Pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998 sebagai rumor telah memicu gelombang kritik publik. Fadli Zon, dalam wawancara dengan jurnalis senior Uni Lubis di kanal YouTube IDN Times (11 Juni 2025), menyatakan kurangnya bukti untuk memasukkan peristiwa tersebut ke dalam sejarah resmi Indonesia. Ia menantang, “Pemerkosaan massal? Kata siapa? Enggak pernah ada proof-nya. Itu hanya cerita. Kalau ada, tunjukkan, ada enggak di dalam buku sejarah itu?”
Namun, klaim ini langsung berbenturan dengan sejumlah laporan investigatif kredibel. Majalah *Tempo*, misalnya, telah menerbitkan beberapa laporan mendalam tentang tragedi ini. Laporan investigasi mereka pada 3 Oktober 1998, berjudul “Jalan Panjang Tragedi Itu: Benarkah Ada Pemerkosaan Mei 1998?”, telah menyinggung peristiwa tersebut. Lebih lanjut, pada 18 Mei 2003, *Tempo* menerbitkan kesaksian Dokter Lie A. Dharmawan, spesialis bedah toraks-jantung lulusan Universitas Freie, Jerman, dan koordinator dokter di Tim Relawan untuk Kemanusiaan.
Dokter Lie, yang terlibat langsung dalam penanganan korban kerusuhan Mei 1998, awalnya hanya menyangka peristiwa tersebut berupa penjarahan dan pembakaran. Namun, setelah secara diam-diam dihubungi oleh keluarga dan pendamping korban, serta merawat beberapa korban secara langsung, ia menyimpulkan, “Saya yakin pemerkosaan itu memang ada,” tulis *Tempo* dalam artikel berjudul “Saya Yakin Pemerkosaan Itu Memang Ada”.
Dalam kesaksiannya, Dokter Lie menceritakan pengalaman merawat salah satu korban yang ditemukan nyaris bugil, ditarik-tarik oleh empat laki-laki di Sunter pada 14 Mei 1998. Korban, perempuan berusia sekitar 30 tahunan, menunjukkan luka memar akibat benda tumpul di pangkal paha, dada, dan wajah, serta perdarahan vagina yang berlangsung beberapa hari setelah perawatan. Selain trauma fisik, korban juga mengalami gangguan jiwa berat akibat trauma psikologis yang mendalam, menurut keterangan psikiater yang merawatnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, Dokter Lie menduga adanya pola terorganisir dalam pemerkosaan tersebut. Sebagian besar korban memiliki ciri fisik etnis Tionghoa: berkulit putih dan bermata sipit, dan hampir semuanya menjadi korban perkosaan lebih dari satu pelaku. Pernyataan kontroversial Fadli Zon ini, oleh karenanya, bukan hanya mengabaikan bukti yang ada, tetapi juga merendahkan penderitaan para korban dan mengaburkan sejarah kelam Indonesia.
Baca laporan selengkapnya di sini.
Pilihan Editor: Ragam Reaksi atas Penyangkalan Fadli Zon Ihwal Pemerkosaan Massal 1998