Ragamharian.com , JAKARTA — Harga minyak dunia menguat hampir 1% didorong oleh data pemerintah AS yang menunjukkan permintaan energi domestik yang kuat serta evaluasi pasar terhadap stabilitas gencatan senjata antara Iran dan Israel.
Berdasarkan data Reuters pada Kamis (26/6/2025), harga minyak Brent untuk kontrak pengiriman terdekat naik 54 sen atau 0,8% menjadi US$67,68 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 55 sen atau 0,9% ke level US$64,92 per barel. Keduanya berhasil memangkas sebagian dari pelemahan 13% yang terjadi pada awal pekan.
Harga minyak sempat anjlok setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata pada Selasa lalu, yang meredakan kekhawatiran terhadap gangguan pasokan dari kawasan Timur Tengah. Brent ditutup di level terendah sejak 10 Juni dan WTI menyentuh titik terendah sejak 5 Juni.
: Menko Airlangga Makin Intens Pelototi Harga Minyak Dunia
Sebelumnya, pasar minyak sempat reli tajam setelah serangan mendadak Israel terhadap fasilitas militer dan nuklir Iran pada 13 Juni. Harga melonjak ke posisi tertinggi dalam lima bulan setelah AS ikut menyerang fasilitas nuklir Iran akhir pekan lalu.
“Meski kekhawatiran soal pasokan dari Timur Tengah saat ini mereda, ancaman tersebut belum sepenuhnya hilang. Pasar masih menunjukkan permintaan yang kuat untuk pasokan segera,” tulis analis ING dalam catatan kepada klien.
: : Harga Minyak Mentah Jeblok setelah Iran-Israel Sepakati Gencatan Senjata
Kenaikan harga juga ditopang oleh data mingguan pemerintah AS yang dirilis Rabu. Data tersebut menunjukkan penurunan signifikan pada persediaan minyak mentah, bensin, dan distilat.
Stok minyak mentah AS dilaporkan turun 5,8 juta barel, jauh lebih besar dari proyeksi analis dalam jajak pendapat Reuters yang hanya memperkirakan penurunan 797.000 barel.
Stok bensin secara mengejutkan juga turun sebesar 2,1 juta barel, padahal pasar memperkirakan kenaikan 381.000 barel. Penurunan ini seiring dengan lonjakan pasokan bensin ke pasar—indikator permintaan—ke level tertinggi sejak Desember 2021.
Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group mengatakan, pasar melihat penurunan besar di semua kategori. Laporan tersebut dapat mengalihkan fokus pasar kembali ke dinamika pasokan dan permintaan dalam negeri AS, bukan hanya isu geopolitik.
Sementara itu, sejumlah data makroekonomi AS yang dirilis semalam, termasuk data kepercayaan konsumen, menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, yang memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve tahun ini.
Analis pasar independen Tina Teng menyebut harga minyak kemungkinan akan berkonsolidasi di kisaran US$65–US$70 per barel dalam waktu dekat, sembari menunggu rilis data ekonomi AS berikutnya dan keputusan suku bunga The Fed.
Pasar kini memperkirakan kemungkinan besar The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada September, yang secara historis akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.