Narkoba Rambah Ibu Rumah Tangga: Motif Ekonomi & Kisah Pilu

Avatar photo

- Penulis Berita

Senin, 30 Juni 2025 - 00:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berikut adalah artikel yang telah ditingkatkan:

Jerat Narkoba: Menguak Tren Ibu Rumah Tangga Jadi Kurir dan Motif di Baliknya

Badan Narkotika Nasional (BNN) baru-baru ini menyoroti fenomena yang mengkhawatirkan: semakin banyaknya ibu rumah tangga yang terjerat sebagai kurir oleh sindikat narkoba. Apa motif di balik tren ini? Jawabannya seringkali bermuara pada tekanan ekonomi yang mencekik. Rieka Merdeka Wati, seorang narapidana kasus narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Padang, dengan gamblang mengungkapkan alasannya: “Saya harus menafkahi anak, orang tua dan adik saya. Kalau bukan karena tuntutan ekonomi, saya tidak mau melakukan ini.”

Rieka, perempuan berusia 39 tahun yang diringkus pada 2020 setelah kedapatan membawa paket metamfetamina alias sabu-sabu, bukanlah satu-satunya. Kasusnya mencerminkan realitas pahit di banyak penjuru negeri. Menurut Kepala LPP Padang, Susi Pohan, mayoritas dari 200 narapidana perempuan di lapasnya, atau sekitar 70%, terjerat kasus narkotika, dan kebanyakan dari mereka adalah ibu rumah tangga yang tergiur pendapatan instan.

Melonjaknya Keterlibatan Ibu Rumah Tangga dalam Sindikat Narkoba

Kepala BNN, Marthinus Hukom, menegaskan bahwa modus operandi sindikat narkoba kini “telah merambah dan memperdaya” para perempuan, khususnya ibu rumah tangga, sebuah perkembangan yang menurutnya “harus menjadi perhatian.” Angka penangkapan BNN antara April dan Juni tahun ini menunjukkan 29 dari 285 tersangka pengedar narkotika adalah perempuan, dengan mayoritas berstatus ibu rumah tangga.

Data BNN semakin menguatkan tren ini. Pada 2022, hanya 10 dari total 1.181 tersangka narkotika adalah ibu rumah tangga. Jumlah ini melonjak menjadi 36 dari 1.422 tersangka pada 2023, dan terus meningkat menjadi 39 dari 1.315 tersangka pada 2024. Kepala Biro Humas dan Protokol BNN, Sulistyo Pudjo Hartono, bahkan meyakini bahwa angka tersebut hanyalah “puncak gunung es.” “Kita sudah berkeliling di Indonesia. Di banyak daerah, banyak sekali pengedar kecil yang merupakan ibu rumah tangga,” ungkap Sulistyo.

Iming-iming Uang Fantastis dan Strategi Licik Sindikat

Sulistyo menjelaskan, para perempuan sering kali direkrut sebagai kurir kecil dan pengangkut narkoba karena dianggap memiliki “faktor keuntungan” dalam mengelabui petugas. Mereka dianggap tidak mencurigakan, dan sulit bagi petugas laki-laki untuk menggeledah perempuan, apalagi jika mereka membawa anak.

Iming-iming uang yang besar menjadi daya tarik utama. Rieka, misalnya, mengaku bisa mendapatkan Rp6,5 juta untuk setiap 10 gram sabu yang berhasil ia berikan kepada pelanggan. Angka ini sangat menggiurkan, mengingat upah minimum kota Padang tahun ini hanya sekitar Rp3 juta. Kasus serupa terjadi pada 21 Juni lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara, di mana empat ibu rumah tangga ditangkap karena direkrut membawa narkoba dari Malaysia ke Indonesia dengan upah fantastis, sekitar Rp30 juta hingga Rp40 juta sekali antar.

Namun, tidak semua perempuan hanya berperan sebagai kurir kecil. Sulistyo menambahkan, ada pula perempuan yang menjadi bandar kelas kakap, seperti Dewi Astutik, buronan BNN dan Polri yang diduga menjadi otak penyelundupan dua ton sabu-sabu di perairan Kepulauan Riau.

