Sertifikat Tanah Elektronik: Amankah Data Anda? Jaminan Pemerintah?

Avatar photo

- Penulis Berita

Jumat, 6 Juni 2025 - 16:15 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Imbauan pemerintah untuk mengubah sertifikat tanah fisik menjadi elektronik telah memicu kontroversi. Kehawatiran publik soal keamanan data dan biaya administrasi Rp 50.000 menjadi sorotan utama. Pakar bahkan menilai Badan Pertanahan Nasional (BPN) belum siap secara administrasi untuk melakukan transformasi digital ini.

“Bayangkan, kalau data elektroniknya di-hack, semua sertifikat tanah bisa hilang!” demikian keresahan yang diungkapkan warganet di X (sebelumnya Twitter). Sentimen serupa juga mengemuka mengenai kewajiban membayar biaya penggantian sertifikat, yang dianggap sebagai beban tambahan bagi masyarakat. “Bayar lagi untuk urusan mereka, lalu sertifikat kita diambil,” tulis akun lain di platform media sosial tersebut.

Rahma Mery, pengajar hukum agraria, mengungkapkan keraguannya terhadap kemampuan pemerintah dalam menjaga keamanan data sertifikat tanah digital. “Jujur, saya tidak percaya dengan keamanan digital pemerintah. Sudah berkali-kali terjadi kebocoran data, bahkan di lembaga-lembaga terpercaya,” tegas Rahma. Ia juga menyoroti kurang rapinya administrasi BPN selama ini.

Menanggapi kekhawatiran publik, Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menekankan bahwa program ini bukan paksaan, melainkan upaya untuk meningkatkan keamanan dan kepastian hukum kepemilikan tanah. “Sistem keamanan berlapis dan terintegrasi yang dikelola pemerintah akan menjamin keamanan data,” jelasnya. Imbauan ini, lanjut Harison, sejalan dengan penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sesuai Perpres Nomor 95 Tahun 2018 dan Perpres Nomor 132 Tahun 2022, serta Permen ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2023. Harison juga menambahkan bahwa sertifikat analog lebih mudah dipalsukan dibandingkan sertifikat elektronik.

Proses alih media sertifikat dilakukan melalui aplikasi Sentuh Tanahku, dengan biaya Rp 50.000 dan kunjungan ke kantor pertanahan setempat. Program ini, untuk tahap awal, difokuskan pada sertifikat terbit tahun 1961-1997. Sertifikat analog yang telah dialihmediakan akan disimpan oleh Kantor Pertanahan sebagai arsip pendukung.

Soal keamanan data, Harison menjelaskan bahwa Kementerian ATR/BPN menggunakan server khusus dan sistem berbasis blockchain, serta berkolaborasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Meskipun mengakui tidak ada sistem keamanan yang sempurna, Harison memastikan adanya sistem deteksi upaya peretasan.

Namun, Rahma Mery tetap skeptis. Ia menekankan pentingnya perbaikan administrasi BPN, khususnya validasi Buku Tanah, sebelum melakukan digitalisasi. Ahmad Jaetuloh dari Sajogyo Institute senada, menyoroti ketidaksesuaian data Buku Tanah dengan data lapangan sebagai potensi masalah.

Terkait akses digital, Harison optimistis karena lebih dari 80% masyarakat Indonesia telah terhubung internet. Namun, Rahma Mery mengingatkan bahwa asumsi tersebut mengabaikan kelompok rentan, khususnya warga desa yang kurang melek digital dan lebih mempercayai sertifikat fisik. Mereka berisiko besar jika terjadi kebocoran data.

Fokus alih media pada sertifikat tahun 1961-1997 didasarkan pada ketidakakuratan peta kadaster pada periode tersebut. Namun, Rahma Mery mengkhawatirkan pengabaian alas hak lain seperti Letter C dan Letter D yang masih digunakan banyak warga.

Penyimpanan sertifikat analog oleh BPN, menurut Harison, analog dengan menabung di bank: warga tetap dapat mengakses informasi melalui aplikasi Sentuh Tanahku, meskipun sertifikat fisiknya disimpan BPN. Rahma Mery, sebaliknya, menganggap hal ini meningkatkan risiko pencurian dan peretasan data.

Terakhir, biaya Rp 50.000 dijelaskan Harison sebagai biaya penggantian blanko sertifikat sesuai PP Nomor 128 Tahun 2015. Namun, Rahma Mery menilai hal ini menambah beban masyarakat yang sebenarnya tidak menginginkan perubahan ke sertifikat elektronik.

Berita Terkait

DPR Usut Aturan Co-Payment OJK: Ada Apa?
Prabowo Diundang KTT G7: PM Kanada Langsung Telepon!
Prabowo Subianto Diundang ke KTT G7: Kanada Buka Pintu
Kecelakaan Maut Wakil Ketua DPRD Ngawi: Komunikasi Terakhir Terungkap
Amran Sulaiman Geram: Mafia Pangan Diduga Manipulasi Stok Beras!
Diskon Listrik Batal: Alasan di Balik Paket Stimulus Ekonomi Terbaru
Dasco Sakti: Dalang Pertemuan Megawati-Prabowo-Gibran? Analisis Pengamat
Iduladha di Istiqlal: Prabowo, Puan, JK Hadir! Lihat Momen Lengkapnya

Berita Terkait

Sabtu, 7 Juni 2025 - 21:09 WIB

DPR Usut Aturan Co-Payment OJK: Ada Apa?

Sabtu, 7 Juni 2025 - 19:13 WIB

Prabowo Diundang KTT G7: PM Kanada Langsung Telepon!

Sabtu, 7 Juni 2025 - 18:39 WIB

Prabowo Subianto Diundang ke KTT G7: Kanada Buka Pintu

Sabtu, 7 Juni 2025 - 15:38 WIB

Kecelakaan Maut Wakil Ketua DPRD Ngawi: Komunikasi Terakhir Terungkap

Sabtu, 7 Juni 2025 - 13:28 WIB

Amran Sulaiman Geram: Mafia Pangan Diduga Manipulasi Stok Beras!

Berita Terbaru

Entertainment

Shoot Melejit! Peringkat 3 Spotify Viral Korea, Kok Bisa?

Minggu, 8 Jun 2025 - 02:24 WIB

Uncategorized

OJK Perkuat Peran Dokter: Tata Kelola Asuransi Kesehatan Lebih Baik?

Minggu, 8 Jun 2025 - 01:54 WIB

Entertainment

A Complete Unknown: Kisah Bob Dylan, Biopik Wajib Tonton!

Minggu, 8 Jun 2025 - 00:59 WIB