Raja Ampat: Surga Terakhir di Bumi dan Legenda Telur Ajaib
Raja Ampat, gugusan kepulauan di Papua Barat Daya, terkenal akan keindahan alam bawah lautnya yang memukau dan panorama daratannya yang menawan. Tak heran jika destinasi wisata ini dijuluki “surga terakhir di Bumi.” Namun, di balik keindahannya yang memesona, terdapat kekhawatiran akan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Di tengah isu #saverajaampat yang tengah ramai, mari kita telusuri legenda asal-usul Raja Ampat yang penuh misteri, sebuah kisah yang mengaitkan empat rajanya dengan tujuh butir telur ajaib.
Kisah bermula dari sepasang suami istri, Alyab dan Beko Deni, yang tinggal di tepi Sungai Wawage atau Kali Raja. Suatu hari, Beko Deni menemukan tujuh butir telur misterius. Alyab ingin memakannya, namun Beko Deni mencegahnya. Secara ajaib, telur-telur itu menetas, menghasilkan lima bayi manusia: empat laki-laki (Giwar, Tusan, Mustari, dan Kilimuri) dan seorang perempuan (Pin Take). Dua telur lainnya berubah menjadi roh dan batu.
Kelima bayi tersebut tumbuh dewasa di Kali Raja. Namun, suatu perselisihan mengakibatkan mereka berpisah dan membangun kerajaan masing-masing. Giwar menjadi Raja Waigeo, Tusan menguasai Salawati, dan Mustari memerintah Misool. Kilimuri memilih bermukim di Pulau Seram. Nasib Pin Take berbeda; karena dianggap hamil tanpa suami, ia dihanyutkan ke laut oleh saudara-saudaranya.
Terdampar di Pulau Numfor, Pin Take bertemu Manar Maker, tokoh mitos masyarakat Biak-Numfor. Di sana, ia melahirkan seorang putra bernama Kurabesi. Setelah dewasa, Kurabesi kembali ke Kali Raja dan bertemu pamannya, Giwar. Bersama Giwar dan keponakannya, Mereksopen, Kurabesi membantu Raja Tidore memenangkan perang melawan Raja Ternate. Sebagai imbalan, Kurabesi dipersunting putri Sultan Tidore, Boki Taiba, dan menetap di Wauyai, Waigeo, hingga akhir hayatnya. Inilah salah satu versi legenda asal-usul Raja Ampat, yang berfokus pada periode setelah Kurabesi.
Namun, terdapat pula versi lain yang menggambarkan periode sebelum Kurabesi berkuasa. Berdasarkan catatan Van der Leeden (1979-1980) dan cerita rakyat suku Kawe dan Wawiyai, wilayah Raja Ampat telah memiliki kerajaan lokal yang dipimpin oleh empat saudara raja, yang masing-masing bergelar “Fun”: Fun Giwar (Waigeo), Fun Tusan (Salawati), dan Fun Mustari (Misool). Fun Kilimuri pergi ke Seram, sementara Fun Sem menjelma menjadi makhluk halus. Pin Take, saudara perempuan mereka, juga mengalami nasib serupa seperti dalam versi sebelumnya, dihanyutkan ke laut karena hamil tanpa suami. Kisah selanjutnya tentang Kurabesi dan perannya dalam perang antara Tidore dan Ternate pun serupa dengan versi pertama.
Kedua versi legenda ini memperkaya khazanah budaya Raja Ampat, menunjukkan kekayaan sejarah dan kepercayaan masyarakat setempat. Meskipun detailnya berbeda, kedua versi tersebut sama-sama menceritakan tentang asal-usul empat raja yang membentuk kekuasaan di kepulauan yang menakjubkan ini, sebuah warisan yang tetap hidup hingga kini di tengah keindahan alam Raja Ampat yang luar biasa.