Jeratan Asmara dan Kerentanan Sosial Ekonomi

Meskipun motif ekonomi mendominasi, fenomena keterlibatan perempuan dalam jaringan peredaran narkotika bukanlah hal baru. LBH Masyarakat telah lama mencermati pola berulang di mana perempuan dari latar belakang ekonomi lemah, yang merupakan pengasuh utama anak-anak, direkrut atau dimanfaatkan dalam posisi rentan. Kiki Mariani Situmorang, staf divisi Riset dan Program LBH Masyarakat, menyoroti bahwa perempuan sering dipilih karena dianggap “tidak mencurigakan, patuh, dan lebih mudah ditekan.” Penelitian LBH Masyarakat tahun 2019 terhadap 307 perempuan di penjara karena narkotika menunjukkan 82% mempunyai anak dan 83% adalah pengasuh utama sebelum ditangkap.

Selain itu, faktor relasi romantis yang timpang juga menjadi pintu masuk jeratan sindikat. Kiki menyebut 27% responden penelitian LBH Masyarakat tahun 2019 mengaku terlibat karena pengaruh pasangan. Modus ‘cinta’ ini semakin canggih, seperti diceritakan oleh Staf Penanganan Kasus LBH Masyarakat, Awaludin Muzaki. Ia mendampingi seorang ibu rumah tangga berusia 59 tahun yang diperdaya oleh seseorang yang mengaku warga AS dari Brasil. Setelah terjalin asmara, korban diiming-imingi uang hingga dibiayai tiket pesawat dan hotel di Brasil. Namun, bukannya bertemu kekasih, ia malah diberi koper berisi baju yang ternyata berlapis kokain.

Koordinator Persatuan Perempuan Residivis Indonesia (PPRI), Nofia Erizka Lubis, mengamini bahwa pasangan, terutama suami yang sudah lebih dulu terjerat atau tertangkap, sering mendorong istri untuk melanjutkan. Nofia menyebut ini sebagai “korban perasaan” atau modus cinta, terutama jika ada faktor adiksi yang menciptakan hubungan toksik. Namun, ia juga memberikan pandangan bernuansa: “Pemain narkoba tidak ada yang lugu. Ketika dia berhadapan dengan hukum, dia tentu akan [berlagak] selugu mungkin,” mengisyaratkan bahwa tidak semua sepenuhnya korban tak berdaya.

Kebutuhan Regulasi Sensitif Gender dan Pendekatan Pemulihan

Fenomena ini juga menyoroti kerentanan perempuan di Indonesia yang masih menghadapi diskriminasi baik secara struktur sosial politik maupun di mata hukum. Anggota Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan perhatian terhadap tren ini, menegaskan perempuan rentan menjadi sasaran kejahatan tertentu.

Kiki dari LBH Masyarakat menambahkan bahwa perempuan kerap dijerat pidana berat meski peran mereka kecil, karena “posisi sosialnya yang tidak mencurigakan, serta lemahnya perlindungan hukum bagi perempuan dalam relasi kuasa yang tidak seimbang.” Oleh karena itu, LBH Masyarakat mendesak regulasi narkotika yang lebih sensitif gender, berfokus pada pemulihan (rehabilitasi) dan perlindungan, bukan semata-mata penghukuman.

Harga yang Harus Dibayar: Penderitaan dan Penyesalan

Pada akhirnya, iming-iming uang dan janji manis dari sindikat narkoba hanya berujung pada penderitaan dan penyesalan mendalam. Silvi Agustina, yang bebas pada Februari 2018 setelah delapan tahun dipenjara karena mengedarkan narkoba, merasakan betul dampaknya. “Yang menanggung risiko itu bukan cuma kita, melainkan keluarga kita,” ujarnya.

Ia bercerita bagaimana ibunya harus membesarkan anaknya dan menghadapi pertanyaan guru tentang keberadaan ibunya. Silvi juga harus merelakan satu anaknya dibesarkan oleh mantan suaminya demi kebaikan sang anak. Risiko ini juga dialami Rieka di Padang. Ia harus berbohong kepada anaknya yang masih kelas 5 SD bahwa ia bekerja di luar kota. Kini, anaknya irit berbicara, dan Rieka menduga ia sudah tahu kebenarannya. Lebih pedih lagi, saat ia di penjara, ayahnya meninggal dunia dan ibunya mengalami stroke, padahal ia mencari uang untuk membiayai mereka. Ia tidak bisa mengantar sang ayah ke pemakaman.

