Delisting Massal! BEI Cabut 8 Saham, 40 Saham Lainnya Menyusul?

Avatar photo

- Penulis Berita

Minggu, 27 Juli 2025 - 07:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Delisting Saham BEI: 8 Emiten Resmi Didepak, Puluhan Lain Mengancam! Ini Nasib dan Panduan Krusial untuk Investor

JAKARTA – Dunia pasar modal Indonesia kembali dihebohkan dengan kabar delisting saham sejumlah emiten. Sebanyak delapan saham biasa dan dua saham preferen secara resmi dikeluarkan dari daftar Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai Senin, 21 Juli 2025. Keputusan ini memicu kekhawatiran karena lebih dari 40 saham lain, atau tepatnya 55 emiten, berpotensi menyusul. Lantas, jika sebuah saham dikeluarkan dari bursa, apa yang harus dilakukan investor untuk menyelamatkan investasinya?

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah secara tegas menghapus pencatatan saham atau delisting atas delapan emiten dan dua saham preferen tersebut. Berdasarkan pengumuman BEI tertanggal 18 Juli 2025, delisting ini berlaku efektif pada Senin, 21 Juli 2025.

Alasan di Balik Delisting Massal

Penghapusan pencatatan saham ini bukan tanpa alasan. BEI mengambil langkah tegas karena emiten-emiten tersebut mengalami kondisi atau peristiwa signifikan yang berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha mereka. Pengaruh negatif ini bisa bersifat finansial maupun hukum, dan yang lebih mengkhawatirkan, emiten tidak mampu menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Selain itu, pertimbangan lain yang mendasari keputusan delisting adalah ketidakmampuan emiten dalam memenuhi persyaratan pencatatan di BEI. Beberapa saham juga telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler, pasar tunai, maupun di seluruh pasar, selama paling kurang 24 bulan terakhir.

Berikut adalah daftar saham-saham yang terkena delisting:
* PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI) dan saham preferen-nya (MAMIP).
* PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ).
* PT Hanson International Tbk (MYRX) beserta saham preferen-nya (MYRXP).
* PT Grand Kartech Tbk (KRAH).
* PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS).
* PT Steadfast Marine Tbk (KPAL).
* PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS).
* PT Nipress Tbk (NIPS).

Dengan dicabutnya status sebagai perusahaan tercatat, konsekuensinya adalah perusahaan-perusahaan ini tidak lagi memiliki kewajiban sebagai emiten, dan BEI akan menghapus nama mereka dari daftar emiten. Namun, jika di kemudian hari delapan perusahaan ini berencana untuk kembali mencatatkan sahamnya atau relisting di BEI, prosesnya dapat dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku.

Nasib Investor di Ujung Tanduk

Pertanyaan krusial yang kemudian muncul adalah, bagaimana nasib para investor yang memegang saham-saham yang didepak ini? Analis sekaligus *VP Marketing, Strategy & Planning* Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa emiten yang terkena delisting, baik secara sukarela (voluntary) maupun paksaan (forced), wajib melakukan pembelian kembali (buyback) saham dari pemegang saham publik.

Ketentuan ini tertuang jelas dalam POJK No. 45/POJK.04/2024, yang juga sejalan dengan ketentuan BEI No. I-I yang mewajibkan emiten untuk menyampaikan informasi terkait upaya buyback tersebut. Sayangnya, tidak semua emiten menunaikan kewajiban ini.

Berdasarkan data yang disampaikan Audi, dari sejumlah saham yang menghadapi risiko delisting, baru JSKW dan HDTX yang telah menyampaikan rencana *buyback*, memberikan sedikit harapan bagi investor untuk melepas saham mereka sebelum resmi keluar dari papan perdagangan BEI. Namun, delapan saham yang baru saja didepak, termasuk MYRX, belum menunjukkan rencana *buyback*. Kondisi ini membuat investor terjebak tanpa akses *exit liquidity*.

Audi menambahkan bahwa berdasarkan regulasi saat ini, jika emiten yang telah delisting tidak menunjukkan itikad baik untuk melakukan buyback, belum ada sanksi lanjutan yang bisa dikenakan. Dalam situasi seperti ini, langkah yang dapat dilakukan investor hanyalah memberikan penilaian negatif atau bahkan melakukan *blacklist* terhadap emiten beserta manajemennya yang dianggap tidak melindungi kepentingan investor. “Harapannya regulator dapat membantu gugatan lanjutan jika emiten *forced delisting* dan tidak melakukan *buyback* sebagai *exit liquidity* investor tersebut,” kata Audi.

