Mimpi yang Terwujud: Kisah Tak Biasa Auckland City di Piala Dunia Antarklub 2025
Auckland City memang terempas 0-10 oleh raksasa Jerman, Bayern Munchen, pada laga pembuka Grup C Piala Dunia Antarklub 2025 di Stadion TQL, Ohio, Minggu (15/6/2025) malam. Sebuah kekalahan telak yang mungkin tampak memalukan bagi sebagian klub. Namun, di balik skor mencolok itu, terbentang kisah luar biasa tentang sebuah klub yang mewujudkan impian yang tak dapat diraih banyak tim profesional sekalipun. Ini adalah kisah tentang Auckland City, klub asal Selandia Baru, dan para pemainnya yang menjalani kehidupan ganda.
Bayangkan kontrasnya: di satu sisi ada Bayern Munchen, juara Bundesliga 2024/2025, salah satu tim elite Eropa dengan talenta senilai 465 juta dolar AS (sekitar Rp7,57 triliun) termasuk nama besar seperti Harry Kane. Di sisi lain, ada Auckland City, sebuah tim yang kekuatannya bagaikan bumi dan langit jika dibandingkan dengan lawan mereka. Namun, justru perbedaan inilah yang menjadikan kisah mereka begitu menarik, unik, dan inspiratif.
Kiprah Auckland City di panggung Piala Dunia Antarklub 2025 bukan hanya sekadar partisipasi, melainkan perwujudan sebuah tekad yang membara. Mayoritas pemain mereka bukanlah atlet profesional yang bergelimang fasilitas mewah, melainkan individu-individu biasa yang memiliki pekerjaan utama di luar lapangan. Ambil contoh Conor Tracey, penjaga gawang andalan tim, yang di malam hari berjaga di bawah mistar gawang, namun di siang hari bekerja sebagai pengawas di gudang perlengkapan hewan.
Kontras ini semakin nyata dengan kehadiran pemain seperti Dylan Manickum, seorang insinyur konstruksi berusia 32 tahun, dan Michael Den Heijer, seorang koordinator program di lembaga nirlaba. Barisan skuad Auckland City juga diisi oleh tukang cukur, agen real estate, pelatih kebugaran pribadi, hingga pelajar. Ada Angus Kilkolly, seorang manajer regional perusahaan perkakas; Jordan Vale, seorang guru sekolah; dan Haris Zeb, seorang pengantar barang. Bahkan, beberapa pemain kurang beruntung karena tidak mendapatkan izin cuti kerja sehingga tak bisa terbang ke Amerika Serikat.
Haris Zeb sendiri menggambarkan paradoks kehidupannya dengan lugas. “Minggu ini, saya bangun untuk mengisi mobil dengan paket, mengetuk pintu, anjing-anjing menggonggong dengan marah dan mengejar saya di jalan masuk,” kata Zeb kepada FIFA.com bulan lalu. “Dan bulan depan saya akan bermain melawan Bayern Munchen. Rasanya seperti saya menjalani kehidupan ganda!” imbuhnya, menyoroti realitas yang sulit dipercaya.
Dedikasi serupa juga diungkapkan oleh kapten Auckland City, Mario Ilich, yang sehari-hari berprofesi sebagai *sales representative* untuk perusahaan minuman soda terkenal dunia. Berbicara kepada CNN Sports, Ilich menjelaskan bahwa kecintaan timnya terhadap sepak bola adalah kekuatan pendorong di balik lolosnya mereka ke Piala Dunia Antarklub 2025. “Orang-orang mengatakan bahwa pemain profesional bekerja keras, dan memang demikian, tetapi kami berusaha untuk bersaing di level teratas permainan sambil mempertahankan dua, dan dalam beberapa kasus, tiga pekerjaan,” tuturnya.
Tantangan bagi klub amatir seperti Auckland City tidak berhenti sampai di situ. Tanpa kompleks latihan bernilai jutaan dolar seperti yang dimiliki tim-tim elite Eropa, para pemain harus cerdas dalam mengatur waktu. Sebagian besar latihan di pusat kebugaran dan pemulihan mereka lakukan di luar fasilitas klub, menunjukkan totalitas mereka untuk tetap bersaing.
Sebagai satu-satunya wakil dari Oseania di bawah payung OFC, Auckland City memang dikategorikan sebagai klub amatir karena Selandia Baru tidak memiliki liga sepak bola profesional. Kondisi ini membuat mereka harus berkompetisi di A-League Australia, sebuah situasi yang unik mengingat Selandia Baru berada di wilayah OFC sementara Australia adalah anggota Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC).
Kisah Auckland City di Piala Dunia Antarklub 2025 melampaui hasil akhir di lapangan. Ini adalah narasi tentang kegigihan, pengorbanan, dan bagaimana gairah terhadap sepak bola mampu mewujudkan mimpi terbesar, bahkan ketika harus menyeimbangkan mimpi itu dengan tuntutan hidup sehari-hari. Sebuah kekalahan 0-10 mungkin terdengar pahit, tetapi bagi Auckland City, itu adalah bagian tak terpisahkan dari petualangan yang tak ternilai harganya.