Jakarta, Ragamharian.com – Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak melanda sektor industri kreatif dan *agency* belakangan ini menjadi sorotan utama Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya. Ia mengidentifikasi perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan atau *Artificial Intelligence* (AI) sebagai salah satu faktor pemicu utama di balik gelombang PHK ini.
Meskipun demikian, Riefky mengakui peran krusial AI dalam mengoptimalkan kinerja dan produktivitas para pekerja kreatif. Dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR pada Rabu, 9 Juli 2025, ia menekankan bahwa adopsi teknologi merupakan keniscayaan yang tak terhindarkan. “Bagaimana dikolaborasikan dengan pegiat ekonomi kreatif, sehingga menjadi nilai tambah,” ujar Riefky, menggarisbawahi pentingnya sinergi antara manusia dan teknologi untuk mencapai tujuan bersama.
Selain tantangan AI, Riefky juga menyinggung kondisi rentan mayoritas pekerja ekonomi kreatif yang berstatus *freelance*, seringkali tanpa jaminan sosial yang memadai. Menanggapi hal ini, ia mengklaim telah berkoordinasi dengan dinas-dinas ekonomi kreatif di berbagai daerah. Koordinasi ini bertujuan untuk memastikan para pekerja *freelance* tersebut mendapatkan jaminan sosial yang layak, sehingga memberikan perlindungan dan stabilitas kerja.
Sebagai langkah strategis dalam menghadapi disrupsi teknologi, Kementerian Ekonomi Kreatif kini memiliki direktorat baru yang secara spesifik akan menangani persoalan teknologi digital. Pembentukan direktorat ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pasar digital yang terus berkembang, sekaligus menjaga eksistensi dan daya saing lapangan kerja kreatif di Tanah Air.
Kekhawatiran akan dampak AI juga digaungkan oleh Anggota Komisi VII DPR, Nila Yani Hardiyanti. Dalam rapat kerja yang sama, Nila memaparkan data mengejutkan terkait gelombang PHK di perusahaan *agency* sepanjang tahun ini. “Teman saya yang bekerja di perusahaan *agency*, mengatakan di 2025 ini hampir 60 persen karyawan di perusahaannya di-PHK. Digantikan oleh AI,” ungkap Nila, memberikan gambaran konkret mengenai skala fenomena tersebut.
Melihat ancaman serius ini, Nila mendesak Kementerian Ekonomi Kreatif untuk lebih proaktif dalam memperhatikan nasib para pekerja kreatif yang semakin rentan tergantikan oleh teknologi AI. “Ini ancaman serius bagi masa depan tenaga kerja muda. Kemenekraf perlu mengambil peran strategi untuk memfasilitasi dan membekali generasi muda dengan keterampilan yang kompetitif,” tegas Nila, menekankan pentingnya mempersiapkan sumber daya manusia agar tetap relevan di era digital.