Namun, ada harapan di ujung terowongan. Masa hukuman Rieka hampir selesai, dan ia dijadwalkan bebas akhir 2025. Kapok dengan pengalaman pahit ini, ia berjanji tidak akan lagi berurusan dengan narkoba. “Kalau sudah keluar nanti, saya tidak mau lagi berurusan dengan yang namanya narkoba. Saya berencana akan membuat usaha menjahit saja,” pungkasnya, menegaskan tekad untuk memulai hidup baru yang lebih baik.

*Liputan ini turut dikontribusikan oleh Wartawan Halbert Chaniago dari Padang.*

Baca juga:
* Bagaimana serial Breaking Bad menginspirasi gembong narkoba yang punya ‘hubungan asmara’ dengan kepala lapas
* Terpidana mati kasus narkotika Mary Jane Veloso tiba di Filipina – ‘Saya berharap Presiden Marcos memberi grasi’
* BNN Aceh periksa kuliner yang dicurigai pakai ganja – Bagaimana sejarah ganja dalam hidangan tradisional Aceh?

Baca juga:
* Nasib istri merayakan Lebaran tanpa suami yang ‘disandera’ di Myanmar – ‘Dia dipukuli saat malam takbiran’
* Gembong narkoba Fredy Pratama diburu Polri: Di mana dia bersembunyi dan mengapa sulit ditangkap?
* Kisah aktris Bollywood yang dijebak sebagai pengedar narkoba

Baca juga:
* Euforia bisnis ganja di Thailand: ‘Sudah ada regulasi tapi penegakannya serampangan’
* Jaksa peras keluarga tersangka narkoba, ICJR sebut kasus penyalahgunaan narkotika sudah lama jadi ‘ladang uang’ aparat
* Mantan napi kasus narkoba mengaku korban penjebakan polisi : ‘Seolah-olah saya yang menemukan sabu, padahal aslinya tidak begitu’

Berita Terkait

Ramalan Zodiak Selasa, 1 Juli 2025: Capricorn, Aquarius, Pisces
Gempi Sudah Akrab dengan Kekasih Baru Gisel, Gading Marten Beri Syarat Tegas
RK-Atalia Mendadak Unggah Momen Mesra Sukses Buat Netizen Baper
5 Arti Mimpi Merenovasi Rumah Bersama Pasangan, Pertanda Baik atau Sebaliknya?
Rutinitas Kecantikan untuk Mama yang Sibuk, Bisa Dicoba!
Atalia Praratya & Ridwan Kamil: Kemesraan Kembali Setelah Masa Sulit
Olla Ramlan Pacari Berondong? Ini Pengakuannya yang Bikin Heboh!
Zodiak Libra, Scorpio, Sagitarius: Ramalan Senin 30 Juni 2025, Hari Baik!

Berita Terkait

Senin, 30 Juni 2025 - 15:04 WIB

Ramalan Zodiak Selasa, 1 Juli 2025: Capricorn, Aquarius, Pisces

Senin, 30 Juni 2025 - 12:16 WIB

Gempi Sudah Akrab dengan Kekasih Baru Gisel, Gading Marten Beri Syarat Tegas

Senin, 30 Juni 2025 - 12:09 WIB

RK-Atalia Mendadak Unggah Momen Mesra Sukses Buat Netizen Baper

Senin, 30 Juni 2025 - 06:33 WIB

5 Arti Mimpi Merenovasi Rumah Bersama Pasangan, Pertanda Baik atau Sebaliknya?

Senin, 30 Juni 2025 - 04:48 WIB

Rutinitas Kecantikan untuk Mama yang Sibuk, Bisa Dicoba!

Berita Terbaru

Entertainment

Teuku Ryan & Olla Ramlan Foto Bersama: Syamsir Alam Ikut Berkomentar!

Senin, 30 Jun 2025 - 16:21 WIB

Entertainment

Cate Blanchett & Squid Game Amerika: Kejutan atau Kebetulan?

Senin, 30 Jun 2025 - 15:53 WIB

Entertainment

Inul Daratista Bongkar Kebiasaan Manja Adam Suseno Saat di Rumah!

Senin, 30 Jun 2025 - 15:39 WIB