Di tengah gurun Texas, sebuah kendaraan tempur Stryker bertengger gagah di dekat tembok perbatasan AS-Meksiko. Bekas prajurit perang Irak dan Afghanistan ini kini menjadi bagian dari strategi Presiden Donald Trump untuk menghentikan apa yang disebutnya “invasi” imigran ilegal. Stryker ini hanyalah satu dari sekitar 100 kendaraan serupa yang dikerahkan sepanjang perbatasan sepanjang 3.100 kilometer. Selain kendaraan tempur, Trump juga mengerahkan lebih dari 8.000 tentara, pesawat mata-mata dan drone, serta dua kapal Angkatan Laut untuk memperketat pengawasan perbatasan.
Beberapa kilometer dari lokasi tersebut, di sisi Meksiko, seorang pemuda berdiri di atas bukit. Ia adalah salah satu “elang,” mata-mata yang memantau pergerakan migran dan menentukan waktu serta lokasi penyeberangan ke Amerika Serikat. Arus migran yang sebelumnya mencapai rekor tertinggi, kini menurun drastis, memicu pertanyaan akan efektifitas taktik perbatasan Trump, termasuk pengerahan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kontroversi ini muncul karena tuduhan Trump melanggar konvensi yang membedakan peran militer dan kepolisian. Undang-Undang Posse Comitatus di AS melarang angkatan bersenjata federal terlibat dalam penegakan hukum tanpa persetujuan Kongres. Namun, militer diizinkan berpatroli di wilayah pangkalan mereka sendiri dan menangkap pelanggar berdasarkan “doktrin tujuan militer.”
Antara 18 April dan 1 Mei, Pentagon menetapkan dua Wilayah Pertahanan Nasional di perbatasan Negara Bagian Chihuahua, Meksiko. Wilayah ini secara de facto menjadi bagian dari pangkalan militer, memungkinkan militer berpatroli di area perbatasan yang luas. Elizabeth Goitein, direktur senior Program Kebebasan & Keamanan Nasional di Brennan Center for Justice, menjelaskan bahwa migran yang tertangkap di wilayah ini dianggap sebagai pelanggar perbatasan dan ditahan sementara oleh militer hingga petugas Patroli Perbatasan tiba. Goitein menambahkan, “Pemerintah ingin mengubah sepertiga perbatasan selatan menjadi pangkalan militer. Penangkapan di wilayah ini dapat dibenarkan dengan alasan melindungi pangkalan.” Komando militer membantah melakukan tugas kepolisian, menekankan misi mereka hanya menahan dan menginformasikan petugas perbatasan untuk penangkapan resmi.
Pemerintahan Trump berdalih perluasan area militerisasi demi keamanan nasional, mengklaim kemenangan pemilu sebagai mandat. Keamanan perbatasan yang lebih ketat merupakan janji kampanye utama Trump. Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan area baru ini “meningkatkan kemampuan mendeteksi, mencegat, dan mengadili imigran ilegal, geng kriminal, dan teroris, serta membentengi negara dari fentanil dan narkotika.”
Goitein mempertanyakan pembenaran perluasan peran militer mengingat penurunan drastis jumlah penyeberangan. Meskipun penurunan dimulai sebelum Trump menjabat, penurunan tersebut semakin cepat sejak Januari, seiring peningkatan upaya penangkapan dan deportasi. Pada April, lebih dari 8.000 orang ditahan karena masuk ilegal di perbatasan barat daya, turun 94% dari 128.000 pada April tahun sebelumnya. Brigadir Jenderal Jeremy Winters menyatakan bahwa satu penyeberangan ilegal pun sudah terlalu banyak, meskipun angka penahanan mencapai 95%.
Pembentukan area pertahanan nasional berdampak langsung pada penangkapan. Hingga 3 Juni, Satuan Tugas Gabungan di Perbatasan Selatan telah mendeteksi sekitar 340 migran di zona militerisasi. Jaksa kini dapat menambahkan pasal pelanggaran keamanan di area terlarang, dengan hukuman yang lebih berat dibandingkan pelanggaran masuk ilegal saja. Carlos Ibarra, pengacara beberapa tahanan, menjelaskan, “(Para migran) terus datang seperti biasa, namun tiba-tiba menghadapi tuntutan militer tanpa mengerti apa pun.” Beberapa tuntutan tambahan dibatalkan karena penanda militer tidak jelas, namun banyak yang tetap divonis bersalah.
Militerisasi perbatasan berlanjut, dengan Trump bahkan meminta Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum untuk mengizinkan Angkatan Darat AS menyeberang untuk operasi anti-kartel, sebuah usulan yang ditolak. Pasukan tetap berada di sisi perbatasan AS. Brigadir Jenderal Winters menegaskan, “Ini bukan latihan. Ini operasi untuk melindungi perbatasan dan tanah air kita.”