Presiden Cabut Izin Tambang Nikel di Raja Ampat, KKP Tinjau Ulang Aturan Pulau Kecil
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bergerak cepat meninjau ulang aturan pertambangan di pulau-pulau kecil menyusul pencabutan empat izin tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat oleh Presiden. Langkah tegas ini bertujuan mencegah terulangnya praktik serupa dan memperjelas batas kewenangan dalam pemberian izin tambang di wilayah yang seharusnya dilindungi. Kelima pulau yang terdampak di Raja Ampat, menurut Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Ahmad Aris, tergolong pulau kecil, bahkan sangat kecil (“tiny island”), berukuran di bawah 10.000 hektare sesuai UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
Ukurannya yang mini menjadikan pulau-pulau tersebut tak sesuai untuk kegiatan industri berskala besar seperti pertambangan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memprioritaskan pelestarian, sementara Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 melarang kegiatan tambang yang merusak lingkungan atau berdampak sosial negatif. Bahkan, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan yang melarang praktik tersebut. Namun, implementasi aturan di lapangan masih menghadapi kendala.
Salah satu kendalanya adalah perbedaan kewenangan antar instansi. Banyak lokasi tambang berada di kawasan hutan, yang berada di bawah wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui sistem perizinan OSS (Online Single Submission). KKP hanya berwenang memberi izin di areal penggunaan lain (APL). Pembagian kewenangan ini, menurut Aris, belum mempertimbangkan kerentanan ekologis pulau-pulau kecil. Oleh karena itu, KKP akan memperkuat aturan dan memperjelas proses perizinan untuk menutup celah hukum yang memungkinkan operasi tambang di pulau-pulau yang seharusnya dilindungi, terlepas dari status administratifnya sebagai kawasan hutan.
Langkah konkret KKP meliputi peninjauan peraturan terkait pulau-pulau kecil untuk menciptakan harmonisasi antar peraturan. Selain itu, tim pengawas KKP akan diterjunkan ke lapangan untuk memantau dampak lingkungan. Namun, pengamatan dampak ekologis ini membutuhkan waktu, karena kerusakan yang signifikan baru akan terlihat jelas saat musim hujan dan terbawa sedimen dari darat ke laut.
Upaya KKP juga mencakup penyempurnaan sistem pendataan pulau-pulau kecil melalui platform SIAP (Sistem Informasi Pulau-Pulau Kecil). Meskipun data saat ini belum *real-time*, KKP berkomitmen untuk memperbaruinya secara berkala. Tujuannya, agar masyarakat dapat mengakses informasi terkini tentang kondisi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Inisiatif ini penting tidak hanya untuk mencegah tambang ilegal, tetapi juga untuk memastikan pemanfaatan pulau-pulau kecil dilakukan secara adil dan berkelanjutan. Praktik pertambangan ilegal tidak hanya terjadi di Papua, tetapi juga di wilayah lain seperti Kepulauan Riau, yang akan menjadi fokus kunjungan kerja KKP selanjutnya.
KKP berkomitmen untuk terus mendorong harmonisasi aturan antar instansi guna melindungi pulau-pulau kecil dari eksploitasi yang merusak lingkungan. Kunjungan kerja ke Kepulauan Riau bersama Dirjen dan Kejaksaan Agung menjadi bukti nyata komitmen tersebut, mengingat banyaknya pulau di sana yang terdampak aktivitas pertambangan.