Rupiah Diramal Melemah di Awal Pekan: Risiko Geopolitik dan Tarif Trump Mengintai
Nilai tukar rupiah diperkirakan akan melanjutkan tren pelemahannya di awal pekan depan. Ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran, dipadu kekhawatiran atas potensi kenaikan tarif impor yang diutarakan Presiden Donald Trump, menjadi bayang-bayang utama yang menekan mata uang Garuda.
Penutupan perdagangan Jumat (13/6) menunjukkan rupiah melemah 0,37% terhadap dolar Amerika Serikat (AS), menguatkan posisinya di level Rp 16.308 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga ikut terdepresiasi sebesar 0,34%, mencapai Rp 16.293 per dolar AS.
Lukman Leong, analis dari Doo Financial Futures, memperkirakan tekanan terhadap rupiah akan berlanjut. Eskalasi konflik Israel-Iran, dikombinasikan dengan data ekonomi domestik pekan lalu yang cenderung lemah – seperti indeks kepercayaan konsumen dan penjualan ritel – menjadi faktor pendorong utama pelemahan ini. “Data ekonomi domestik yang kurang menggembirakan semakin memperburuk situasi,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (15/6).
Minimnya rilis data ekonomi penting di awal pekan ini mengarahkan fokus investor pada perkembangan situasi di Timur Tengah. Hal ini diperkuat oleh pandangan Ibrahim Assuaibi, pengamat mata uang, yang menekankan bahwa ketegangan geopolitik memicu sentimen *risk-off* yang meluas di pasar. Ancaman kenaikan tarif impor, terutama setelah pernyataan Presiden Trump terkait potensi kenaikan tarif otomotif, semakin menambah kekhawatiran investor.
Pernyataan Trump pada Kamis (12/5) tentang kemungkinan kenaikan tarif otomotif, menambah sentimen negatif meskipun sebelumnya ia mengklaim kesepakatan dagang AS-China telah “selesai”. Situasi ini, menurut Ibrahim, menciptakan suasana hati yang pesimistis di pasar.
Prediksi pelemahan rupiah pun mengemuka. Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.300 – Rp 16.350 per dolar AS. Sementara itu, Lukman menganggap kisaran Rp 16.200 – Rp 16.350 per dolar AS lebih realistis. Kedua analis sepakat bahwa tekanan terhadap rupiah masih akan berlangsung setidaknya hingga awal pekan depan.