Panduan Krusial untuk Investor: Hindari Jebakan Saham Bermasalah

Untuk menghindari terjebak pada saham-saham bermasalah di masa mendatang, Oktavianus Audi membagikan sejumlah saran berharga bagi investor:

1. Perhatikan Notasi Khusus BEI: Emiten yang memiliki indikasi pailit atau sedang menghadapi masalah serius sebaiknya dihindari sebagai opsi investasi. BEI sering memberikan notasi khusus untuk menandai kondisi-kondisi ini.
2. Analisis Fundamental Menyeluruh: Lakukan analisis fundamental secara mendalam terhadap kinerja perusahaan. Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan penasihat keuangan atau memanfaatkan layanan riset dan rekomendasi investasi dari anggota bursa.
3. Verifikasi Informasi: Selalu lakukan verifikasi informasi terhadap rumor atau spekulasi yang beredar terkait saham-saham bermasalah. Jangan sampai keputusan investasi Anda didasarkan pada informasi yang tidak akurat dan merugikan.

Senada dengan Audi, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman, mengingatkan para investor dan pelaku pasar untuk mencermati perkembangan kinerja keuangan emiten setiap kuartal. Ini adalah kunci untuk menghindari risiko terjebak pada saham-saham yang berpotensi delisting di kemudian hari.

“Kenaikan penjualan harus disertai dengan kenaikan arus kas operasi atau ekspansi yang agresif, serta kenaikan liabilitas harus disertai dengan kemampuan untuk pembayaran bunga atau pengembalian pokok pinjaman,” tegas Fath, menekankan pentingnya kesehatan finansial yang berkelanjutan.

Intip Komposisi Kepemilikan Saham Emiten yang Delisting

Untuk memberikan gambaran lebih lanjut mengenai entitas yang baru saja didepak dari lantai bursa, berikut adalah komposisi kepemilikan saham mereka:

1. PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI)
Per 30 November 2022: Brentfield Investment Limited 27,63% (3,4 miliar saham), PT Sentratama Kencana 6,43% (791,66 juta saham), Investor Publik 61,2% (7,53 miliar saham), Pemodal Asing 4,73% (582,42 juta saham).

2. PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ)
Per 30 April 2021: Masyarakat 55,22% (1,09 miliar saham), Freddy Setiawan 17,24% (342,04 juta saham), PT Forza Indonesia 12,31% (244,22 juta saham), Reksa Dana Narada Saham Indonesia 8,21% (162,9 juta saham), BP25 SG/BNP Paribas Singapore Branch Wealth Management 6,77% (134,23 juta saham), BOS LTD S/A Freddy Setiawan 0,25% (5 juta saham).

3. PT Hanson International Tbk (MYRX)
Hingga 31 Desember 2019: PT Asabri 5,4% (4,68 miliar saham), Benny Tjokrosaputro 4,25% (3,68 miliar saham), Masyarakat di bawah 5% sebanyak 90,34% (78,33 miliar saham).

4. PT Grand Kartech Tbk (KRAH)
Per 31 Mei 2021: PT Sutardja Dinamika Cipta 71,82% (697,54 juta saham), PT Swastika Muliaja 6,86% (66,62 juta saham), Antonius Gunawan Gho 5,42% (52,6 juta saham), PT Adrindo Inti Perkasa 5,04% (48,92 juta saham), Masyarakat 10,86% (105,49 juta saham).

5. PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS)
Per 30 September 2022: Marting Djapar 27,99% (215 juta saham), Jeanny Ariestina Halim 15,03% (115,4 juta saham), Hendry Ligiono 8,52% (65,4 juta saham), Albert Yan Katili 6,51% (50 juta saham), Stella 6,51% (50 juta saham), Masyarakat Pemodal Domestik 35,18% (270,27 juta saham), Masyarakat Pemodal Asing 0,26% (1,96 juta saham).

6. PT Steadfast Marine Tbk (KPAL)
Per 31 Juli 2020: Eddy Kurniawan Logam 19,91% (212,86 juta saham), Rudy Kurniawan Logam 13,38% (143 juta saham), Yusnita Logam 12,01% (128,433 juta saham), Investor Publik 54,7% (584,7 juta saham).

7. PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS)
Hingga 31 Januari 2024: Enmaru International 54,07% (379,04 juta saham), Masyarakat Warkat 41,01% (287,48 juta saham), Masyarakat Non Warkat 4,92% (34,51 juta saham).

8. PT Nipress Tbk (NIPS)
Per 30 Juni 2025: PT Trinitan Internasional 23,84% (389,97 juta saham), Trimegah Sekuritas Indonesia 12% (196,31 juta saham), PT Tritan Adhitama Nugraha 10,45% (170,9 juta saham), PT Indolife Pensiontama 7,58% (124,05 juta saham), Ferry J Robertus Tandiono 5,32% (87,14 juta saham), Masyarakat Non Warkat 36,68% (5,99 miliar saham), Masyarakat Warkat 4,09% (67 juta saham).

