RAGAMHARIAN.COM – Kerja sama pendidikan lintas negara selama ini menjadi jembatan diplomatik yang memperkuat hubungan antarbangsa. Namun, langkah terbaru pemerintah Amerika Serikat terhadap Universitas Harvard yakni pencabutan lisensi untuk menerima mahasiswa internasional menuai kritik tajam dari China, negara yang menyumbang proporsi terbesar pelajar asing di kampus bergengsi itu.
Kebijakan kontroversial tersebut diumumkan setelah Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, secara resmi mencabut izin Student and Exchange Visitor Program (SEVP) Harvard. SEVP merupakan sistem resmi yang memungkinkan universitas di AS menerima dan membina mahasiswa asing melalui visa pelajar.
Tanpa lisensi ini, Harvard secara legal tidak dapat menerima mahasiswa internasional. Mereka yang saat ini masih terdaftar harus segera pindah ke institusi lain, atau terancam kehilangan status hukumnya di Amerika Serikat.
Menanggapi keputusan itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menyampaikan protes keras pada konferensi pers di Beijing, Jumat, 23 Mei 2025. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk politisasi kerja sama pendidikan internasional yang kontraproduktif.
“China dengan tegas menentang upaya politisasi dalam dunia pendidikan. Kebijakan seperti ini hanya akan merusak reputasi global dan posisi internasional AS sendiri,” tegas Mao.
Diketahui, mahasiswa internasional mencakup lebih dari 27% dari total populasi mahasiswa Harvard, dengan sekitar 6.800 pelajar asing pada tahun akademik 2024–2025. Mahasiswa asal China sendiri menyumbang lebih dari 20% dari jumlah tersebut. Keputusan ini memicu ketidakpastian besar bagi ribuan pelajar, termasuk masa depan akademik dan izin tinggal mereka di AS.
Langkah keras terhadap Harvard tidak berdiri sendiri. Pemerintah AS menuduh Harvard gagal memberikan informasi kepada otoritas federal, menciptakan lingkungan kampus yang tidak aman bagi mahasiswa Yahudi, serta mempromosikan kebijakan keberagaman (DEI) yang dianggap rasis karena berbasis identitas.
Presiden Donald Trump bahkan mengancam akan mencabut status bebas pajak Harvard dan memotong miliaran dolar dalam pendanaan federal jika pihak kampus tidak mematuhi kebijakan yang ditetapkan pemerintah pusat.
Menanggapi semua tuduhan tersebut, Universitas Harvard menilai pencabutan lisensi SEVP sebagai bentuk intervensi yang tidak sah dan merusak. Dalam pernyataannya, Harvard menegaskan bahwa tindakan tersebut “berisiko besar bagi komunitas kampus dan merusak misi akademik serta nilai kebebasan universitas.”
Pihak Harvard menyatakan terbuka untuk bekerja sama dengan otoritas, namun menolak tekanan yang dinilai mengancam independensi institusi pendidikan swasta dalam mengejar dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Ketegangan antara Universitas Harvard dan pemerintah AS kini menjadi sorotan internasional. Bagi China, kebijakan ini merupakan sinyal memburuknya komitmen Amerika terhadap pendidikan global yang terbuka dan inklusif. Sementara di sisi lain, pemerintah AS menekankan pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap nilai-nilai nasional.