Kematian Diplomat Arya Daru Pangayunan: Misteri di Balik Layar Sukses
Kematian Arya Daru Pangayunan, diplomat Kementerian Luar Negeri, meninggalkan duka mendalam dan menimbulkan sejumlah pertanyaan. Investigasi oleh Asosiasi Psikologi Forensik Himpunan Psikologi Indonesia (Apsifor Himpsi) dan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mengungkap temuan mengejutkan terkait riwayat kesehatan mental almarhum. Meskipun dikenal sebagai sosok profesional dan berkarakter positif baik di lingkungan keluarga maupun pekerjaan, Arya ternyata menyimpan beban emosi yang tak terungkap.
Apsifor Himpsi, melalui perwakilan Nathanael EJ Sumampouw, mengungkapkan bahwa Arya kesulitan mengekspresikan emosi negatif, terutama di bawah tekanan tinggi. Tekanan tersebut, menurut Nathanael, berdampak signifikan pada cara Arya memandang dirinya, lingkungan, dan masa depannya. Fakta ini diperkuat dengan riwayat Arya yang beberapa kali mengakses layanan kesehatan mental daring, terakhir kali pada tahun 2013 dan 2021. Walaupun demikian, tidak ditemukan indikasi perilaku menyakiti diri sendiri (self-harm) dari keterangan saksi-saksi.
Investigasi lebih lanjut dilakukan dengan mewawancarai keluarga, rekan kerja, atasan, dan orang-orang terdekat Arya. Selain itu, Apsifor Himpsi juga menelaah dokumen-dokumen yang relevan untuk memahami kehidupan pribadi dan profesionalnya. Hasil investigasi ini kemudian dipadukan dengan temuan digital forensik dari Polda Metro Jaya.
Tim digital forensik Polda Metro Jaya, di bawah pimpinan Ipda Saji Purwanto, menemukan bukti digital yang signifikan. Dari 14 barang bukti digital, lima di antaranya diduga milik Arya. Analisis email dari alamat [email protected] mengungkapkan pesan-pesan yang mengisyaratkan niat bunuh diri. Dua periode pengiriman email mencuat: pertama pada Juni-Juli 2013, dan kedua pada September-Oktober 2021. Isi pesan email tersebut, menurut Ipda Saji, menceritakan alasan di balik keinginan Arya untuk mengakhiri hidupnya. Namun, detail pesan dan permasalahan yang dihadapi Arya tidak diungkapkan secara rinci.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, menyatakan penyebab kematian Arya adalah kehabisan napas. Almarhum ditemukan tewas di kamar kosnya dengan kondisi wajah tertutup plastik dan terlilit lakban. Polisi menyimpulkan tidak ada unsur pidana dan memastikan Arya bukan korban pembunuhan. “Tidak ditemukan peristiwa pidana,” tegas Kombes Wira.
Kesimpulan sementara menunjukkan adanya depresi yang dialami Arya, yang mungkin menjadi faktor penyebab kematiannya. Kasus ini menyoroti pentingnya kesehatan mental dan perlunya dukungan bagi mereka yang berjuang melawan depresi. Jangan pernah ragu untuk mencari bantuan jika Anda atau seseorang yang Anda kenal membutuhkannya. Untuk bantuan krisis kejiwaan atau pencegahan bunuh diri di Indonesia, hubungi Yayasan Pulih di (021) 78842580.
Penulis: Nabiila Azzahra dan Vedro Imanuel Girsang
Pilihan Editor: Berebut Mengusut Pembuat Beras Oplosan
