Blokir Rekening Dormant oleh PPATK Tuai Kritik: Pertarungan Kewenangan vs Pencegahan Kejahatan
Langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersama perbankan untuk memblokir rekening tidak aktif atau rekening dormant baru-baru ini menuai sorotan tajam. Kebijakan pemblokiran rekening ini, yang diklaim sebagai upaya pencegahan tindak pidana, justru dianggap oleh sejumlah pakar sebagai penyimpangan fungsi dan kewenangan PPATK.
Ekonom senior Indef sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik Rachbini, menegaskan bahwa kebijakan ini “menyalahi tugas dan fungsi PPATK”. Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, peran PPATK adalah memberikan rekomendasi hasil analisis kepada aparat hukum seperti penyidik, jaksa, atau hakim. Merekalah yang berwenang menentukan apakah sebuah rekening nasabah bisa diblokir. “PPATK tidak memiliki kewenangan langsung untuk memblokir rekening nasabah bank,” tegas Didik melalui keterangan resmi pada Kamis, 31 Juli 2025.
Senada dengan Didik, Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia, Aviliani, juga menyuarakan kehati-hatian. Ia berpandangan, PPATK memang memiliki tugas menindak transaksi mencurigakan seperti kasus judi online. Namun, ia menekankan bahwa jika tidak ada indikasi mencurigakan, pemblokiran rekening tidak seharusnya dilakukan. Aviliani menambahkan, banyak rekening pasif yang memang sengaja digunakan nasabah untuk tujuan investasi jangka panjang, sehingga pemblokiran harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Secara umum, rekening dormant didefinisikan sebagai simpanan nasabah yang tidak melakukan transaksi selama periode tertentu, biasanya antara 3 hingga 12 bulan berturut-turut.
Menanggapi berbagai kritik ini, Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah, melalui siaran pers pada 29 Juli 2025, menjelaskan bahwa langkah penghentian sementara transaksi pada rekening dormant ini didasarkan pada kajian mendalam. “PPATK dalam proses analisis yang dilakukan sepanjang 5 tahun terakhir, menemukan maraknya penggunaan rekening dormant yang tanpa diketahui atau disadari pemiliknya menjadi target kejahatan,” papar Natsir. Data mengenai rekening-rekening ini diperoleh PPATK dari laporan perbankan. Menurut Natsir, rekening pasif tersebut kerap digunakan untuk menampung dana hasil berbagai tindak pidana, mulai dari jual beli rekening ilegal, peretasan, penggunaan nomine sebagai rekening penampungan, hingga transaksi narkotika, korupsi, dan kejahatan lainnya. Tujuan pemblokiran ini adalah untuk memberantas pencucian uang dan kejahatan keuangan yang merajalela melalui celah ini.