Bank Indonesia Turunkan Target, Ini Strategi Hadapi Perlambatan Pembiayaan Perbankan Syariah
Laju pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah di Indonesia menunjukkan perlambatan signifikan pada Mei 2025, menjadi perhatian serius Bank Indonesia (BI). Data terbaru BI mencatat angka pertumbuhan hanya mencapai 8,8%, menurun dari 9,87% pada tahun 2024. Kondisi ini mendesak BI untuk memperkuat strategi guna menjaga momentum pengembangan sektor keuangan syariah di Tanah Air.
Menyikapi tren ini, Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) BI, Imam Hartono, mengungkapkan bahwa BI telah merevisi target pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah untuk tahun 2025. Target baru diproyeksikan berada di kisaran 8% hingga 11%, lebih rendah dari proyeksi awal yang optimis di 11% hingga 13%.
Meski Imam Hartono tidak menjelaskan secara rinci alasan spesifik di balik revisi target tersebut, ia mengakui adanya sejumlah tantangan yang membayangi kinerja perbankan syariah. Salah satu faktor utama yang disebutkannya adalah dampak dari dinamika perekonomian global yang fluktuatif. Imam menegaskan bahwa pengaruh ekonomi global ini bersifat universal, “Dampak global dan ekonomi ini sebenarnya sifatnya umum, baik itu berdampak kepada syariah maupun konvensional,” ujarnya dalam taklimat media BI pada Rabu (4/6). BI berkomitmen untuk terus memantau perkembangan ini.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, BI telah menyiapkan serangkaian langkah strategis. Salah satu fokus utamanya adalah memperkuat literasi masyarakat mengenai produk dan layanan keuangan syariah. Imam Hartono menyoroti persepsi keliru di kalangan sebagian masyarakat yang menganggap produk syariah cenderung mahal. Untuk mengubah pandangan ini, BI bersama kementerian/lembaga terkait gencar melakukan edukasi dan simulasi guna meningkatkan pemahaman publik.
Inovasi produk juga menjadi pilar penting dalam strategi BI. Bank Indonesia, bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aktif mendorong pengembangan produk keuangan syariah yang lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu terobosan terbaru adalah Shariah Restricted Investment Account (SRIA), sebuah produk investasi syariah yang memberikan fleksibilitas kepada investor untuk menentukan batasan pengelolaan dana pada proyek atau segmen usaha tertentu. Melalui SRIA dan instrumen serupa, BI berharap dapat menghadirkan beragam pilihan investasi yang menarik bagi masyarakat.
Sejalan dengan itu, BI dan OJK turut mendorong bank-bank konvensional untuk mengembangkan unit usaha syariah mereka, sehingga masyarakat memiliki lebih banyak alternatif layanan perbankan syariah. Namun, Imam Hartono menekankan bahwa upaya tersebut saja belum cukup. “Pelaku usaha syariah harus diperkuat agar bisa *survive* dan memiliki daya saing yang tinggi,” tegasnya. Hal ini menunjukkan pentingnya penguatan fundamental bagi para pemain di sektor ekonomi syariah.
Oleh karena itu, BI juga berupaya menciptakan sinergi antara korporasi dengan akses pembiayaan syariah. Melalui berbagai inisiatif komprehensif ini, Bank Indonesia optimis dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, menjadikannya sektor yang lebih tangguh dan berdaya saing di masa mendatang.