Prabowo Dorong Swasembada Energi dalam 6 Tahun: Indonesia Butuh 100 GWh Kapasitas Baterai
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menegaskan visi ambisiusnya bagi Indonesia: mencapai swasembada energi dalam kurun waktu lima hingga enam tahun mendatang. Kunci utama untuk mewujudkan target tersebut adalah pengembangan kapasitas produksi baterai yang masif, dengan kebutuhan mencapai 100 Gigawatt per hour (GWh).
Visi strategis ini disampaikan oleh Prabowo saat memimpin acara peletakan batu pertama (groundbreaking) Proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi Antam-IBC-CBL di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, pada Minggu (29/6). Dalam kesempatan tersebut, ia menunjukkan keyakinannya terhadap potensi bangsa untuk mandiri energi.
“Saya diberitahu oleh para pakar bahwa bangsa kita ini sungguh-sungguh bisa swasembada energi. Dan hitungan saya tidak lama, tidak lama. Lima tahun, paling lambat enam tahun, kita bisa swasembada energi,” tegas Prabowo, menggarisbawahi urgensi dan optimisme pemerintah.
Untuk mencapai kemandirian energi, Prabowo menggarisbawahi pentingnya menggenjot energi listrik, khususnya dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pemanfaatan PLTS secara optimal sangat bergantung pada teknologi Battery Energy Storage System (BESS) sebagai penopang utama untuk menyimpan dan mendistribusikan energi.
Proyek ekosistem baterai terintegrasi yang diresmikan ini merupakan kolaborasi strategis antara PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Indonesia Battery Corporation (IBC), dan Konsorsium CATL Brunp dan Lygned (CBL), yang merupakan anak perusahaan dari raksasa baterai global Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL).
Pada fase pertama, pabrik ini direncanakan memulai produksi 6,9 GWh pada tahun 2026 dan akan mencapai kapasitas penuh 15 GWh pada tahun 2028. Baterai yang dihasilkan tidak hanya diperuntukkan bagi kendaraan listrik, tetapi juga vital untuk mendukung panel Surya (Solar PV), menunjukkan diversifikasi aplikasi teknologi baterai ini.
Meski demikian, Prabowo menggarisbawahi bahwa kapasitas proyek ini perlu dilipatgandakan secara signifikan untuk mencapai target nasional. “Kita butuh, kalau tidak salah para pakar laporan ke saya, untuk benar-benar mandiri kita perlu mungkin 100 gigawatt. Berarti mungkin proyek ini harus dilipatgandakan,” ungkap Prabowo, seraya menambahkan optimisme bahwa Indonesia mampu mewujudkan kebutuhan kapasitas baterai yang jauh lebih besar ini demi kedaulatan energi.
Proyek ini juga menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam menggenjot industri hilirisasi, sebuah strategi penting yang dinilai Prabowo sebagai salah satu kunci pembangunan bangsa. Ia menegaskan bahwa cita-cita hilirisasi telah menjadi aspirasi luhur sejak era Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, dan terus diperjuangkan oleh para pemimpin berikutnya sebagai fondasi kemajuan ekonomi nasional.