Daftar Hitam Bursa: Puluhan Saham Lain yang Berpotensi Delisting

Tidak hanya delapan emiten tersebut, Bursa Efek Indonesia juga merilis daftar puluhan saham lain yang kini berada dalam radar delisting. Per 30 Juni 2025, tercatat 55 emiten berpotensi dikeluarkan dari bursa karena sahamnya telah disuspensi selama enam bulan atau lebih. Daftar ini mencakup 8 saham yang baru-baru ini didepak dari BEI.

Ke-55 emiten yang sahamnya berpeluang delisting antara lain: ALMI, ARMY, ARTI, BIKA, BOSS, BTEL, CBMF, COWL, CPRI, DEAL, DUCK, ENVY, ETWA, GAMA, GOLL, HKMU, HOME, HOTL, IIKP, INAF, IPPE, JSKY, KAYU, KBRI, LCGP, LMAS, MABA, MAGP, MKNT, MTRA, NUSA, PLAS, POLL, POOL, POSA, PPRO, PURE, RIMO, SBAT, SIMA, SKYB, SMRU, SRIL, SUGI, TDPM, TECH, TELE, TOPS, TOYS, TRAM, TRIL, TRIO, UNIT, WMPP, dan WSKT.

Saham-saham dalam daftar ini berasal dari berbagai sektor industri, mencerminkan kerentanan di seluruh lini bisnis, mulai dari finansial, infrastruktur, konsumer, teknologi, energi, properti, kesehatan, barang dasar, hingga industrial.

Dari deretan nama tersebut, sorotan tertuju pada PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, yang telah dinyatakan pailit setelah gagal bayar utang dan mengalami penurunan kinerja akibat tekanan di industri tekstil. Selain itu, beberapa emiten BUMN atau anak usaha BUMN juga terancam kehilangan statusnya di bursa, seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Indofarma Tbk (INAF), dan PT PP Properti Tbk (PPRO).

Manajemen WSKT sendiri telah berupaya keras dengan dua rencana restrukturisasi untuk mencabut suspensi sahamnya. Restrukturisasi utang perbankan ditargetkan rampung pada Oktober 2024, dengan progres yang diklaim sudah mencapai 100%.

Situasi delisting dan potensi delisting ini menjadi pengingat keras bagi para investor akan pentingnya riset mendalam dan kehati-hatian dalam setiap keputusan investasi. Memantau kondisi perusahaan secara berkala adalah kunci untuk melindungi portofolio Anda dari risiko yang tidak terduga di pasar modal.

Berita Terkait

Orang Tua Group IPO? Intip Daftar Perusahaan yang Bakal Melantai di Bursa!
Saham Telekomunikasi Naik! Rekomendasi TLKM, ISAT, & EXCL
TKDN Bebas: Untung atau Buntung untuk Industri Lokal?
BI Fast BNI Meledak! Transaksi Kuartal II-2025 Naik 48%
CFX Cetak Rekor! Transaksi Derivatif Kripto Tembus Rp 33,54 Triliun
ENRG Ekspansi! Anak Usaha Teken Kontrak Sewa Rig Darat Baru
HRTA Restrukturisasi Kredit Bank Mandiri: Dampaknya Bagi Investor?
USD 30 Juta Mengalir ke Petro Oxo Nusantara, Ini Jurus Indonesia Eximbank!

Berita Terkait

Minggu, 27 Juli 2025 - 17:50 WIB

Orang Tua Group IPO? Intip Daftar Perusahaan yang Bakal Melantai di Bursa!

Minggu, 27 Juli 2025 - 14:13 WIB

Saham Telekomunikasi Naik! Rekomendasi TLKM, ISAT, & EXCL

Minggu, 27 Juli 2025 - 12:35 WIB

TKDN Bebas: Untung atau Buntung untuk Industri Lokal?

Minggu, 27 Juli 2025 - 12:28 WIB

BI Fast BNI Meledak! Transaksi Kuartal II-2025 Naik 48%

Minggu, 27 Juli 2025 - 11:11 WIB

CFX Cetak Rekor! Transaksi Derivatif Kripto Tembus Rp 33,54 Triliun

Berita Terbaru

Sports

Indonesia U23 vs Vietnam: Garuda Muda Dominasi, Tapi…

Minggu, 27 Jul 2025 - 19:00 WIB

Entertainment

Geger! Gwyneth Paltrow Bela Astronomer Usai Kiss Cam Coldplay Viral

Minggu, 27 Jul 2025 - 18:39 WIB