Kemenkeu Matangkan Perhitungan Penetapan Satu Harga LPG 3 Kg pada 2026, Siap Kucurkan Anggaran Subsidi Miliaran Rupiah
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah serius mematangkan perhitungan penetapan kebijakan satu harga untuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kilogram, yang ditargetkan berlaku pada tahun 2026. Langkah strategis ini diambil sebagai upaya krusial untuk memitigasi kebocoran dan disparitas harga LPG di tengah masyarakat, yang selama ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, menjelaskan bahwa lembaganya masih menunggu dan akan mempelajari secara mendalam proposal resmi yang diajukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait skema penetapan harga ini. “Pokoknya kalau subsidi nanti kita akan bayar. Untuk tahun 2026 pokoknya lagi kita hitung secara detail,” tegas Luky kepada awak media di Kompleks Parlemen RI, Kamis (3/7). Ia juga menekankan bahwa hingga saat ini, belum ada pembahasan rinci bersama Kementerian ESDM mengingat proposal resmi belum diterima.
Meski demikian, Luky memastikan kesiapan Kemenkeu untuk menyiapkan anggaran yang dibutuhkan guna mendukung kebijakan vital ini. Kas negara dipastikan dalam kondisi aman dan siap mendukung penuh jika kebijakan penetapan satu harga LPG 3 kg benar-benar dijalankan. Kesiapan anggaran ini menjadi sinyal kuat komitmen pemerintah dalam mengatasi persoalan subsidi energi.
Kebijakan satu harga ini bukanlah tanpa alasan kuat. Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah menargetkan kebijakan satu harga LPG 3 kg dapat mulai berlaku pada 2026. Skema ini direncanakan akan diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang saat ini masih dalam tahap pembahasan intensif. “Untuk LPG Perpres-nya kami lagi bahas. Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” jelas Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Rabu (2/7).
Data menunjukkan bahwa anggaran subsidi energi untuk LPG 3 kg terus membengkak setiap tahun, mencapai kisaran Rp 80-87 triliun. Penyaluran yang kerap tidak tepat sasaran menjadi salah satu alasan utama pemerintah bertekad memperbaiki skema subsidi ini. Sejalan dengan itu, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menambahkan bahwa harga LPG 3 kg di tiap daerah saat ini sangat bervariasi, bahkan bisa mencapai Rp 50.000 per tabung di beberapa wilayah. Hal ini disebabkan oleh rantai pasok yang panjang dan tingginya praktik markup di lapangan, yang merugikan masyarakat dan negara.
Di sisi lain, proyeksi penyaluran LPG 3 kg juga menunjukkan peningkatan signifikan. Untuk tahun 2026, pemerintah masih menghitung anggaran subsidi seiring dengan rencana volume yang diperkirakan naik menjadi 8,31 juta metrik ton. Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi penyaluran LPG 3 kg dari Januari hingga Mei 2025 sudah mencapai 3,49 juta metrik ton. Diproyeksikan, hingga akhir tahun, total penyaluran bisa menyentuh 8,36 juta metrik ton, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2024 yang tercatat 8,23 juta metrik ton. Kenaikan volume ini turut berkontribusi pada membengkaknya belanja subsidi.
Angka-angka ini selaras dengan total belanja subsidi energi pemerintah hingga semester I 2025 yang telah mencapai Rp 66,9 triliun. Luky Alfirman kembali menegaskan bahwa Kemenkeu akan tetap memenuhi kebutuhan subsidi sesuai dengan realisasi penyaluran di lapangan. Komitmen ini menegaskan keseriusan pemerintah dalam memastikan ketersediaan energi bagi masyarakat, sekaligus berupaya merapikan tata kelola subsidinya melalui kebijakan satu harga LPG 3 kg di masa mendatang.