Gunung Rinjani Kembali Menjadi Sorotan: Kontras Evakuasi Pendaki Swiss dan Brasil
Tragedi pendakian Gunung Rinjani kembali menjadi perhatian dunia setelah insiden yang menimpa dua pendaki asing dengan nasib berbeda. Benedikt Emmenegger, seorang pria Swiss berusia 46 tahun, berhasil dievakuasi dalam hitungan jam setelah terperosok pada Rabu, 16 Juli 2025. Berbeda jauh dengan kasus Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang evakuasinya memakan waktu berhari-hari. Apa yang menyebabkan perbedaan signifikan ini?
Kecepatan evakuasi Benedikt berkat beberapa faktor kunci. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Yarman, menjelaskan lokasi kecelakaan Benedikt di savana, bukan area berpasir seperti tempat Juliana terjatuh. Kondisi ini memungkinkan helikopter untuk mendarat dengan aman. Cuaca yang mendukung juga menjadi faktor penting. Selain itu, Benedikt memiliki asuransi perjalanan yang langsung mengerahkan helikopter setelah berkoordinasi dengan BTNGR. Meskipun demikian, Yarman menekankan bahwa penggunaan helikopter tetap bergantung pada rekomendasi tim evakuasi dan kemampuan pilot.
Berbeda dengan Benedikt yang terperosok di jalur menuju Danau Segara Anak setelah turun dari puncak bersama empat rekannya, termasuk anaknya, Juliana Marins jatuh di tebing berpasir sedalam 600 meter di jalur menuju puncak Rinjani. Evakuasi Juliana yang memakan waktu berhari-hari disebabkan oleh medan yang ekstrem dan sulit diakses.
Proses evakuasi Benedikt berlangsung cepat dan efisien. Helikopter Bali Air yang diterbangkan dari Bali berhasil mendarat di sekitar jalur Pelawangan Sembalun menuju Danau Segara Anak sekitar pukul 16.44 WITA. Benedikt, yang mengalami patah tangan dan kaki, mendapat perawatan awal dari seorang dokter pendaki sebelum dievakuasi. Ia kemudian diterbangkan ke Rumah Sakit BIMC Kuta, Bali, sekitar pukul 17.30 WITA, didampingi anaknya dan seorang dokter asal Spanyol.
Insiden ini membandingkan dua kisah pendakian di Gunung Rinjani yang berakhir berbeda. Peristiwa ini kembali menyoroti pentingnya persiapan matang, termasuk asuransi perjalanan dan faktor-faktor lainnya, saat melakukan pendakian di gunung yang menantang seperti Rinjani. Kejadian ini juga membangkitkan kembali perdebatan mengenai prosedur evakuasi di Gunung Rinjani, khususnya terkait kecepatan respons dan kesiapan tim penyelamat.
Kasus Juliana Marins sebelumnya telah memicu kontroversi di media sosial. Banyak yang mempertanyakan mengapa evakuasi memakan waktu berhari-hari. Pertanyaan ini memunculkan berbagai opini, antara lain mengenai keterbatasan peralatan penyelamatan, kondisi cuaca yang tidak menentu, serta kesiapan tim penyelamat. Bahkan, saran untuk memberikan pelatihan dasar penyelamatan kepada pemandu dan porter pun mengemuka. BTNGR sendiri membela diri dengan menyatakan bahwa proses evakuasi telah dilakukan sesuai prosedur, meskipun diakui bahwa proses pembentukan tim, penyiapan peralatan, dan lain sebagainya membutuhkan waktu.
Meningkatnya jumlah pendaki di Gunung Rinjani dalam beberapa tahun terakhir—dari 32.000 pada tahun 2022 menjadi 80.000 pada tahun 2024—menunjukkan perlunya peningkatan standar keselamatan dan kesiapan menghadapi potensi kecelakaan. Dengan angka kematian rata-rata satu pendaki per tahun, penting bagi otoritas terkait untuk terus meningkatkan sistem dan prosedur evakuasi agar kejadian serupa tidak terulang dan lebih banyak nyawa dapat diselamatkan.