Kejaksaan Agung Dalami Keuntungan Nadiem Makarim dalam Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Kemendikbudristek
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus memperdalam penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Fokus utama penyidik kini tertuju pada potensi keuntungan yang didapat oleh mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, dalam pusaran kasus ini.
“Apa keuntungan yang diperoleh oleh NAM (Nadiem Makarim)? Ini yang sedang kami dalami secara serius,” tegas Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (15/7). Lebih lanjut, Qohar mengungkapkan bahwa salah satu aspek pendalaman akan menyasar adanya investasi dari Google ke Gojek, perusahaan teknologi yang didirikan oleh Nadiem. “Penyidik berpusat ke sana, termasuk tadi disampaikan adanya investasi dari Google ke Gojek. Kami sedang masuk ke area tersebut,” tambahnya.
Meskipun demikian, Qohar menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), seseorang tidak harus secara langsung menerima keuntungan pribadi untuk dapat dijerat sebagai tersangka. “Ketika dia menguntungkan orang lain atau korporasi, maka bisa dikenakan ketentuan pasal ini. Apabila di sana ada niat jahat, ada kesengajaan bahwa perbuatan yang dia lakukan itu melanggar hukum dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” urainya, memberikan konteks hukum yang lebih luas.
Dalam perkembangan kasus ini, Nadiem Makarim belum ditetapkan sebagai tersangka. Meskipun perannya diakui cukup signifikan dalam proses pengadaan tersebut, penyidik masih memerlukan pendalaman lebih lanjut untuk mengumpulkan alat bukti yang memadai.
Adapun empat individu yang telah ditetapkan sebagai tersangka sejauh ini oleh Kejagung adalah:
* Mulatsyah, Direktur SMP Kemendikbudristek periode 2020-2021;
* Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek periode 2020-2021;
* Jurist Tan, mantan staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim; dan
* Ibrahim Arief, mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek.
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek yang menganggarkan Rp 9,3 triliun untuk pengadaan 1,2 juta unit laptop bagi sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, termasuk di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Namun, dalam pelaksanaannya, pengadaan laptop ini justru memilih sistem operasi Chrome atau Chromebook. Pilihan ini dinilai problematik, mengingat Chromebook banyak memiliki kelemahan jika dioperasikan di daerah 3T, di mana akses internet seringkali menjadi kendala, sehingga penggunaannya menjadi tidak optimal.
Selain persoalan spesifikasi yang tidak sesuai kebutuhan, terdapat pula dugaan ketidaksesuaian harga dalam pengadaan tersebut. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian fantastis hingga mencapai Rp 1,98 triliun. Para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).