# Ancaman Triliunan Rupiah di Balik Koperasi Merah Putih: Celios Soroti Risiko Ekonomi Nasional
JAKARTA – Program Koperasi Merah Putih (KMP) yang digagas Presiden Prabowo Subianto, meski bertujuan mulia, menyimpan potensi risiko ekonomi nasional yang masif. Tanpa konsep bisnis yang matang dan mitigasi risiko yang jelas, inisiatif ini justru bisa menimbulkan kerugian triliunan rupiah. Peringatan tegas ini disampaikan oleh Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economics and Law Studies (Celios), kepada Kontan pada Senin (21/7).
Menurut Nailul Huda, meskipun tahun pertama operasional KMP mungkin menunjukkan peningkatan *output* ekonomi berkat suntikan modal awal yang besar untuk sewa gedung atau pembelian aset, kontribusi ini diperkirakan akan menyusut drastis di tahun-tahun berikutnya. Pendanaan lanjutan yang hanya mengandalkan Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi, yang diprediksi hanya sekitar Rp 56 juta per unit per tahun, dinilai sangat tidak memadai untuk keberlanjutan ekonomi jangka panjang.
Kekhawatiran semakin membesar mengingat klaim jumlah koperasi yang mencapai 80.000 unit, yang berarti potensi kucuran dana pemerintah hingga Rp 240 triliun – atau sekitar Rp 3 miliar per koperasi. Nailul Huda menyoroti ketiadaan model bisnis yang transparan dan arah operasional yang jelas, yang menjadi dasar kuat keraguan ini. “Sampai saat ini belum terdengar bagaimana koperasi ini akan berjalan. Kalau tidak jelas, potensi gagal bayarnya sangat tinggi,” ujarnya.
Merujuk pada rasio gagal bayar UMKM yang mencapai 4,5%, Celios memprediksi potensi kerugian tahunan dari KMP bisa mencapai Rp 7 triliun. Angka ini bisa membengkak menjadi kerugian kumulatif hingga Rp 28 triliun jika pinjaman disalurkan dengan tenor enam tahun. Lebih jauh lagi, program ini juga berpotensi menciptakan ‘*opportunity cost*’ besar bagi sektor perbankan, di mana potensi pendapatan yang hilang karena tidak menyalurkan kredit ke sektor yang lebih produktif dapat mencapai Rp 76,51 triliun selama enam tahun.
Total risiko gagal bayar KMP selama masa pinjaman enam tahun diperkirakan menyentuh angka fantastis Rp 85,96 triliun. Yang paling mengkhawatirkan, sebagian besar risiko ini dibebankan kepada pemerintah desa melalui pemanfaatan dana desa. Nailul menegaskan bahwa ini adalah penyalahgunaan fungsi dana desa, yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan lokal masyarakat desa, bukan sebagai jaminan bagi program nasional yang belum memiliki payung hukum yang jelas.
Kritik Nailul tidak berhenti di situ. Ia memperingatkan potensi ‘kanibalisme usaha’ di tingkat desa, di mana kehadiran KMP bisa mengancam kelangsungan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah mapan dengan dana desa, serta mematikan usaha kecil swasta yang sudah eksis. Dari perspektif ketenagakerjaan, dampak positif penciptaan lapangan kerja diprediksi hanya terasa di tahun pertama, didorong oleh aktivitas rekrutmen dan pembangunan fisik. Namun, setelah itu, penyerapan tenaga kerja diperkirakan akan anjlok drastis akibat rendahnya produktivitas sektor koperasi yang tidak mampu tumbuh.
Celios memproyeksikan, banyak Koperasi Merah Putih akan tidak aktif lagi setelah tahun pertama, dengan penurunan hingga 5 persen pada tahun kedua dan ketiga. Secara akumulatif, total kerugian ekonomi dari operasional KMP selama enam tahun diperkirakan mencapai Rp 9,85 triliun, yang sebagian besar disebabkan oleh dana desa sebagai jaminan pengembalian pinjaman bank. Ditambah lagi, proyeksi Nailul menunjukkan potensi hilangnya lapangan kerja hingga 824 ribu orang.
Mengantisipasi potensi kegagalan, Nailul khawatir program ini bisa menjadi kemunduran yang lebih parah dibandingkan pengalaman pahit Koperasi Unit Desa (KUD) di masa lalu. Ia menyimpulkan dengan nada keprihatinan: “Yang lebih mengkhawatirkan, program ini justru berpotensi menguntungkan secara politis bagi pihak tertentu, namun merugikan secara struktural bagi pembangunan desa dan ekonomi nasional.”
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto memiliki visi yang berbeda mengenai peran koperasi. Ia secara tegas menyatakan bahwa koperasi merupakan instrumen perjuangan bagi rakyat kecil untuk mencapai kemandirian dan kekuatan ekonomi. Prabowo menekankan bahwa peluncuran 80.081 koperasi ini bukan sekadar langkah kecil, melainkan “gerakan nasional strategis” yang bertujuan memutus dominasi ekonomi oleh entitas besar yang selama ini menghambat kemajuan rakyat. Ia menegaskan, “Kita mulai suatu usaha besar. Koperasi ini adalah usaha besar strategis.”
Visi Prabowo juga mencakup dukungan infrastruktur nyata bagi koperasi, melampaui sekadar legalitas kelembagaan. Koperasi-koperasi ini direncanakan akan dilengkapi dengan fasilitas seperti gudang penyimpanan, *cold storage*, gerai sembako, apotek, hingga kendaraan logistik untuk mempermudah operasional. Tak hanya itu, fasilitas pinjaman super mikro juga akan disediakan untuk mempermudah distribusi barang dan mempercepat perputaran roda ekonomi di tingkat desa.