JAKARTA – Pasar saham Indonesia diproyeksikan akan mengalami dorongan signifikan pada paruh kedua tahun 2025, demikian ungkap Grow Investments, perusahaan aset manajemen terkemuka. Optimisme ini didasari oleh serangkaian sentimen pasar yang positif, baik dari kancah global maupun domestik, dengan beberapa sektor unggulan yang menjadi fokus utama.
Menurut Yenwy Wongso, President Director Grow Investments, dorongan utama bagi pasar saham Indonesia di paruh kedua 2025 akan datang dari sejumlah faktor, terutama dari luar negeri. Salah satu pendorong utamanya adalah proyeksi penurunan suku bunga The Fed. Alasan di balik potensi langkah The Fed ini adalah ekonomi AS yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan, dengan data di sektor-sektor kunci seperti perumahan dan ketenagakerjaan yang berada di bawah ekspektasi pasar. Kondisi ini memicu kebutuhan akan stimulus, yang salah satunya dapat berupa kebijakan suku bunga yang lebih longgar.
Selain itu, meredanya ketegangan geopolitik global, khususnya di Timur Tengah dengan gencatan senjata antara Iran dan Israel, turut menciptakan iklim yang lebih kondusif. Sentimen positif juga datang dari adanya kesepakatan perdagangan terkait kebijakan tarif impor AS, yang dipercaya dapat meredakan ‘perang dagang’ dan menstabilkan pasar global.
Dari ranah domestik, prospek pasar saham Indonesia diperkuat oleh potensi aliran likuiditas pasar yang signifikan. Hal ini seiring dengan jatuhnya tempo Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Lebih lanjut, belanja pemerintah yang masif, seperti program perumahan rakyat (public housing) dan inisiatif makan bergizi gratis, diharapkan memberikan efek berganda (multiplier effect) yang positif bagi perekonomian. “Ini diharapkan memberikan *multiplier effect*,” ungkap Yenwy dalam acara *market outlook* pada Rabu (2 Juli 2025).
Di tengah optimisme pertumbuhan pasar saham Indonesia pada paruh kedua 2025 ini, Grow Investments telah mengidentifikasi beberapa sektor saham yang patut dicermati.
Salah satu sektor unggulan yang menjadi perhatian utama adalah sektor kesehatan. Faktor pendorongnya adalah penundaan implementasi fitur *co-payment* atau pembagian risiko pada produk asuransi kesehatan. Mekanisme *co-payment* ini sebelumnya dikhawatirkan dapat memengaruhi tingkat kunjungan pasien ke rumah sakit, yang pada gilirannya berdampak pada pendapatan dan laba emiten saham di bidang kesehatan. “Jadi, sektor kesehatan masih defensif dan berkinerja positif,” jelas Yenwy.
Selain sektor kesehatan, Grow Investments juga menyoroti sektor konsumer mass market. Sektor ini diproyeksikan tumbuh kuat, tidak hanya karena potensi penurunan suku bunga acuan yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi juga berkat dorongan stimulus dari pemerintah.
Andrew Handaya, Director of Business Development Grow Investments, menambahkan bahwa pasar saham Indonesia memang akan mendapatkan dorongan signifikan dari proyeksi penurunan suku bunga acuan, baik dari The Fed maupun Bank Indonesia, yang diperkirakan terjadi setidaknya dua kali dalam sisa tahun ini. Menggarisbawahi pendekatan strategis mereka, Andrew menyatakan, “Kami *cautiously optimistic* ke pasar saham. Optimis dengan tetap berhati-hati, sambil memantau peluang yang ada.”
***
*Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. RAGAMHARIAN.COM tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.*