Empat Pulau Sengketa: Aceh Akhirnya Menangkan Perseteruan Panjang dengan Sumatera Utara
Presiden Prabowo Subianto telah mengakhiri sengketa panjang atas empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Keputusan pemerintah menetapkan keempat pulau – Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Pulau Panjang – sebagai bagian dari wilayah Aceh. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan kunci penyelesaian sengketa ini: penemuan dokumen asli kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara tahun 1992.
Dokumen krusial tersebut ditemukan di Gedung Arsip Kemendagri, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pada Senin, 17 Juni 2025. “Kami membongkar tiga gedung arsip untuk menemukan dokumen asli kesepakatan kedua gubernur,” ungkap Tito dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Selasa, 17 Juni 2025. Dokumen ini secara tegas menyatakan keempat pulau tersebut masuk wilayah Aceh, membuat pemerintah memutuskan sengketa ini sesuai dengan bukti historis yang kuat.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menjelaskan bahwa sengketa ini bukan masalah baru. Perselisihan atas kepemilikan keempat pulau telah berlangsung sejak tahun 1978, mengalami berbagai tahapan perdebatan dan negosiasi selama beberapa dekade. Bima merinci kronologi sengketa dalam empat periode utama:
Kronologi Sengketa Empat Pulau (1978-2025)
Periode 1978-2002: Sejak Peta Topografi TNI AD tahun 1978 menunjukkan keempat pulau berada di wilayah Aceh, kesepakatan-kesepakatan antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1988 dan 1992, serta rapat tahun 2002, selalu merujuk peta tersebut, menegaskan status keempat pulau sebagai bagian dari Aceh.
Periode 2006-2012: Pembentukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (Perpres Nomor 112 Tahun 2006) menimbulkan serangkaian verifikasi dan konfirmasi nama pulau oleh Aceh dan Sumatera Utara. Meskipun terdapat perbedaan koordinat, perbedaan penamaan pulau sempat menjadi pertimbangan. Ironisnya, tahun 2012 Indonesia melaporkan keempat pulau sebagai wilayah Sumatera Utara kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Periode 2017-2021: Pemerintah Aceh secara konsisten mengajukan klaim kepemilikan berdasarkan Peta Topografi TNI AD 1978. Namun, beberapa rapat dan surat menyurat dengan Kementerian Dalam Negeri menghasilkan keputusan yang menempatkan keempat pulau di bawah administrasi Sumatera Utara.
Periode 2022 & 2025: Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022 dan Kepmendagri Nomor 3002.2 – 2138 Tahun 2025 memasukkan keempat pulau ke dalam wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Namun, penemuan dokumen 1992 membalikkan keadaan. Setelah melalui rapat lintas kementerian dan lembaga, akhirnya kesepakatan tahun 1992 dan Kepmendagri Nomor 111 Tahun 1992 menjadi dasar penetapan akhir: keempat pulau secara resmi menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Kasus ini menyoroti pentingnya arsip dan validitas dokumen historis dalam penyelesaian sengketa perbatasan.