Suku Bunga Kredit Bank Digital Tetap Tinggi Meski BI Rate Turun
JAKARTA – Meskipun Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) tiga kali dalam setahun terakhir, suku bunga kredit di beberapa bank digital tetap bertahan tinggi, bahkan mencapai dua digit. Fenomena ini menarik perhatian, mengingat penurunan BI Rate seharusnya berdampak pada penurunan suku bunga kredit secara umum.
Salah satu bank yang mencatatkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) tinggi adalah Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR). Pada April 2025, SBDK Amar Bank berada di kisaran 9,69% hingga 24,04%. Angka tertinggi, 24,04%, diterapkan pada kredit UMKM mikro dan kredit konsumsi non-KPR. Tingginya SBDK ini, menurut SVP Finance Amar Bank, David Wirawan, disebabkan oleh *overhead* bunga yang mencapai 16,21%, sementara marjin keuntungan bank hanya 2%. Kebijakan ini, kata David, mengacu pada *risk-based pricing*, mempertimbangkan profil risiko nasabah, kualitas portofolio, tingkat pengembalian yang wajar, dan daya serap pasar. Ia menekankan bahwa segmen UMKM dan individu yang belum terlayani memiliki profil risiko yang lebih tinggi secara inheren. Penyesuaian suku bunga, ujarnya, tidak otomatis mengikuti BI Rate, melainkan mempertimbangkan kesiapan internal dan kondisi pasar secara menyeluruh, termasuk struktur biaya dana dan prospek pertumbuhan ekonomi. Amar Bank berupaya menjaga keseimbangan antara daya saing bunga dan keberlanjutan bisnis, memastikan penyaluran kredit tetap inklusif dan sehat.
Tren serupa juga terlihat di Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), dengan SBDK di kisaran 10% hingga 26%. SBDK tertinggi, 26,75%, juga diterapkan pada kredit konsumsi non-KPR. Komponennya meliputi biaya *overhead* 17,1% dan marjin keuntungan sekitar 3,45%. Direktur Umum Allo Bank, Indra Utoyo, menjelaskan bahwa Allo Bank menerapkan *risk-based pricing*, memberikan suku bunga yang lebih tinggi untuk debitur berisiko tinggi dan suku bunga lebih menarik bagi debitur dengan *credit scoring* baik. Ia menambahkan bahwa suku bunga bukan satu-satunya faktor pertimbangan debitur; kemudahan proses, limit kredit, tenor, dan fleksibilitas juga penting.
Tidak hanya Amar Bank dan Allo Bank, Krom Bank Indonesia Tbk (BBSI) juga menaikkan SBDK-nya dari kisaran 8,13% hingga 8,53% pada Januari 2025 menjadi 9,02% hingga 9,45% pada April 2025. Kenaikan ini diikuti oleh peningkatan marjin keuntungan. Direktur Utama Krom Bank, Anton Hermawan, menegaskan bahwa penyesuaian suku bunga dilakukan secara proporsional dan sepadan dengan profil risiko nasabah. Meskipun margin pendapatan bunga Krom Bank terdongkrak, penyaluran kredit dilakukan secara selektif dan hati-hati.
Sementara itu, Bank Jago Tbk (ARTO) menaikkan SBDK hanya pada segmen kredit korporasi, dari 7,41% pada Januari 2025 menjadi 7,72% pada April 2025, dengan marjin keuntungan tetap 2%.
Kesimpulannya, meskipun BI Rate turun, beberapa bank digital masih mempertahankan SBDK yang tinggi, menunjukkan kompleksitas penentuan suku bunga kredit yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk profil risiko nasabah dan kondisi pasar. Strategi *risk-based pricing* menjadi kunci dalam menentukan kebijakan suku bunga di sektor ini.