Kejaksaan Agung Dalami Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook Rp 9,9 Triliun di Kemendikbudristek
Kejaksaan Agung terus mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019-2022. Proses penyelidikan yang melibatkan total anggaran mencapai Rp 9,982 triliun – terdiri dari Rp 3,582 triliun Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan Rp 6,399 triliun Dana Alokasi Khusus (DAK) – saat ini tengah memasuki tahap intensif. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan bahwa penyidik telah memeriksa 28 saksi dan akan terus mendalami keterangan mereka untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab.
“Dalam satu pekan ini, kami akan terus mendalami keterangan 28 saksi untuk memastikan siapa yang paling bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana ini,” tegas Harli saat ditemui di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 2 Juni 2025. Selain keterangan saksi, tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) juga menganalisis sejumlah barang bukti penting yang disita. Barang bukti tersebut, berupa dokumen dan barang bukti elektronik, didapatkan dari penggeledahan tiga apartemen milik mantan staf khusus Menteri Nadiem Makarim.
Penggeledahan dilakukan di dua apartemen di Jakarta Selatan pada 21 Mei 2025, milik Fiona Handayani (FH) dan Jurist Tan (JT). Dua hari kemudian, penyidik menggeledah satu apartemen lagi milik Ibrahim (I), staf khusus menteri yang juga menjabat sebagai staf teknis. Dari ketiga lokasi tersebut, penyidik berhasil menyita sejumlah ponsel dan laptop. “Penyidik saat ini tengah fokus menelaah dan menganalisis seluruh barang bukti yang telah disita,” tambah Harli.
Hasil pemeriksaan saksi dan analisis barang bukti akan menjadi kunci dalam membangun konstruksi perkara secara menyeluruh. Proses ini akan mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab, baik dari kalangan pejabat negara maupun swasta. Harli menambahkan, jika diperlukan untuk mengungkap kasus ini lebih terang benderang, penyidik tidak akan ragu untuk memanggil pihak-pihak terkait lainnya.
Kasus ini bermula dari kecurigaan Kejaksaan Agung terhadap dugaan pemufakatan jahat dalam proses pengadaan laptop Chromebook. Diduga, sejumlah pihak secara sengaja mengarahkan tim teknis untuk menyusun kajian yang menyimpulkan kebutuhan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Chrome. “Mereka ingin diarahkan pada penggunaan laptop dengan sistem operasi Chrome,” ungkap Harli.
Ironisnya, uji coba 1.000 unit Chromebook pada 2019 oleh Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Kemendikbudristek (Pustekkom) menunjukkan hasil yang kurang efektif. Tim teknis saat itu justru merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi tersebut kemudian diganti dengan rekomendasi baru yang menyetujui penggunaan Chromebook. Kejanggalan ini menjadi salah satu fokus utama penyelidikan Kejaksaan Agung.
*Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.*