Bitcoin Meroket ke US$118.000, Menandai Era Baru Adopsi Institusional dan Strategi Korporasi
Bitcoin (BTC) kembali mengukir sejarah gemilang dengan menembus harga tertinggi sepanjang masa (All-Time High/ATH), mencapai lebih dari US$118.000 pada Jumat (11/7/2025). Lonjakan harga fenomenal ini bukan sekadar euforia sesaat, melainkan indikasi kuat bahwa sentimen pasar terhadap aset kripto paling populer di dunia ini semakin menguat, terutama didorong oleh gelombang adopsi masif dari institusi global.
Peningkatan harga Bitcoin ini terjadi seiring meningkatnya akumulasi signifikan oleh entitas institusional besar seperti BlackRock. Melalui produk iShares Bitcoin Trust (IBIT) miliknya, BlackRock kini telah menggenggam lebih dari 700.000 BTC, jumlah yang setara dengan lebih dari 3,3% dari total pasokan Bitcoin di seluruh dunia. Dengan kapitalisasi pasar yang menembus angka US$2,34 triliun, Bitcoin kini mendominasi sekitar 65% dari total kapitalisasi pasar kripto global yang telah melampaui US$3,4 triliun.
Menurut Vice President Indodax, Antony Kusuma, pencapaian luar biasa ini merefleksikan perubahan mendasar dalam dinamika pasar aset digital. “Sekarang kita melihat Bitcoin tidak hanya sebagai alat pelindung nilai, tetapi juga mulai dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar sebagai bagian integral dari strategi pengelolaan cadangan uang mereka,” jelas Antony dalam keterangannya, Jumat. Ia menambahkan bahwa pergerakan harga Bitcoin adalah hasil akumulasi dari berbagai faktor struktural, termasuk regulasi yang semakin terbuka, kebijakan fiskal global yang mendorong pencarian aset lindung nilai, serta narasi strategis dari para tokoh industri dan pemerintahan.
Fenomena menarik lainnya adalah bagaimana BlackRock, melalui IBIT, kini mencatatkan pendapatan tahunan dari biaya pengelolaan yang melampaui pendapatan dari ETF S&P 500 miliknya sendiri (IVV). Data ini dengan jelas menunjukkan pergeseran tren pasar menuju aset digital sebagai kelas investasi utama yang semakin diminati. Tidak hanya institusi di AS, perusahaan teknologi Inggris seperti The Smarter Web Company juga turut meningkatkan kepemilikan Bitcoin mereka hingga 1.000 BTC, dengan CEO-nya menyatakan komitmen untuk menginspirasi lebih banyak perusahaan dalam mengelola kas berdasarkan aset digital.
Di belahan dunia lain, El Salvador terus menunjukkan konsistensinya dalam strategi akumulasi BTC, kini memiliki lebih dari 6.232 BTC dengan nilai keuntungan yang belum terealisasi melampaui US$400 juta. Antony Kusuma menegaskan bahwa adopsi Bitcoin telah menjangkau ranah geopolitik, bukan hanya bersifat sektoral. “Negara, korporasi, dan individu saat ini berada di jalur yang sama: mencari alternatif yang tahan terhadap inflasi, gejolak geopolitik, dan disrupsi pasar tradisional,” paparnya. Ia juga mencatat bagaimana lonjakan harga ini memperlihatkan kekuatan komunitas Bitcoin dalam menjaga prinsip desentralisasi sembari terus menarik minat institusi. “Bitcoin bukan hanya teknologi, ia adalah fenomena sosial-ekonomi,” ujarnya.
Kinerja harga Bitcoin sepanjang pertengahan tahun 2025 ini juga menunjukkan pola teknikal yang kuat. Setelah sempat terkoreksi ke angka US$98.200, harga kembali bangkit pada akhir Juni sebelum akhirnya meroket menuju ATH terbarunya. Meskipun demikian, Antony mengingatkan bahwa volatilitas tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika pasar kripto. “Kenaikan cepat selalu disertai dengan risiko koreksi. Namun, yang membedakan saat ini adalah fondasi pasar yang jauh lebih kuat dibandingkan siklus sebelumnya,” terangnya.
Dalam menghadapi fase pasar seperti ini, edukasi publik dan manajemen risiko menjadi sangat penting. “Kami di Indodax terus mendorong pengguna untuk memahami fundamental, menggunakan strategi jangka panjang seperti DCA (Dollar Cost Averaging), dan tidak mudah terjebak euforia,” pungkas Antony. Dengan fondasi yang semakin kokoh dan adopsi yang meluas, Bitcoin terus memposisikan diri sebagai aset investasi yang menarik dengan prospek jangka panjang yang menjanjikan.