Kronologi Perusakan Rumah Doa di Padang: Berawal dari Polemik Izin hingga Dugaan Provokasi
Sebuah rumah yang difungsikan sebagai “Rumah Doa” di Jalan Teratai Indah RT 02 RW 09 Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, menjadi sasaran perusakan oleh puluhan massa pada Minggu (28/7). Insiden ini dipicu oleh akumulasi kesalahpahaman panjang mengenai status bangunan dan dugaan ketidaksesuaian izin, yang memuncak pada aksi anarkis.
Kontroversi bermula ketika seorang petugas pemasang listrik mendatangi kawasan tersebut pada Minggu (28/7). Berdasarkan surat resmi dari perusahaannya, pelanggan bangunan itu tercatat sebagai “Rumah Doa, Gereja, tempat kegiatan keagamaan”. Informasi ini mengejutkan warga setempat yang selama ini mengenal bangunan tersebut sebagai rumah singgah dan kemudian tempat pendidikan agama.
Terkejut dengan fakta baru ini, sejumlah warga berinisiatif mendatangi rumah tersebut pada Minggu sore untuk meminta klarifikasi. Saat itu, di dalam rumah sedang berlangsung kegiatan keagamaan oleh jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), di mana anak-anak tengah belajar agama. Foarotambowo Nduru, salah seorang jemaat GKSI yang berada di lokasi saat kejadian, menceritakan detik-detik mengerikan itu. “Saya lagi duduk, sementara anak-anak belajar agama di dalam. Sesudah belajar agama anak ini, datang mereka (massa),” ujarnya pada Senin (29/7). “Terjadi dalam seperti video itu.” Nduru memperkirakan sekitar 30 orang terlibat dalam aksi perusakan yang mengakibatkan pecahnya kaca, serta rusaknya kursi dan bagian bangunan lainnya. Ia menambahkan bahwa sembilan orang dari massa tersebut telah diamankan.
Penjelasan Ketua RT Setempat
Ketua RT setempat, Syamsir, membenarkan bahwa kedatangan warga awalnya murni untuk mengklarifikasi perubahan status bangunan kepada pendeta atau pemilik. Ia menegaskan, niat awal masyarakat adalah meninjau dan mempertanyakan dengan baik apa yang sebenarnya dilakukan di sana.
Namun, Syamsir menyayangkan terjadinya kalimat provokasi dari pihak jemaat saat klarifikasi berlangsung. “Ada pemicu, ada antara dia (jemaat). Itu yang kami sayangkan. Jadi itu pemicu timbulnya emosi massa hingga melakukan perusakan,” jelasnya.
Syamsir mengungkapkan bahwa warga sudah sejak lama mewanti-wanti pemilik bangunan terkait perubahan status. Awalnya sebagai rumah tinggal, lalu rumah singgah, kemudian tempat pendidikan agama bagi anak-anak. “Karena di sekolah negeri itu untuk memberikan mata pelajaran agama tidak ada di sekolah. Makanya dilaksanakan di sana,” imbuhnya, menggambarkan tujuan awal yang diketahui warga.
Namun, seiring waktu, laporan warga menyebutkan bahwa tempat itu mulai digunakan untuk ibadah hingga larut malam (pukul 22.00 WIB) dan melibatkan orang dewasa, bukan hanya anak-anak. Syamsir secara tegas menyatakan tidak pernah mengeluarkan izin untuk tempat ibadah. Ia mengaku telah meminta pemilik untuk mengurus izin perubahan status, dan pemilik pun berjanji akan melakukannya. “Tapi setelah terjadi begini begitu, kemarin dia menyampaikan sama saya izin sudah keluar tapi tidak pernah sampai ke saya,” ujarnya, menunjukkan ketidaksesuaian informasi.
Untuk menepis tudingan intoleransi, Syamsir menekankan bahwa warga sekitar sangat rukun dan damai, terdiri dari berbagai suku seperti Nias, Batak, dan Minang. “Di RW 9 ada empat RT, pemukiman warga suku Nias ada di tiga RT,” katanya. Namun, ia menambahkan, “sejak ada pemilik bangunan ini, orang yang ke tempatnya 90 persen warga Nias dari luar.”
Tindakan Kepolisian: Sembilan Orang Diamankan
Menyikapi insiden perusakan rumah doa di Padang ini, Wakapolda Sumatera Barat Brigjen Pol Solihin memastikan pihak kepolisian telah bergerak cepat. “Setelah kejadian kami langsung ke lokasi dan mengamankan TKP,” kata Solihin pada Senin (29/7). Ia menjamin situasi di lokasi kini aman dan tidak ada lagi tindakan anarkis.
Hingga kini, sembilan orang yang diduga terlibat dalam aksi perusakan telah diamankan polisi. “Sembilan orang ini adalah yang sesuai di video yang ada, berdasarkan bukti-bukti itu kami amankan,” tegas Solihin, seraya menambahkan bahwa jumlah pelaku yang diamankan masih bisa bertambah seiring pengembangan penyelidikan. Pantauan di lokasi menunjukkan sejumlah anggota polisi masih berjaga. Sementara itu, “Rumah Doa” tersebut kini tampak kosong dari jemaat, mengindikasikan upaya pendinginan situasi pasca-insiden.