Petualangan Tak Terlupakan di Florida: Dari Kemewahan Miami hingga Ketegangan di Everglades
Sebagai petualangan ketiga kami di tanah Amerika, kali ini impian kami terwujud menuju negara bagian yang memesona, Florida. Bersama putri dan keluarga tercinta, kami memulai perjalanan yang menjanjikan kenangan indah, khususnya di kota Miami yang ikonik.
Setibanya kami di Miami, hiruk pikuk kota metropolis yang hangat langsung menyambut. Setelah beristirahat sejenak di Holiday Inn, hotel pilihan kami, kami segera larut dalam pesona pesisir Miami. Sebuah tiket feri membawa kami menelusuri garis pantai yang legendaris, tempat rumah-rumah mewah nan megah berdiri gagah. Pemandu kami menjelaskan, hunian-hunian megah ini bernilai ratusan miliar rupiah dan dimiliki oleh para pesohor dunia, dengan biaya sewanya bisa mencapai puluhan juta rupiah per malam. Feri yang kami tumpangi, meski tidak terlalu besar, terasa nyaman dan rapi, lengkap dengan mini bar. Secangkir cappuccino hangat untuk kami dan minuman ringan favorit putri serta keluarga, melengkapi momen santai sambil menikmati pemandangan menakjubkan.
Dalam setiap perjalanan yang penuh kebahagiaan, waktu memang terasa begitu cepat berlalu, seolah enggan berhenti. Sebuah kontras yang nyata dengan saat-saat sulit, di mana detik-detik terasa membeku. Tanpa terasa, senja mulai memudar di cakrawala Miami, dan feri pun perlahan kembali menuju dermaga, mengakhiri hari pertama yang penuh kesan.
Keesokan harinya, petualangan kami berlanjut menuju jantung alam liar Florida: Everglades Park. Kawasan ini dikenal sebagai rawa terluas dan “sungai terlambat” di dunia (The Slowest River in the World), sebuah magnet bagi wisatawan dari berbagai penjuru. Dari kejauhan, Everglades mungkin tampak seperti hamparan padang rumput hijau yang luas. Namun, jangan salah, di balik ketenangan visualnya, tersimpan realitas sebuah rawa mematikan, surga bagi ribuan ekor buaya yang siap menerkam apa pun yang bergerak di wilayah mereka.
Untuk menjelajahi misteri Everglades, kami menaiki perahu kecil yang menyerupai tongkang, yang populer disebut *airboat*. Sang kapten membagikan penutup telinga kecil dari gabus, mengingatkan kami akan suara mesin yang memekakkan saat perahu dihidupkan. Melaju di atas permukaan air yang dangkal, kami menelusuri hamparan rawa luas tersebut. Awalnya, tidak ada satu pun buaya yang terlihat, memberikan kesan ketenangan yang menipu. Namun, tiba-tiba perahu berhenti sejenak. Tanpa ragu, suami saya mencelupkan tangannya ke dalam air, berniat membasuh wajahnya, seperti kebiasaan yang dilakukannya di Sungai Nil, Mesir, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas setiap kunjungan pertama ke suatu tempat. Seketika, terdengar teriakan nyaring dari kapten: “What up your hands!” Air di sekitar tangan suami bergelombang hebat. Dengan refleks cepat, suami segera mengangkat tangannya. Detik berikutnya, seekor buaya meluncur tepat di samping perahu, mulutnya menganga lebar. Sungguh syukur tiada tara, tidak terjadi apa-apa. Pengalaman ini benar-benar membuka mata kami; sulit dipercaya betapa tenang permukaan rawa itu, namun di dalamnya bersembunyi predator-predator mematikan yang siap menerkam siapa pun yang lengah. Sebuah pelajaran berharga yang tak akan terlupakan seumur hidup bagi suami tercinta, untuk senantiasa lebih berhati-hati dalam melakukan ritual syukur, terutama di sungai yang dihuni oleh penghuni berbahaya seperti buaya.
Setelah pengalaman mendebarkan di atas *airboat*, kami melanjutkan dengan menyaksikan atraksi buaya yang telah dilatih, sebuah pertunjukan menarik yang menunjukkan kepiawaian para pawang. Seluruh perjalanan ini, dari kemewahan Miami hingga ketegangan di Everglades, membentuk mozaik kenangan indah. Impian kami untuk menjelajahi Florida akhirnya menjadi kenyataan, dan setiap kali kami usai berkunjung ke suatu negara, selalu muncul rasa syukur mendalam kepada Tuhan karena telah diberikan kesempatan untuk menikmati kebahagiaan hidup. Satu demi satu impian kami berdua terwujud. *Praise the Lord!* Seperti kata pepatah, “Keberhasilan bukanlah tujuan, melainkan sebuah perjalanan panjang.”
Terima kasih kepada semua sahabat di Kompasiana yang telah meluangkan waktu membaca tulisan ini. Semoga kisah perjalanan kami dapat menginspirasi.
Salam saya,
Roselina.
5 Juni 2025