Program Kampung Nelayan Merah Putih KKP Dikritik: Rp 2 Triliun Dipertanyakan, Kemiskinan Pesisir Terabaikan?
Jakarta – Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) menyoroti keras program ambisius Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), “Kampung Nelayan Merah Putih”. Seknas Fitra menilai proyek yang ditargetkan di 100 titik hingga 2025 ini minim arah dan pendekatan yang jelas, terutama karena dianggap mengabaikan kondisi pelayanan dasar sosial yang masih sangat memprihatinkan di wilayah pesisir.
Wakil Sekretaris Jenderal Seknas Fitra, Ervyn Young, menegaskan bahwa pembangunan pesisir tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan ekonomi semata. Ia mendesak pemerintah untuk segera merumuskan kebijakan terpadu yang memadukan pembangunan infrastruktur produksi dengan peningkatan layanan sosial dasar esensial, seperti akses terhadap air bersih, sanitasi layak, dan fasilitas kesehatan. “Bagaimana mungkin program Kampung Nelayan dengan alokasi anggaran fantastis mencapai Rp 2 triliun dapat berjalan efektif, jika di sisi lain rumah-rumah nelayan masih belum memiliki akses air bersih atau sanitasi yang layak?” ujar Ervyn melalui keterangan tertulis, Rabu, 4 Juni 2025.
Kritik Seknas Fitra ini berakar pada realitas kemiskinan di pesisir yang begitu mendalam. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, Ervyn memaparkan bahwa sebanyak 17,74 juta jiwa penduduk di wilayah pesisir masih hidup dalam kemiskinan, bahkan 3,9 juta di antaranya tergolong miskin ekstrem. Ironisnya, kawasan pesisir menyumbang hampir 68 persen dari total angka kemiskinan nasional. Kondisi sanitasi yang buruk di area ini juga diperkirakan membuat lebih dari 8 juta perempuan sangat rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan serius, mulai dari risiko *stunting* pada anak, kanker serviks, hingga penyakit tropis seperti malaria dan diare.
Selain aspek layanan dasar, Ervyn turut menyoroti kesiapan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes MP) sebagai akselerator pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih. Seknas Fitra menilai Kopdes MP belum memiliki kematangan kelembagaan yang memadai, sehingga berpotensi hanya menjadi alat pelaksana bagi pemerintah pusat dan daerah. “Akan jauh lebih bijak jika Kopdes disiapkan secara matang terlebih dahulu, baru kemudian diberikan mandat untuk mengembangkan program. Tanpa konsep yang jelas, Kopdes hanya akan berfungsi sebagai ‘bemper’ atau bahkan ‘kambing hitam’ jika program ini menghadapi kegagalan,” jelas Ervyn. Ia menegaskan, peran ideal Kopdes seharusnya bukan sebagai pelaksana proyek pembangunan, melainkan sebagai pengelola fasilitas yang telah dibangun, memastikan manfaatnya langsung terasa oleh keluarga nelayan. Hal ini esensial untuk menciptakan ekosistem usaha perikanan yang berbasis potensi lokal dan memperkuat kemandirian warga pesisir.
Menanggapi kritik tersebut, Staf Khusus Menteri KKP, Doni Ismanton, mengungkapkan bahwa program Kampung Nelayan Merah Putih membutuhkan alokasi Rp 22 miliar untuk realisasi pada tahun 2025. Sebagai langkah awal, KKP menargetkan pembangunan di 100 lokasi prioritas. Doni menjelaskan, pihaknya telah menerima 910 proposal dari berbagai kampung nelayan di seluruh Indonesia. “Saat ini, tim kami tengah menyeleksi secara ketat 100 lokasi unggulan yang siap dibangun pada tahun 2025,” kata Doni.
KKP memiliki target ambisius, yaitu menyelesaikan 100 Kampung Nelayan Merah Putih pada tahun ini, dan melanjutkan dengan pembangunan masing-masing 500 kampung pada tahun 2026 dan 2027. Dengan demikian, total 1.100 Kampung Nelayan Merah Putih diharapkan rampung hingga tahun 2027, yang seluruhnya didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berbagai fasilitas modern direncanakan akan dibangun di setiap Kampung Nelayan Merah Putih untuk mendukung aktivitas maritim. Ini meliputi dermaga, fasilitas *docking* kapal, *cold storage*, pabrik es, sentra kuliner, kios perbekalan melaut, kantor pengelolaan, pasar ikan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan (SPBUN), hingga balai pelatihan. Doni menegaskan, pembangunan fasilitas terintegrasi ini dirancang untuk secara signifikan meningkatkan produktivitas masyarakat nelayan. “Tujuan utamanya adalah mentransformasi metode penangkapan, penyimpanan, hingga pemasaran hasil tangkapan dari cara tradisional menjadi lebih modern dan kompetitif di pasar,” pungkas Doni.
Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.