin dua langkah.
Hal lain yang bisa terjadi adalah mesin yang over-revving alias berputar terlalu cepat, terdorong putaran roda.
Dikhawatirkan, kondisi ini lama-kelamaan akan merusak komponen transmisi.
Slipper Clutch ini, diperkenalkan Honda pada tahun 1982 di Daytona, Amerika Serikat di motor FWS1000, meski dianggap gagal karena membuat kopling cepat aus.
Kemudian di tahun yang sama digunakan pada Honda 750 Interceptor di ajang Superbike. Cara kerjanya cukup sederhana, yaitu mengurangi friksi kampas kopling ketika terjadi engine brake.
Hingga kini penerapan Slipper Clutch itu tak hanya pada motor berkapasitas besar, tetapi juga di mesin kecil yang berkapasitas 150cc maupun 250cc.
“Perangkat itu sama dengan yang digunakan pada CBR250RR tahun 2020,” ujar Endro Sutarno, mantan Technical Service Division, di PT Astra Honda Motor, beberapa waktu lalu.
Jadi, rumah koplingnya sedikit berbeda dengan model konvensional, pada Slipper Clutch, ada bagian yang bisa memberi jarak tambahan pada kampas kopling, sehingga tak bergesekan terlalu kuat, sehingga ada efek loss pada roda belakang.
Dengan begitu, saat engine brake kuat, roda belakang tidak tertahan dan meniadakan efek roda terkunci saat penurunan gigi secara ekstrem. Dengan begitu, efek bodi membuang ke samping bisa dihilangkan dan pengendara akan lebih aman. (*)