Mantan Mendag Tom Lembong Divonis Bersalah dalam Kasus Korupsi Impor Gula, Hakim Soroti Jaringan Kartel
Jakarta – Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, resmi divonis bersalah dalam perkara korupsi impor gula. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Tom Lembong, Jumat, 18 Juli 2025. Putusan ini menyoroti praktik terlarang antara pabrik gula swasta dan perusahaan distributor yang memicu kerugian negara.
Dalam persidangan, hakim anggota Purwanto S Abdullah mengungkap fakta hukum penting mengenai hubungan terafiliasi antara pabrik gula swasta dengan perusahaan distributor. Perusahaan-perusahaan ini diketahui berkolaborasi dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik TNI AD, dan Induk Koperasi Kepolisian RI (Inkoppol) dalam penugasan dan operasi pasar gula. “Sebagaimana fakta hukum di persidangan, bahwa di antara pabrik gula swasta dan perusahaan distributor yang dikerjasamakan oleh PT PPI, Inkopkar, dan Inkoppol untuk melakukan penugasan dan operasi pasar memiliki hubungan atau satu grup,” tegas Purwanto.
Lebih lanjut, hakim merinci beberapa contoh kelompok perusahaan yang terafiliasi. Sebut saja Samora Group, yang membawahi PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, dan PT Andalan Furindo. Selain itu, terungkap pula adanya hubungan keluarga di antara para pemegang saham PT Makassar Tene dan PT Permata Dunia Sukses Utama, yang keduanya tergabung dalam FKS Group. Tak berhenti di situ, hakim juga menyebutkan PT Duta Sugar Indonesia, PT Jawamanis Rafinasi, dan PT Sari Agrotama Persada sebagai entitas yang berada dalam satu grup yang sama.
Hakim Purwanto menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Pokok dan Barang Penting, serta Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan, mewajibkan Menteri Perdagangan untuk melakukan pengawasan ketat. Pengawasan ini, menurut beleid tersebut, esensial untuk mencegah serta memastikan pelaksanaan operasi pasar dan penugasan pembentukan ketersediaan stok gula demi stabilisasi harga. Tujuannya adalah agar “tidak terjadi kartel atau kerja sama atau persekongkolan oleh beberapa perusahaan atau kelompok industri untuk mengendalikan harga produksi atau distribusi barang,” jelasnya, merujuk pada larangan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ironisnya, kewajiban pengawasan krusial ini, yang seharusnya diemban oleh terdakwa selaku Menteri Perdagangan, sama sekali tidak pernah dilaksanakan. Dalam putusan akhir, Thomas Trikasih Lembong dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) *juncto* Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 *juncto* Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kasus ini menjadi sorotan tajam terhadap transparansi dan tata kelola impor komoditas vital di Indonesia.