Nvidia, Raja Chip AI, Raih Nilai Pasar Tertinggi Sepanjang Sejarah
Pada Kamis, 3 Juli 2025, Nvidia, raksasa chip asal Amerika Serikat, mencetak sejarah dengan mencapai nilai pasar fantastis sebesar US$ 3,92 triliun (Rp 63,473 triliun). Pencapaian ini menjadikan Nvidia sebagai perusahaan paling berharga di dunia, melampaui rekor sebelumnya yang dipegang Apple (US$ 3,915 triliun pada 26 Desember 2024). Lonjakan dramatis ini didorong oleh antusiasme Wall Street terhadap perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan (AI) global.
Keberhasilan Nvidia tak lepas dari peran kunci chip-chip canggihnya dalam melatih model-model AI terbesar saat ini. Permintaan yang membludak terhadap produk-produk chip AI Nvidia inilah yang menjadi penggerak utama pertumbuhan kapitalisasi pasarnya. Posisi Nvidia di puncak kini menggeser Microsoft ke peringkat kedua dengan nilai pasar US$ 3,7 triliun (Rp 59,910 triliun), disusul Apple di posisi ketiga (US$ 3,19 triliun atau Rp 51,652 triliun).
Persaingan sengit di antara perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft, Meta, Alphabet (Google), dan Tesla dalam membangun pusat data untuk layanan dan aplikasi AI semakin meningkatkan permintaan chip AI Nvidia. Perusahaan ini bukan hanya mendominasi pasar chip untuk AI generatif, tetapi juga berperan penting dalam industri penambangan cryptocurrency seperti Bitcoin, membuktikan dominasinya di berbagai sektor teknologi.
CEO Nvidia, Jensen Huang, menyadari potensi ancaman dari perusahaan-perusahaan China yang tengah berambisi menjadi pemimpin dalam pengembangan semikonduktor AI. Ia mendesak pemerintah AS, khususnya di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, untuk menerapkan kebijakan yang mampu mempercepat produksi chip di dalam negeri dan mendukung ekspansi globalnya. Hal ini, menurut Huang, krusial bagi AS untuk mempertahankan keunggulannya dalam persaingan teknologi AI.
Dalam sebuah wawancara di Gedung Capitol pada April lalu, Huang mengakui persaingan ketat antara AS dan China dalam perlombaan chip AI. Ia bahkan menggambarkan posisi China sebagai “tepat di belakang kita,” menekankan perlunya strategi jangka panjang untuk mempertahankan dominasi AS. Kekhawatiran Huang juga tertuju pada Huawei, perusahaan telekomunikasi China yang tengah mengembangkan chip AI-nya sendiri, yang berpotensi menjadi kompetitor utama Nvidia dan perusahaan chip AS lainnya.
Huang memuji kemampuan Huawei dalam komputasi dan jaringan, dua elemen kunci untuk pengembangan AI. Ia mengakui kemajuan signifikan yang telah dicapai Huawei dalam beberapa tahun terakhir. Upaya China untuk membangun industri semikonduktornya juga terlihat dari program menarik kembali para ahli teknologi terbaik yang bekerja di luar negeri, untuk memperkuat riset dan pengembangan teknologi semikonduktor di dalam negeri. Persaingan global dalam industri chip AI ini diprediksi akan semakin ketat dan menentukan masa depan teknologi dunia.