Ragamharian.com – , Jakarta – Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iqbal Mochtar mengatakan teknologi akal imitasi (AI) seharusnya diposisikan sebagai alat bantu, bukan untuk menggantikan peran dokter. Pendapat Iqbal berkaitan dengan pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal dokter yang memusuhi AI akan tertinggal dari perkembangan teknologi.
“Sebenarnya memang AI ini merupakan salah satu perangkat yang akan sangat dibutuhkan oleh dokter ke depannya. Karena ini kira-kira sama dengan alat bantu,” ujar Iqbal ketika dihubungi Tempo pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Pengurus pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI) ini menekankan bahwa kecerdasan buatan adalah sarana untuk meningkatkan kualitas diagnosis dan penanganan pasien, alih-alih menjadi kompetitor profesi dokter. Iqbal mengibaratkan AI seperti stetoskop, pemeriksaan laboratorium, tes stres, atau spirometri—berbagai perangkat yang digunakan untuk menunjang keputusan medis.
“Semua pemeriksaan kita gunakan untuk membantu dokter menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang baik dan tepat bagi pasien,” tutur dia.
Menurut Iqbal, para dokter harus bisa memanfaatkan teknologi pintar untuk menyaring data dan memperoleh informasi diagnosis yang lebih komprehensif. Namun, bagaimanapun, akal imitasi tetap sebatas alat bantu. “Keputusan terkait diagnosis dan penata laksanaan tetap ada pada dokter,” ucapnya.
Kecerdasan buatan juga untuk mengeksplorasi kemungkinan diagnosis lain atau memberikan saran pengobatan berdasarkan data pasien. Adapun keputusan akhir tetap harus melalui pertimbangan klinis oleh dokter.
Iqbal menuturkan, AI dapat digunakan dalam interpretasi hasil pemeriksaan seperti rontgen dan laboratorium. Teknologi ini bisa memberikan gambaran awal yang kemudian dibandingkan dengan penilaian dokter untuk sampai pada kesimpulan akhir yang lebih akurat. “Dokter yang membaca itu (gambaran awal) sudah punya opini, punya pendapat bahwa penyakitnya ini, dan tindakannya itu,” tutur dia.
Pemakaian AI juga harus melewati pertimbangan matang. Pasalnya, AI tak bisa disalahkan bila salah memberi diagnosis. Iqbal tak menampik bahwa dokter di masa depan wajib pandai menggunakan AI. Namun, mereka juga harus bijak melihat relevansi diagnosis dengan perawatan yang diusulkan oleh
“Diperiksa apakah memang masuk akal atau memang adekuat bagi pasien,” ucap Iqbal.
Pilihan Editor: PSN Merusak Lingkungan. Bisakah Disebut Melanggar Konstitusi?