Canggih tapi Berisiko Tinggi, Ini Perlunya Etika dalam Teknologi AI

Avatar photo

- Penulis Berita

Selasa, 15 Juli 2025 - 12:04 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamharian.com – Di tengah ledakan inovasi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), banyak orang terkagum-kagum pada kecepatannya. Tapi di balik semua itu, muncul pertanyaan penting, apakah kita sudah siap menyerahkan sebagian kendali ke mesin? 

Dan yang lebih penting lagi, mampukah kita membangun AI yang bukan cuma pintar, tapi juga tahu kapan harus diam?

Pertanyaan ini mulai relevan karena banyak sistem AI yang hari ini didesain untuk menjawab segalanya, bahkan saat mereka belum tentu paham konteksnya. Hasilnya? Risiko salah jawab, bias, bahkan misinformasi bisa muncul tanpa sadar.

Salah satu pendekatan yang mulai muncul adalah membuat AI yang bisa ‘ngaca’, Artinya, AI diberi batas, bukan cuma dalam hal teknis, tapi juga dalam soal tanggung jawab. 

Misalnya, ketika AI nggak yakin dengan jawabannya, dia bisa berhenti, dan menyerahkan tugas ke manusia. Pendekatan seperti ini mulai diuji coba oleh beberapa perusahaan, salah satunya SleekFlow lewat sistem yang mereka sebut AgentFlow yang fokus pada layanan pelanggan.

“Kesalahan dalam layanan pelanggan tidak selalu soal teknologi, tapi tentang hubungan. Karena itu, AgentFlow dibuat untuk membantu, bukan menggantikan manusia sepenuhnya,” ujar Asnawi Jufrie, VP & GM SleekFlow Asia Tenggara melalui catatannya.

Tapi, kita perlu lihat ini bukan dari sisi merek, melainkan dari arah pergeseran tren, AI yang lebih etis dan sadar batasan, bukan hanya AI yang cepat dan pintar.

Konsumen juga mulai realistis. Kalau dulu masyarakat menganggap AI sebagai jawaban untuk semua hal, sekarang persepsinya mulai berubah. 

Berdasarkan riset yang beredar, termasuk yang dilakukan SleekFlow, ternyata mayoritas konsumen, terutama di Indonesia, lebih nyaman berinteraksi dengan manusia saat berhadapan dengan masalah yang sensitif, rumit, atau emosional.

Ini jadi sinyal penting bahwa kecepatan dan otomatisasi saja tidak cukup. Kita butuh AI yang tahu perannya, dan tahu kapan harus berhenti.

Yang perlu disadari juga, kita nggak bisa menutup mata bahwa AI yang terlalu percaya diri bisa berbahaya. Bukan hanya soal menjawab salah atau bias, tapi juga bisa memicu kepercayaan palsu dari pengguna. 

Dalam beberapa kasus, AI bisa memunculkan informasi yang terdengar meyakinkan tapi ternyata ngawur, dalam dunia teknis, ini dikenal dengan istilah AI hallucination.

Karena itu, fitur seperti sistem pengecek jawaban, deteksi ketidakyakinan (knowledge gap detection), dan pengalihan ke manusia seharusnya jadi standar etika baru dalam pembangunan sistem AI, bukan sekadar pelengkap.

Namun, sampai hari ini, mayoritas negara—termasuk Indonesia, belum punya kerangka regulasi yang jelas apalagi matang soal penggunaan AI.

Apa iya? Iya. Berdasarkan laporan dari Boston Consulting Group menyebutkan, lebih dari 70 persen negara masih belum siap secara struktural dalam hal kebijakan, keterampilan SDM, maupun investasi jangka panjang terkait AI.

Jadi, mau nggak mau, tanggung jawab etika jatuh ke tangan pelaku bisnis dan pembuat sistem. Mereka harus berinisiatif membangun sistem yang transparan, terbatas, dan tetap dalam pengawasan manusia. 

Bukan karena disuruh, tapi karena itu cara paling masuk akal untuk menjaga kepercayaan pengguna.

Perlu digarisbawahi juga, AI memang bisa bantu banyak hal, dari urusan sales, customer support, sampai logistik. Tapi bukan berarti semua harus diserahkan ke AI. 

Catatan SleekFlow menyebut, pendekatan kolaboratif, di mana AI dan manusia saling melengkapi, saat ini dianggap paling masuk akal. Dan di tengah ketiadaan aturan jelas, pendekatan seperti ini bisa jadi langkah awal menuju masa depan teknologi yang lebih aman, manusiawi, dan bisa dipercaya.

Berita Terkait

OPPO Reno14 Pro 5G: HP Gaming Ngebut, Fitur Unggulan & Harga
Infinix Hot 60i vs Redmi 14C: Duel HP 1 Jutaan Terbaik?
Samsung Galaxy Z Fold7: Snapdragon 8 Elite, Spek Gahar!
Samsung S25 Ultra vs Z Fold7: Duel Spesifikasi dan Harga!
Harga iPhone 12 Anjlok! Saingi iPhone 15 Juli 2025
Motor Hybrid Kembaran Yamaha Byson Rilis, Harga Rp 28 Juta!
Inikah Tanggal Peluncuran iPhone 17?
YouTube Tegaskan Konten AI Tidak Dapat Dimonetisasi, Berlaku Mulai Hari Ini

Berita Terkait

Rabu, 16 Juli 2025 - 01:43 WIB

OPPO Reno14 Pro 5G: HP Gaming Ngebut, Fitur Unggulan & Harga

Selasa, 15 Juli 2025 - 21:31 WIB

Infinix Hot 60i vs Redmi 14C: Duel HP 1 Jutaan Terbaik?

Selasa, 15 Juli 2025 - 18:36 WIB

Samsung Galaxy Z Fold7: Snapdragon 8 Elite, Spek Gahar!

Selasa, 15 Juli 2025 - 16:30 WIB

Samsung S25 Ultra vs Z Fold7: Duel Spesifikasi dan Harga!

Selasa, 15 Juli 2025 - 15:27 WIB

Harga iPhone 12 Anjlok! Saingi iPhone 15 Juli 2025

Berita Terbaru

Entertainment

Lirik Lagu Terbuang dalam Waktu – Barasuara, Jadi Soundtrack Sore

Rabu, 16 Jul 2025 - 03:14 WIB

Public Safety And Emergencies

Gempa Bumi M 5,3 Goyang Kabupaten Poso, 38 Unit Rumah Rusak Ringan

Rabu, 16 Jul 2025 - 02:39 WIB