Pasar Kripto Bergejolak: Tekanan Inflasi AS, Ancaman Tarif Trump, dan Arah The Fed Jadi Penentu
JAKARTA, Ragamharian.com – Pasar kripto kembali dihadapkan pada gejolak signifikan, didorong oleh rilis data inflasi konsumen (CPI) Amerika Serikat (AS) yang terbaru, ditambah dengan pernyataan tegas dari Presiden Donald Trump mengenai rencana kenaikan tarif impor. Kombinasi faktor makroekonomi dan politik ini menciptakan ketidakpastian yang membayangi prospek aset digital.
Data CPI AS untuk Mei 2025 menunjukkan kenaikan tipis 0,1% secara bulanan. Secara tahunan, inflasi tercatat di angka 2,4%, dengan inflasi inti yang mengecualikan volatilitas harga makanan dan energi berada di level 2,8%. Angka-angka ini menjadi sorotan utama bagi investor dan analis.
Ancaman terbesar datang dari Presiden Donald Trump, yang kembali menegaskan rencananya untuk memberlakukan tarif unilateral terhadap mitra dagang AS dalam satu hingga dua pekan ke depan. Rencana ini mendahului tenggat waktu krusial 9 Juli 2025, di mana pemberlakuan kembali tarif tinggi terhadap puluhan negara akan diberlakukan. Ketidakpastian mengenai konsistensi Trump dalam menjalankan jadwal tersebut, mengingat beberapa tenggat waktu sebelumnya ditunda, tetap membebani sentimen pasar secara keseluruhan.
Menanggapi situasi ini, Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, berpandangan bahwa tekanan inflasi yang terlihat saat ini masih tergolong terbatas. Namun, ia memperingatkan adanya potensi lonjakan inflasi yang signifikan dalam beberapa bulan mendatang. Menurut Fahmi, dampak penuh dari kebijakan tarif impor baru yang diusung pemerintahan Trump belum sepenuhnya terasa. “Banyak peritel masih menjual stok lama sebelum tarif diberlakukan,” jelas Fahmi dalam keterangannya, Jumat (13/6). Meski pemerintah AS berupaya menekan perusahaan besar untuk menahan laju kenaikan harga, ekonom memperkirakan efek tarif akan terjadi secara bertahap dan berpotensi mendorong inflasi ke level yang lebih tinggi.
Fahmi mencatat, meskipun data inflasi menunjukkan tren moderat, penguatan harga aset kripto masih sangat terbatas akibat ketidakpastian ini. Berdasarkan data *real-time Coinmarketcap* per Sabtu (14/6) pukul 12.11 WIB, harga Bitcoin tercatat sebesar US$ 105.372,77, menguat tipis 0,93% dalam 24 jam terakhir. Sementara itu, Ethereum juga mengalami kenaikan 1,62% ke level US$ 2.550,95.
Di tengah bayang-bayang inflasi dan tarif, perhatian investor kini beralih pada arah kebijakan moneter bank sentral AS, The Fed, dalam pertemuan FOMC pekan depan. Konsensus pasar secara luas memperkirakan The Fed akan memilih untuk mempertahankan suku bunga acuannya, sambil terus memantau perkembangan inflasi secara cermat. Fahmi Almuttaqin menambahkan, jika inflasi dapat tetap terkendali, peluang penurunan suku bunga pada bulan September masih terbuka lebar. Namun, ia juga mengingatkan adanya dilema: tekanan kuat dari Presiden Trump untuk segera memangkas suku bunga berpotensi berbenturan dengan risiko inflasi yang justru dapat melonjak akibat efek tarif yang tertunda. Ketegangan ini bisa semakin diperparah apabila negosiasi dagang antara AS dan Tiongkok tidak membuahkan kesepakatan positif hingga bulan Agustus mendatang.
Menyikapi ketidakpastian yang membayangi pasar, Fahmi Almuttaqin menyarankan investor untuk tetap waspada, namun menghindari reaksi berlebihan yang impulsif. Ia merekomendasikan pendekatan akumulasi secara bertahap untuk aset-aset kripto yang dinilai memiliki prospek jangka panjang. Strategi *Dollar Cost Averaging* (DCA), yaitu membeli aset secara berkala dalam jumlah tetap tanpa terpengaruh fluktuasi jangka pendek, dinilai sebagai pilihan rasional dan bijak untuk menghadapi volatilitas pasar saat ini serta memaksimalkan potensi keuntungan di masa depan.