KPK Cegah Delapan Tersangka Pemerasan RPTKA di Kemnaker Bepergian ke Luar Negeri, Diduga Raup Rp 53,7 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengambil langkah tegas dengan mencegah delapan orang tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk bepergian ke luar negeri. Keputusan ini merupakan bagian dari upaya intensif penyidikan tindak pidana korupsi yang sedang berlangsung.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa Surat Keputusan Nomor 883 Tahun 2025 tentang Larangan Bepergian ke Luar Negeri terhadap delapan individu tersebut telah dikeluarkan pada tanggal 4 Juni 2025. Pengumuman ini disampaikan kepada wartawan pada Kamis (5/6).
Kedelapan orang yang dikenakan larangan bepergian ke luar negeri itu meliputi beberapa pejabat dan staf di lingkungan Kemnaker, dengan rincian sebagai berikut:
1. Suhartono, Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023.
2. Haryanto, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024–2025.
3. Wisnu Pramono, Direktur PPTKA tahun 2017–2019.
4. Devi Angraeni, Direktur PPTKA tahun 2024–2025.
5. Gatot Widiartono, Koordinator Analisis dan PPTKA tahun 2021–2025.
6. Putri Citra Wahyoe, Petugas Hotline RPTKA 2019–2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA 2024–2025.
7. Jamal Shodiqin, Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024 sekaligus Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024–2025.
8. Alfa Eshad, Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018–2025.
Budi Prasetyo menambahkan bahwa larangan bepergian ke luar negeri ini berlaku selama enam bulan ke depan. Tindakan ini diambil oleh penyidik karena keberadaan para tersangka di wilayah Indonesia dianggap sangat dibutuhkan untuk kelancaran proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang tengah bergulir.
Dalam kronologi kasusnya, kedelapan tersangka ini diduga kuat meminta sejumlah uang kepada para agen penyalur calon Tenaga Kerja Asing (TKA). Permintaan uang tersebut bertujuan untuk memuluskan penerbitan izin kerja bagi calon TKA. Praktik pemerasan ini telah berlangsung cukup lama, terhitung sejak tahun 2019.
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa total uang yang berhasil diraup oleh para tersangka telah mencapai angka fantastis, yakni Rp 53,7 miliar. Dana hasil pemerasan tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi mereka, dan sebagian lagi dibagi-bagikan kepada sejumlah pegawai lain di lingkungan Kemnaker.
Atas perbuatan melawan hukum ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Penanganan kasus ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas praktik korupsi, khususnya yang melibatkan pejabat publik.











