Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membeberkan sejumlah poin pembelaannya atas tuntutan jaksa KPK terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku.
Hasto menyebut, bahwa tindakannya dalam pengurusan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku menjadi anggota DPR RI merupakan dalam kapasitasnya sebagai Sekjen PDIP.
“Bahwa terdakwa bertindak dalam kapasitas sebagai Sekjen PDI Perjuangan yang melakukan langkah organisatoris, konstitusional, dan berdasarkan hasil rapat DPP Partai,” ujar Hasto membacakan pleidoinya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/7).
Selain itu, Hasto menegaskan tindakan suap terhadap Komisioner KPU RI untuk memuluskan pengurusan PAW Masiku adalah inisiatif eks kader PDIP Saeful Bahri dan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah. Bukan dirinya.
“Bahwa inisiatif penyuapan komisioner KPU dilakukan oleh Saeful Bahri bersama Donny Tri Istiqomah tanpa arahan atau instruksi, tanpa sepengetahuan, dan tanpa persetujuan terdakwa,” papar Hasto.
“Bahwa terdakwa terbukti tidak pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk lobi-lobi ke KPU,” imbuhnya.
Tak hanya itu, ia juga membantah memberikan dana talangan suap untuk pengurusan PAW Masiku sebesar Rp 400 juta. Hasto menegaskan seluruh dana suap berasal dari Masiku.
“Bahwa terdakwa selain tidak memiliki motif atau suatu keuntungan apa pun terhadap pemberian dana talangan ke Harun Masiku, dan terbukti tidak pernah menalangi dana operasional apa pun karena semua bersumber dari Harun Masiku,” tutur Hasto.
Kemudian, Hasto juga membantah memerintahkan staf di Rumah Aspirasi, Nurhasan, untuk meminta Harun Masiku merendam ponselnya agar lolos dari kejaran OTT KPK pada Januari 2020 lalu.
Dalam fakta persidangan, Hasto menyebut bahwa pada saat itu, ia tengah berada di Menara Kompas dan menyampaikan pemaparan terhadap materi Rakernas PDI Perjuangan di hadapan para pimpinan redaksi media.
“Terdakwa tidak memiliki nomor handphone Nurhasan dan tidak pernah memerintahkan Nurhasan untuk menghubungi Harun Masiku agar menenggelamkan telepon genggamnya, dan menunggu di DPP PDI Perjuangan,” ucap dia.
Lebih lanjut, Hasto pun meminta Majelis Hakim yang menangani perkaranya mempertimbangkan bahwa kasus yang menjeratnya merupakan proses daur ulang dari perkara yang telah inkrah pada 2020 lalu.
“Di dalam putusan tersebut, seluruh sumber dana suap berasal dari Harun Masiku dan sama sekali tidak terkait dengan Terdakwa. Hal yang sama juga terdapat di fakta persidangan ini,” kata Hasto.
“Melalui keterangan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, seluruh sumber dana suap bersumber dari Harun Masiku sehingga terjadi persesuaian dengan Putusan Nomor 18 & 28 Tahun 2020,” pungkasnya.
Sebelumnya, Hasto dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 600 juta subsider pidana kurungan 6 bulan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meyakini Hasto terbukti melakukan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Hal ini terkait mengupayakan Harun agar menjadi anggota DPR RI lewat mekanisme pergantian antar waktu (PAW). Suap itu diberikan kepada eks komisioner KPU RI Wahyu Setiawan.