Gubernur Sumut Bobby Nasution Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi Proyek Jalan Rp231,8 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut senilai Rp231,8 miliar. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan penyidik masih mengumpulkan informasi dan mempertimbangkan apakah perlu memanggil Bobby untuk dimintai keterangan. “Kami akan melihat kebutuhan penyidik terkait informasi yang perlu didalami,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 7 Juli 2025. Pemanggilan Bobby akan dipertimbangkan setelah penyidik menyelesaikan pengumpulan keterangan saksi, tersangka, dan hasil penggeledahan.
Sebelumnya, Bobby Nasution menyatakan kesiapannya untuk kooperatif jika dipanggil KPK sebagai saksi. Pada Senin, 30 Juni 2025, ia menegaskan komitmen Pemprov Sumut untuk memberikan keterangan sesuai prosedur hukum. “Baik bawahan maupun atasan yang menerima aliran dana wajib memberikan keterangan,” tegasnya. Menantu Presiden Joko Widodo ini juga membantah menerima aliran dana korupsi, meskipun pernah meninjau langsung lokasi proyek pembangunan jalan bersama Topan Ginting. Ia menjelaskan peninjauan tersebut dilakukan untuk memantau langsung kondisi jalan mengingat besarnya anggaran yang digunakan. “Saya meninjau langsung karena selama ini hanya melihat melalui foto,” jelasnya. Bobby menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menyelidiki dugaan keterlibatannya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting; Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar; Pejabat Pembuat Komitmen di Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto; Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; serta Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan Akhirun dan Raiyhan berperan sebagai pemberi suap dalam dua proyek: proyek di Dinas PUPR Sumut dan proyek di Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara. Topan Ginting dan Rasuli diduga sebagai penerima suap proyek di Dinas PUPR Sumut, sementara Heliyanto diduga menerima suap dalam proyek di Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara.
Kasus ini berawal dari penarikan uang sekitar Rp2 miliar yang diduga berasal dari Akhirun dan Raiyhan. Uang tersebut diduga akan dibagikan kepada beberapa pihak, termasuk Topan, Rasuli, dan Heliyanto, untuk mengamankan proyek pembangunan jalan. Setelah melakukan pemantauan dan pengumpulan data, KPK menemukan dua proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara yang menjadi fokus penyidikan. Proyek pertama di Dinas PUPR Sumut meliputi pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel (Rp96 miliar) dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot (Rp61,8 miliar). Proyek kedua di Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara meliputi preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun anggaran 2023 (Rp56,5 miliar), tahun anggaran 2024 (Rp17,5 miliar), dan rehabilitasi/penanganan longsoran tahun 2025. Total nilai proyek mencapai Rp231,8 miliar. “Adanya pergerakan uang senilai Rp231,8 miliar menjadi dasar penetapan tersangka,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu, 28 Juni 2025.