Penjualan Sukuk Ritel SR022 Masih Lesu Awalnya, Namun Ada Sinyal Kebangkitan di Tengah Dinamika Pasar
Penjualan Surat Berharga Negara (SBN) Sukuk Ritel Seri 22 (SR022) menunjukkan tren yang kurang menggembirakan di awal masa penawarannya. Hingga 5 Juni 2025, data dari platform investasi Bibit mengungkapkan bahwa minat investor terhadap sukuk ini masih minim. Sukuk SR022 dengan tenor 5 tahun baru terjual 35,2%, sementara tenor 3 tahun mencapai 41,7% dari total target penawaran. Padahal, kesempatan untuk berinvestasi pada instrumen ini akan segera berakhir pada 18 Juni 2025.
Lesunya minat investor ritel terhadap SR022 ini bukan tanpa alasan. Ahmad Nasrudin, Fixed Income Analyst dari Pefindo, mengidentifikasi dua faktor utama yang menjadi penyebabnya. Pertama, melonjaknya daya tarik pasar saham. Investor ritel cenderung beralih mencari keuntungan yang lebih tinggi di pasar ekuitas, terutama setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan rebound signifikan dari level sekitar Rp 6.000 ke Rp 7.000, mendorong aksi borong saham dan potensi keuntungan yang menggiurkan.
Faktor kedua adalah kurangnya daya saing imbal hasil (yield) SR022 dibandingkan dengan instrumen lain. Di awal masa penawaran, *yield* SR022 kalah menarik dari Surat Utang Negara (SUN) seri *fixed rate* dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) seri *project-based sukuk* yang menawarkan *yield* lebih tinggi. Kondisi ini diperparah oleh koreksi pasar yang terjadi akibat kebijakan perang tarif AS, yang pada gilirannya menyebabkan *yield* pasar cenderung tinggi.
Namun, dinamika pasar terkini memberikan angin segar bagi SR022. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan diperkirakan mampu membangkitkan kembali minat investor. Penurunan suku bunga ini secara langsung memengaruhi *yield* obligasi pasar. Kini, *yield* obligasi pasar dengan tenor 3 dan 5 tahun mulai turun masing-masing ke level 6,36% dan 6,42%. Kondisi ini membuat *yield* SR022 yang tetap kompetitif di angka 6,45% (tenor 3 tahun) dan 6,55% (tenor 5 tahun) menjadi semakin menarik.
Meskipun pasar saham menawarkan potensi keuntungan yang cepat, Ahmad Nasrudin tetap memperkirakan investor ritel akan kembali melirik SBN di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Ia menekankan bahwa meskipun pasar saham sedang naik, membeli saham saat ini berisiko mengalami koreksi harga. Oleh karena itu, bagi investor dengan toleransi risiko rendah, SR022 menawarkan alternatif investasi yang lebih stabil dan aman dalam menghadapi volatilitas ekonomi global.
Di tengah gambaran penjualan yang lesu secara umum, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menunjukkan kinerja penjualan SR022 yang cukup impresif. Hingga 5 Juni 2025, Bank Mandiri berhasil mencatat penjualan SR022 hampir mencapai Rp 1 triliun. Angka ini memang baru sekitar 30% dari target Rp 3 triliun yang ditetapkan Bank Mandiri.
Senior Vice President Bank Mandiri, Sista Pravesthi, menyatakan optimisme bahwa tren penjualan akan meningkat pesat menjelang masa akhir penawaran. Pola ini sejalan dengan seri-seri sebelumnya, di mana lonjakan pemesanan biasanya terjadi mendekati batas waktu penutupan, terutama karena adanya jatuh tempo pada periode tersebut. Menariknya, mayoritas pembeli SR022 melalui Bank Mandiri adalah kalangan pegawai dan pensiunan, dengan rata-rata nilai pembelian (ticket size) berkisar antara Rp 100 juta hingga Rp 200 juta, menunjukkan segmen investor yang mencari keamanan dan pendapatan tetap.