Tentu, berikut adalah artikel berita yang telah ditingkatkan:
*
Putusan MK Wajibkan Sekolah Gratis SD-SMP: Pemerintah Kaji Implikasi, Berbagai Pihak Buka Suara
Ragamharian.com, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan penting yang mewajibkan penyelenggaraan pendidikan dasar secara gratis, mencakup jenjang SD hingga SMP, baik di sekolah negeri maupun swasta. Keputusan ini, yang diumumkan pada Selasa, 27 Mei 2025, segera menuai beragam respons, sementara pihak pemerintah masih menunggu kajian mendalam untuk menentukan langkah selanjutnya.
Putusan bernomor 3/PUU-XXII/2024 ini mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Mereka sebelumnya menggugat Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang dinilai membatasi pembiayaan hanya untuk sekolah negeri. MK berpandangan bahwa pembatasan tersebut menciptakan kesenjangan akses dan menegaskan kewajiban konstitusional negara untuk membiayai pendidikan dasar tanpa diskriminasi, sesuai amanat Pasal 31 ayat (2) UUD 1945.
Menanggapi putusan MK ini, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengakui bahwa pihaknya belum mempelajari secara rinci isi putusan tersebut. Hasan, usai acara Public Hearing pada Rabu, 28 Mei 2025, menyatakan bahwa pemerintah akan menentukan sikap setelah memahami implikasi penuh dari kebijakan tersebut, menunggu arahan langsung dari Presiden. Senada, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq juga mengungkapkan bahwa kementeriannya masih mengkaji keputusan tersebut dan belum menerima salinan resmi. Fajar menekankan bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah, mengingat sifatnya yang konkuren.
*
Berbagai Tanggapan dari Pihak Terkait
Keputusan yang monumental ini tak lepas dari kekhawatiran, terutama terkait kemampuan anggaran negara. Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyatakan keprihatinan serius bahwa negara mungkin tidak sanggup menanggung beban finansial dari pembiayaan pendidikan dasar secara menyeluruh, termasuk untuk sekolah swasta. Menurut Sarmuji, anggaran pendidikan sangat luas dan rumit, sehingga pembiayaan penuh akan menjadi “sesuatu yang tidak mudah”. Ia juga menyuarakan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap partisipasi masyarakat, khususnya organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, yang memiliki banyak lembaga pendidikan swasta. Meskipun demikian, Sarmuji mengakui sifat final dan mengikat putusan MK tersebut.
Berbeda dengan kekhawatiran anggaran, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) justru mendesak pemerintah untuk segera mengakomodasi putusan ini. Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, menegaskan bahwa putusan ini harus menjadi bagian substansi dalam revisi Undang-Undang Sisdiknas yang sedang berjalan, termasuk pengaturan jelas mengenai pembagian pembiayaan antara pemerintah pusat dan daerah. KPAI juga menekankan pentingnya menghitung ulang “unit cost” biaya pendidikan per anak agar memadai untuk layanan pembelajaran dan sarana prasarana, yang diharapkan dapat menghilangkan praktik pungutan liar. Aris optimis bahwa implementasi putusan MK ini akan secara signifikan menurunkan angka anak putus sekolah, yang pada tahun 2023 mencapai 29,21 persen dari total 30,2 juta anak.
Sementara itu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) sebagai salah satu pemohon, menuntut peran langsung Presiden Prabowo Subianto dalam mengimplementasikan amanat konstitusi ini. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebut lima alasan mengapa Presiden harus turun tangan: pengelolaan anggaran pendidikan yang besar namun salah urus, kewenangan lintas kementerian, kebutuhan payung hukum dan regulasi turunan, pentingnya *political will*, serta amanat konstitusi dan tanggung jawab moral. Ubaid menegaskan bahwa ini bukan sekadar tugas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan anggaran yang relatif kecil.
Dukungan dan komitmen pengawalan juga datang dari legislatif. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyatakan kesiapan Komisi X untuk mengawal implementasi putusan MK ini agar sejalan dengan amanat Pasal 31 UUD 1945 tentang hak pendidikan bagi setiap warga negara. Meskipun mendukung semangat konstitusional, Hadrian juga menyoroti tantangan anggaran. Ia menekankan perlunya APBN dan APBD yang mampu menanggung biaya operasional secara adil dan proporsional, serta mekanisme transparan untuk subsidi sekolah swasta tanpa mengorbankan kualitas dan kemandirian.
*
Implementasi putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pendidikan dasar gratis di seluruh sekolah, baik negeri maupun swasta**, menjadi langkah signifikan dalam upaya mewujudkan hak pendidikan yang merata bagi seluruh anak Indonesia. Namun, tantangan besar terkait pembiayaan dan koordinasi lintas sektor memerlukan kerja keras dan komitmen kuat dari seluruh elemen pemerintah dan masyarakat untuk memastikan putusan ini dapat terealisasi sepenuhnya tanpa mengorbankan kualitas pendidikan.
Artikel ini disusun berdasarkan kontribusi dari Sapto Yunus, Eka Yudha Saputra, Daniel Ahmad Fajri, dan Dinda Shabrina.