Kilau Berlian Meredup: Benarkah Tak Lagi Menjanjikan Cuan sebagai Investasi?
Pepatah “diamond is forever” seolah tak lagi relevan di tengah gejolak pasar berlian global. Kilau batu mulia ini, yang dulunya dianggap sebagai simbol kemewahan dan instrumen investasi yang menjanjikan, kini mulai meredup. Dalam beberapa tahun terakhir, harga berlian alami terus menunjukkan tren penurunan, menjadikannya kurang menarik sebagai pilihan investasi yang menguntungkan.
Saat ini, pandangan terhadap berlian telah bergeser. Batu berharga ini lebih banyak diposisikan sebagai barang koleksi pribadi atau simbol status sosial, ketimbang sebagai aset yang mampu menghasilkan imbal hasil signifikan. Menurut Budi Raharjo, Direktur OneShildt, “Berlian saat ini lebih banyak dijadikan sebagai koleksi dan instrumen penyimpanan kekayaan yang mudah dipindah-pindahkan.”
Budi lebih lanjut menjelaskan bahwa karakteristik berlian yang bernilai tinggi namun memiliki likuiditas rendah menjadikannya kurang cocok untuk investasi jangka pendek. “Nilainya tinggi, tetapi likuiditasnya rendah. Kalau dijual cepat, harganya bisa jatuh jauh di bawah harga beli,” tambahnya, menegaskan risiko kerugian bagi investor yang membutuhkan dana cepat.
Lab-Grown Diamond: Pemicu Pergeseran Harga di Pasar Berlian
Salah satu faktor utama yang terus menekan harga berlian tambang adalah popularitas Lab-Grown Diamond (LGD) atau berlian hasil laboratorium yang kian meroket. Meskipun secara komposisi kimia dan tampilan fisik nyaris identik dengan berlian alami, harga berlian laboratorium jauh lebih terjangkau. “Berlian hasil laboratorium dapat menjadi lebih murah dibandingkan berlian tambang karena faktor kelangkaannya yang berbeda,” jelas Budi.
Lonjakan pangsa pasar LGD ini cukup mencengangkan. Data dari Forbes menunjukkan bahwa pada tahun 2015, berlian laboratorium hanya menyumbang 1% dari total penjualan global. Namun, proyeksi tahun 2024 mengindikasikan angka tersebut akan melonjak drastis hingga 20%. Di segmen cincin pertunangan, dominasi LGD semakin terasa, dengan data The Knot mengungkapkan 52% berlian yang digunakan kini adalah hasil laboratorium, sebuah peningkatan signifikan dari hanya 12% pada tahun 2019.
Tekanan Ganda: Permintaan Menurun di Tengah Gejolak Ekonomi
Selain dari sisi suplai dengan kehadiran LGD, pasar berlian juga menghadapi tekanan dari sisi permintaan yang melemah. Kondisi ekonomi yang kurang kondusif seringkali membuat konsumen menunda pembelian barang mewah. Ironisnya, alih-alih membeli, banyak orang justru memilih melepas koleksi berlian mereka demi memenuhi kebutuhan likuiditas. “Dalam kondisi ekonomi melemah, tekanan harga makin besar karena lebih banyak orang ingin menjual berlian dibanding membeli,” ungkap Budi Raharjo.
Penurunan harga ini tercermin jelas dalam data StoneAlgo:
* Berlian Tambang:
* Ukuran 0,5 karat: Turun 11,47% dalam setahun menjadi US$ 1.065. Dalam sebulan terakhir, masih turun 2,38%.
* Ukuran 1 karat: Turun 11,41% dalam setahun menjadi US$ 3.897. Dalam sebulan terakhir, masih turun 1,32%.
* Berlian Lab-Grown:
* Ukuran 0,5 karat: Turun 10,86% dalam setahun, namun naik 1,27% dalam sebulan terakhir menjadi US$ 320.
* Ukuran 1 karat: Ambruk 16,32% dalam setahun, dan masih turun 4,21% dalam sebulan terakhir menjadi US$ 569.
Investasi Berlian: Masih Relevan di Tengah Ketidakpastian?
Meskipun prospek jangka pendek terlihat muram, Budi Raharjo menilai berlian masih bisa dipertimbangkan untuk diversifikasi portofolio, terutama bagi kalangan tertentu. Namun, pilihan jenis berlian menjadi sangat krusial. “Jika memang tujuannya untuk investasi dan koleksi jangka panjang, maka lebih tepat membeli berlian tambang. Nilainya lebih terjaga dibandingkan berlian laboratorium,” pungkasnya. Ini menggarisbawahi bahwa di tengah perubahan pasar, berlian alami tetap menawarkan potensi penyimpanan nilai, meskipun dengan risiko likuiditas yang perlu diperhatikan.