ETF Bitcoin Banjir Dana di Tengah Geopolitik Panas: Aset Kripto Makin Kokoh sebagai Lindung Nilai?
JAKARTA – Di tengah bayang-bayang ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel, aset Exchange Traded Fund (ETF) Bitcoin menunjukkan kinerja yang luar biasa, menarik aliran dana masuk (inflow) yang signifikan. Fenomena ini menjadi indikator kuat akan kokohnya posisi aset kripto secara keseluruhan di mata investor global, bahkan dalam kondisi pasar yang bergejolak.
Data dari Coinmarketcap menggarisbawahi tren positif ini. Sejak dua pekan ketegangan Iran-Israel memanas, tepatnya pada 13 Juni lalu, daily inflow ETF Bitcoin melonjak drastis. Angka harian tersebut naik dari sekitar US$ 300 juta pada 16 Juni menjadi lebih dari US$ 501 juta per Jumat, 27 Juni. Peningkatan substantial ini mencerminkan kepercayaan yang tumbuh terhadap Bitcoin.
Menurut Gabriel Rey, CEO Triv, lonjakan inflow ini merupakan sinyal penting adanya pergeseran sentimen investor dalam memandang aset kripto. “Sekarang investor mulai melihat Bitcoin sebagai aset yang punya nilai lindung,” ungkap Gabriel kepada Kontan pada Kamis (26/6), menegaskan narasi baru seputar peran Bitcoin di portofolio investasi.
Menariknya, penguatan aset ETF Bitcoin justru terjadi pasca kejadian genting di Timur Tengah. Sebagai contoh, setelah serangan perdana Israel ke Iran, Investing.com mencatat bahwa IBIT, salah satu produk ETF Bitcoin terkemuka, menguat ke level harga US$ 61,80 pada 16 Juni. Angka ini menandai kenaikan 3,45% dari perdagangan sebelumnya pada 13 Juni. Tak hanya IBIT, dalam periode yang sama, ARKB juga menguat 3,4% ke level US$ 36,15, dan BITB mencatatkan kenaikan 3,39% ke level US$ 59,16.
Pola resiliensi ini berlanjut. Bahkan pasca Amerika Serikat (AS) mengirim serangan ke kawasan rudal Iran pada 22 Juni, nilai ketiga produk ETF Bitcoin tersebut cenderung lebih stabil. Gabriel Rey menilai, pola perilaku investor ini menunjukkan bahwa mereka, baik individu maupun institusi, mulai memanfaatkan momentum koreksi pasar untuk mengakumulasi aset Bitcoin ketimbang panik menjual saat harga turun.
Lebih lanjut, Gabriel mengamati adanya perubahan mendasar dalam pola perdagangan ETF Bitcoin. “Berbeda dengan siklus sebelumnya yang didominasi retail, siklus kali ini lebih didominasi institusi,” jelasnya. Pergeseran ini secara signifikan mengubah dinamika pasar. Oleh karena itu, Gabriel berpendapat bahwa sentimen yang memengaruhi pergerakan harga aset-aset kripto, termasuk Bitcoin, tidak lagi sebatas sentimen internal masing-masing koin. Sebaliknya, investor institusi akan lebih memfokuskan perhatian mereka pada sentimen global, seperti kelanjutan konflik geopolitik di Timur Tengah, yang kini memegang kendali besar.
Selain faktor geopolitik, Fyqieh Fachrur, Analis Tokocrypto, juga menyoroti kebijakan moneter dan kondisi ekonomi global sebagai sentimen krusial lainnya yang patut diperhatikan investor. “Jika inflasi global terkendali dan The Fed melonggarkan kebijakan moneternya pada kuartal III dan IV mendatang, likuiditas pasar akan meningkat dan menguntungkan aset berisiko seperti kripto seiring agresivitas investor yang meningkat mencari imbal hasil,” papar Fyqieh kepada Kontan pada Kamis (26/6).
Melihat prospek ke depan, Fyqieh memprediksi bahwa dalam waktu dekat level support Bitcoin akan berada di area US$ 100.000, dengan level resistance antara US$ 112.000 – US$ 115.000. “Selama mampu bertahan dan berkonsolidasi di atas US$ 105.000, prospek untuk melanjutkan reli tetap terbuka,” pungkasnya optimis. Senada dengan Fyqieh, Gabriel Rey juga memperkirakan level support terkuat Bitcoin berada di US$ 97.000–US$ 100.000, sementara level resistance dalam waktu dekat diproyeksikan berada di US$ 110.000 – US$ 112.000.