DPR Segera Sahkan UU Pertekstilan: Harapan Bangkitnya Industri Tekstil Nasional
Badan Legislasi Nasional (Baleg) DPR tengah berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan Undang-Undang Pertekstilan. Target penyelesaiannya di tahun ini telah ditetapkan, seiring dengan masuknya RUU ini ke dalam Program Legislasi Nasional. Proses legislasi melibatkan berbagai asosiasi industri tekstil, termasuk Ikatan Ahli Tekstil, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia, dan Asosiasi Pengrajin Batik serta Pengusaha Batik Indonesia, yang telah diundang Baleg pada akhir Mei lalu.
Wakil Ketua Baleg DPR, Ahmad Iman Sukri, menegaskan komitmen untuk menyelesaikan RUU ini secepatnya. “Targetnya tahun ini selesai,” ujar Iman kepada Tempo pada Rabu, 11 Juni 2025. Dalam draf RUU Pertekstilan per 12 Agustus 2024, DPR mengusulkan pembentukan lembaga khusus di bawah Presiden atau kementerian khusus untuk mengawal industri tekstil. Lembaga ini akan beranggotakan perwakilan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Tugas lembaga tersebut akan meliputi seluruh aspek industri tekstil dan produk tekstil (TPT), mulai dari perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia hingga riset, inovasi, permodalan, pengelolaan sistem data, regulasi ekspor-impor, dan perlindungan kekayaan intelektual. Iman Sukri optimistis UU ini akan menjadi kunci kebangkitan industri tekstil nasional yang tengah menghadapi tantangan berat. “Kami akan buat rapat maraton, sedetail mungkin. Bukan menambah masalah baru, tapi mencarikan solusinya,” tegasnya.
Dukungan terhadap RUU Pertekstilan juga datang dari Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza. Ia menilai perlunya aturan yang adaptif terhadap perkembangan sektor tekstil. “Sudah sangat tepat jika kita bisa memiliki UU Tekstil,” kata Faisol kepada Tempo pada Sabtu, 7 Juni 2025. Kemenperin siap memperbaiki tata niaga dan impor produk tekstil, termasuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2023 yang dinilai membuka keran impor terlalu lebar dan menimbulkan keluhan dari industri dalam negeri. Faisol berharap UU ini, bersama revisi Permendag, dapat mengatasi berbagai permasalahan dan mengantisipasi tantangan masa depan, membuka peluang bagi industri tekstil untuk kembali merajai pasar ekspor.
Namun, Anggota Baleg dari Partai Golkar, Firman Subagyo, menuding lambannya respons pemerintah terhadap krisis di industri tekstil sebagai penyebab utama kemerosotan sektor ini. Persaingan produk yang ketat, impor ilegal, dan penurunan permintaan ekspor menjadi tantangan utama yang dihadapi industri tekstil dalam negeri. Firman menilai pembiaran pemerintah telah berdampak pada kerugian ekonomi negara yang signifikan. “Pembiaran negara, ini fakta,” tandasnya.
Sentimen yang sama juga diungkapkan oleh ribuan anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) yang menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara pada Ahad, 1 Juni 2025. Mereka menuntut pemerintah serius mengatasi impor ilegal yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai perusahaan tekstil. KSPN mendesak pemerintah memberantas praktik importir nakal dan melindungi industri dalam negeri agar tercipta iklim usaha yang kondusif dan menjamin keamanan kerja para buruh. “Kami ingin bisnis dalam negeri terlindungi dan pekerja merasa lebih aman dari jeratan PHK karena perusahaannya bangkrut,” tegas Presiden KSPN, Ristadi.
Pilihan Editor: Sebagian Bahan Baku Furnitur Lokal Masih Impor